Jakarta (ANTARA) - Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono menyebutkan pelaku tindak pidana pemalsuan uang dan peredaran uang palsu menggunakan beragam modus operandi untuk melancarkan aksinya.

"Sebagai gambaran umum bahwa modus operandi yang digunakan para pelaku sangat beragam," kata Rusdi dalam konferensi pers pengungkapan kejahatan uang palsu di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis.

Beberapa modus operandi yang digunakan para pelaku, kata Rusdi, yakni para pelaku mengedarkan uang palsu di pasar-pasar tradisional atau di beberapa gerai belanja yang masih minim alat pendeteksi uang palsu.

Sementara itu, para pedagang di pasar tradisional, warung ataupun toko-toko tersebut cenderung tidak mengetahui perbedaan antara uang asli dengan uang palsu, diperparah lagi dengan ketajaman penglihatan yang kurang.

"Pengetahuan para penjual tentang uang palsu dan asli sangat rendah. Ini sering dimanfaatkan pelaku untuk melakukan tindakan," ujarnya.

Modus yang sering dilakukan oleh para pelaku pengedar uang palsu, lanjut Rusdi, adalah menukarkan uang atau bertransaksi membeli sesuatu di toko atau di warung.

Menurut dia, kebanyakan uang yang sering dipalsukan adalah pecahan Rp50 ribu dan Rp100 ribu.

Baca juga: Bareskrim Polri tangkap 20 tersangka tindak pidana uang palsu

Baca juga: Polisi sita Rp1,5 miliar uang palsu dari dukun pengganda uang di Bogor


Dalam modus ini, para pelaku berpura-pura menukarkan uang Rp100 ribu dalam pecahan Rp50 ribuan. Selain itu, agar korban tidak menyadari, para pelaku juga berpura-pura membeli suatu barang dengan uang palsu tersebut, sehingga mereka memperoleh uang asli dari kembaliannya.

Modus berikutnya, kata Rusdi, penggandaan uang dengan iming-iming mampu menggandakan uang. Akan tetapi uang yang diberikan ternyata uang palsu, baik berupa rupiah maupun mata uang asing.

Selain itu, untuk mengedarkan uang palsu, para pembuat uang palsu tidak selalu mengedarkannya sendiri, tetapi merekrut orang lain dengan sejumlah imbalan tertentu.

Adanya imbalan ini tentunya bisa jadi jumlah imbalan yang ditawarkan begitu menggiurkan atau bisa pula karena terdesak kebutuhan atau himpitan ekonomi.

"Ini beberapa modus operandi yang digunakan pelaku tindak pidana pemalsuan uang dan peredaran uang palsu," ungkap Rusdi.

Rusdi menambahkan, tindak pidana pemalsuan mata uang dan peredaran uang palsu masih jadi tantangan Polri, terlebih di masa pandemi tindak pidana ini masih terus terjadi di tengah-tengah masyarakat.

Tindak pidana uang palsu ini memberikan dampak merugikan masyarakat secara ekonomi, sekaligus juga menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap mata uang rupiah yang beredar di Tanah Air.

"Bareskrim Polri selaku pengemban fungsi penyelidikan dan penyidikan tindak pidana di tingkat Mabes Polri, serta selaku pembina teknis bagi pengemban fungsi reserse kriminal di seluruh Polda, Polres, dan Polsek jajaran, terus melakukan berbagai upaya dalam mengatasi tindak pidana pemalsuan mata uang serta peredaran uang palsu melalui Operasi Pengungkapan Kejahatan Uang Palsu," tuturnya.

Baca juga: Polisi bongkar jaringan pembuat uang palsu di Sumut

Baca juga: Polisi sebut satu miliar uang palsu dijual Rp5 juta


Diberitakan sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri menangkap 20 orang tersangka tindak pidana pemalsuan mata uang dan peredaran uang palsu di lima kota.

Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Wadirtipideksus) Kombes Pol Whisnu Hermawan menuturkan para tersangka merupakan tiga jaringan pemalsuan mata uang dan peredaran uang palsu di wilayah Jakarta-Bogor, wilayah Tangerang, Demak dan Sukoharjo, Jawa Tengah.

"Di antara para tersangka ini ada yang berstatus residivis, latar belakang pekerjaan ada yang pengangguran, dan kebanyakan tamat SMA," ucap Hermawan.