ADWI diharap bantu desa wisata bangkit di tengah pandemi
23 September 2021 18:22 WIB
Panorama wisata Sendang Seruni di Licin, Banyuwangi, Jawa Timur, Sabtu (18/9/2021). Desa Tamansari masuk 50 besar dari 1.831 desa wisata yang mengikuti Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI). ANTARA FOTO/Budi Candra Setya/rwa. (ANTARA FOTO/BUDI CANDRA SETYA)
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif berharap adanya Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2021 bisa membantu desa wisata di Tanah Air untuk berjuang bangkit di tengah pandemi COVID-19.
"Anugerah Desa Wisata diharapkan dapat menjadi daya ungkit untuk desa wisata di Indonesia agar bisa bangkit di era pandemi," kata Subkoordinator Pengelolaan Pengunjung, Atraksi, Fasilitas Direktorat Tata Kelola Destinasi Kemenparekraf, Endah Ruswanti, dalam webinar Planet Tourism Indonesia, Kamis.
Baca juga: Desa Tete Batu diharap bawa "virus positif" untuk pariwisata NTB
Program ini diharapkan bisa mewujudkan visi Indonesia sebagai negara tujuan pariwisata berkelas dunia, berdaya saing, berkelanjutan dan mampu mendorong pembangunan daerah dan kesejahteraan rakyat.
Endah mengatakan ada 1.831 jumlah peserta yang terdaftar dalam ADWI yang dinilai berdasarkan tujuh kategori, yaitu homestay, toilet, suvenir, desa digital, CHSE (Cleanliness, Health, Safety and Environment Sustainability), konten kreatif, serta daya tarik wisata. Semua kategori itu didasarkan pada empat pilar utama yaitu pengelolaan atau manajemen, sosial budaya, ekonomi, dan pelestarian lingkungan.
Pemenangnya akan diumumkan pada 7 Desember 2021.
Baca juga: Menparekraf ajak netizen beri nama objek wisata Riau mirip Raja Ampat
Baca juga: Menparekraf dorong potensi edukasi peternakan di Desa Wisata Cisande
Baca juga: Sandiaga Uno usulkan pembangunan kereta gantung menuju Setu Babakan
Pengembangan desa wisata di Indonesia dilakukan untuk menciptakan destinasi yang berkualitas, "resilient" dan berkelanjutan. Desa wisata adalah kawasan dengan potensi dan keunikan daya tarik wisata khas, yakni merasakan pengalaman keunikan kehidupan dan tradisi masyarakat di pedesaan dengan segala potensinya.
Sebuah kawasan bisa jadi desa wisata bila punya daya tarik wisata, entah itu alam, budaya atau buatan, punya komunitas masyarakat, punya potensi sumber daya manusia lokal yang bisa terlibat dalam aktivitas pengembangan desa wisata, punya kelembagaan pengelolaan, punya dukungan dan peluang ketersediaan fasilitas dan sarana prasarana dasar untuk mendukung kegiatan wisata serta punya peluang pengembangan pasar wisatawan.
Lewat pengembangan platform Jadesta (Jejaring Desa Wisata), masing-masing desa wisata bisa memasukkan data mereka sendiri yang kemudian diverifikasi oleh dinas pariwisata dan Kemenparekraf. Lewat platform ini, tantangan untuk mengumpulkan data valid mengenai jumlah, lokasi dan pengelola desa wisata dalam waktu singkat dapat diatasi.
"Kita bisa kumpulkan data 1.840 desa wisata dalam waktu dua bulan," kata dia.
Baca juga: Menteri Sandiaga Uno kunjungi Kampung Yoboi yang masuk daftar ADWI
Fitur analisis mandiri desa wisata di platform tersebut menampilkan empat klasifikasi, yakni desa wisata rintisan yang berjumlah 732 desa, desa wisata berkembang sebanyak 960 desa, desa wisata maju sebanyak 152 desa dan dua desa wisata mandiri.
Dalam webinar tersebut, perwakilan-perwakilan dari desa wisata berbagi strategi untuk mewujudkan desa wisata berkelanjutan.
I Nengah Moneng dari desa wisata Panglipuran, Bali, menuturkan desa tersebut punya aturan untuk menjaga lingkungan, salah satunya berkomitmen agar hutan bambu di sana tidak boleh beralih fungsi dan lahan pun tidak boleh dijual ke pihak luar.
"Selama COVID-19 kami tetap melaksanakan komitmen, menjaga kebersihan lingkungan dan menjaga budaya," katanya.
Sementara Titin Riyadiningsih, manajer desa wisata Sumberbulu di Karanganyar, Jawa Tengah menuturkan desa itu menawarkan wisata alam, budaya hingga eduwisata dalam paket menarik.
"Kami punya sumber daya manusia dan kearifan lokal yang dikemas menjadi atraksi wisata," katanya.
Edukasi biogas, pembuatan jamu tradisional, kelas memasak, "homestay" hingga tempat berkemah yang menarik jadi daya tarik desa Sumberbulu.
"Saat pandemi, kami mengembangkan sumber daya manusia karena desa wisata berkembang dari SDM. Kami mengadakan pelatihan-pelatihan dan kerjasama dengan universitas secara virtual," ujar dia.
Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) desa wisata Bonjeruk di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Usman, menegaskan prinsip utama dari pariwisata berkelanjutan adalah memahami bahwa manusia jadi potensi utama.
"Yang penting dan utama adalah manusia karena mereka menggali potensi dan mengembangkannya," katanya.
Lewat pariwisata berkelanjutan, harus dipastikan bahwa dari segi ekonomi masyarakat juga mendapatkan manfaat serta nilai tambah, lingkungan terjaga dan budaya pun tetap lestari.
Baca juga: Menparekraf terkesan keindahan alam dan budaya Ranupani Lumajang
Baca juga: DPR: Kebijakan lokal harus hadir dalam regulasi sektor pariwisata
Baca juga: Kampung Blekok Situbondo masuk 50 besar Anugerah Desa Wisata 2021
"Anugerah Desa Wisata diharapkan dapat menjadi daya ungkit untuk desa wisata di Indonesia agar bisa bangkit di era pandemi," kata Subkoordinator Pengelolaan Pengunjung, Atraksi, Fasilitas Direktorat Tata Kelola Destinasi Kemenparekraf, Endah Ruswanti, dalam webinar Planet Tourism Indonesia, Kamis.
Baca juga: Desa Tete Batu diharap bawa "virus positif" untuk pariwisata NTB
Program ini diharapkan bisa mewujudkan visi Indonesia sebagai negara tujuan pariwisata berkelas dunia, berdaya saing, berkelanjutan dan mampu mendorong pembangunan daerah dan kesejahteraan rakyat.
Endah mengatakan ada 1.831 jumlah peserta yang terdaftar dalam ADWI yang dinilai berdasarkan tujuh kategori, yaitu homestay, toilet, suvenir, desa digital, CHSE (Cleanliness, Health, Safety and Environment Sustainability), konten kreatif, serta daya tarik wisata. Semua kategori itu didasarkan pada empat pilar utama yaitu pengelolaan atau manajemen, sosial budaya, ekonomi, dan pelestarian lingkungan.
Pemenangnya akan diumumkan pada 7 Desember 2021.
Baca juga: Menparekraf ajak netizen beri nama objek wisata Riau mirip Raja Ampat
Baca juga: Menparekraf dorong potensi edukasi peternakan di Desa Wisata Cisande
Baca juga: Sandiaga Uno usulkan pembangunan kereta gantung menuju Setu Babakan
Pengembangan desa wisata di Indonesia dilakukan untuk menciptakan destinasi yang berkualitas, "resilient" dan berkelanjutan. Desa wisata adalah kawasan dengan potensi dan keunikan daya tarik wisata khas, yakni merasakan pengalaman keunikan kehidupan dan tradisi masyarakat di pedesaan dengan segala potensinya.
Sebuah kawasan bisa jadi desa wisata bila punya daya tarik wisata, entah itu alam, budaya atau buatan, punya komunitas masyarakat, punya potensi sumber daya manusia lokal yang bisa terlibat dalam aktivitas pengembangan desa wisata, punya kelembagaan pengelolaan, punya dukungan dan peluang ketersediaan fasilitas dan sarana prasarana dasar untuk mendukung kegiatan wisata serta punya peluang pengembangan pasar wisatawan.
Lewat pengembangan platform Jadesta (Jejaring Desa Wisata), masing-masing desa wisata bisa memasukkan data mereka sendiri yang kemudian diverifikasi oleh dinas pariwisata dan Kemenparekraf. Lewat platform ini, tantangan untuk mengumpulkan data valid mengenai jumlah, lokasi dan pengelola desa wisata dalam waktu singkat dapat diatasi.
"Kita bisa kumpulkan data 1.840 desa wisata dalam waktu dua bulan," kata dia.
Baca juga: Menteri Sandiaga Uno kunjungi Kampung Yoboi yang masuk daftar ADWI
Fitur analisis mandiri desa wisata di platform tersebut menampilkan empat klasifikasi, yakni desa wisata rintisan yang berjumlah 732 desa, desa wisata berkembang sebanyak 960 desa, desa wisata maju sebanyak 152 desa dan dua desa wisata mandiri.
Dalam webinar tersebut, perwakilan-perwakilan dari desa wisata berbagi strategi untuk mewujudkan desa wisata berkelanjutan.
I Nengah Moneng dari desa wisata Panglipuran, Bali, menuturkan desa tersebut punya aturan untuk menjaga lingkungan, salah satunya berkomitmen agar hutan bambu di sana tidak boleh beralih fungsi dan lahan pun tidak boleh dijual ke pihak luar.
"Selama COVID-19 kami tetap melaksanakan komitmen, menjaga kebersihan lingkungan dan menjaga budaya," katanya.
Sementara Titin Riyadiningsih, manajer desa wisata Sumberbulu di Karanganyar, Jawa Tengah menuturkan desa itu menawarkan wisata alam, budaya hingga eduwisata dalam paket menarik.
"Kami punya sumber daya manusia dan kearifan lokal yang dikemas menjadi atraksi wisata," katanya.
Edukasi biogas, pembuatan jamu tradisional, kelas memasak, "homestay" hingga tempat berkemah yang menarik jadi daya tarik desa Sumberbulu.
"Saat pandemi, kami mengembangkan sumber daya manusia karena desa wisata berkembang dari SDM. Kami mengadakan pelatihan-pelatihan dan kerjasama dengan universitas secara virtual," ujar dia.
Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) desa wisata Bonjeruk di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Usman, menegaskan prinsip utama dari pariwisata berkelanjutan adalah memahami bahwa manusia jadi potensi utama.
"Yang penting dan utama adalah manusia karena mereka menggali potensi dan mengembangkannya," katanya.
Lewat pariwisata berkelanjutan, harus dipastikan bahwa dari segi ekonomi masyarakat juga mendapatkan manfaat serta nilai tambah, lingkungan terjaga dan budaya pun tetap lestari.
Baca juga: Menparekraf terkesan keindahan alam dan budaya Ranupani Lumajang
Baca juga: DPR: Kebijakan lokal harus hadir dalam regulasi sektor pariwisata
Baca juga: Kampung Blekok Situbondo masuk 50 besar Anugerah Desa Wisata 2021
Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2021
Tags: