Selain itu Sri Mulyani menuturkan terdapat beberapa faktor lain yang menyebabkan penurunan realisasi pembiayaan utang yakni penyesuaian investasi, kesepakatan pemerintah dan Bank Indonesia (BI) dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) III, serta proyeksi penyesuaian defisit APBN.
Realisasi pembiayaan pada Agustus 2021 mencapai 46,8 persen dari target Rp1.777,4 triliun dalam Undang-Undang (UU) APBN 2021.
Menkeu menjelaskan realisasi pembiayaan utang tersebut terdiri dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) neto senilai Rp567,4 triliun dan pinjaman neto minus Rp16,8 triliun.
Baca juga: BI: Utang luar negeri Indonesia tumbuh melambat pada Juli 2021
"Kinerja pasar SBN kian membaik dengan imbal hasil atau yield yang relatif terjaga, seiring dengan adanya SKB III," kata Sri Mulyani.Baca juga: BI: Utang luar negeri Indonesia tumbuh melambat pada Juli 2021
Ia memerinci sejak Januari hingga 15 September 2021, bank sentral telah membeli SBN sebesar Rp139,8 triliun yang berupa Surat Utang Negara (SUN) Rp95,6 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Rp 44,25 triliun.
Di sisi lain, pemerintah terus mengupayakan diversifikasi SUN, salah satunya dengan penerbitan perdana Sustainable Development Goals (SDGs) bond senilai 500 juta euro dengan spread terhadap Mid-Swaps terendah untuk SUN denominasi euro dengan tenor 12 tahun.
"Hal ini menggambarkan kami terus hati-hati. APBN tertekan keras, tapi juga harus bekerja luar biasa keras melalui pembiayaan," kata Sri Mulyani.
Selain itu telah diterbitkan pula global bonds dalam rangka liability management senilai total 1,16 miliar dolar AS, sebagai upaya diversifikasi sumber pembiayaan dan mewujudkan efisiensi portofolio utang pemerintah.
Baca juga: Ketua Banggar DPR apresiasi SKB III "burden sharing" BI dan pemerintah
Baca juga: Ketua Banggar DPR apresiasi SKB III "burden sharing" BI dan pemerintah