BI sebut tren penerapan Local Currency Settlement terus meningkat
23 September 2021 15:54 WIB
Tangkapan layar Direktur Eksekutif, Kepala Departemen Bank Indonesia (BI) Doddy Zulverdi dalam webinar “Dampak Penerapan LCS Diperluas, Bagaimana Nasib Rupiah?” di Jakarta, Kamis (23/9/2021). (ANTARA/Sanya Dinda)
Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif, Kepala Departemen Bank Indonesia (BI) Doddy Zulverdi mengatakan tren penerapan Local Currency Settlement (LCS) meningkat dalam transaksi perdagangan Indonesia dengan negara-negara mitra yakni Malaysia, Thailand, Jepang, dan China.
“Penggunaan LCS ini trennya naik terutama dengan bergabungnya Jepang lonjakannya luar biasa. Kalau kita lihat secara relatif terhadap total perdagangan dengan masing-masing negara tersebut ini pun cukup menggembirakan,” kata Doddy dalam webinar “Dampak Penerapan LCS Diperluas, Bagaimana Nasib Rupiah?” yang dipantau di Jakarta, Kamis.
Dody menjabarkan penerapan LCS dari total perdagangan Indonesia dengan Malaysia pada 2018 baru mencapai 1,4 persen. Porsi penggunaan LCS kemudian naik menjadi 3,6 persen pada 2019 dan menjadi 4,1 persen pada 2020.
Sepanjang semester I 2021, penggunaan LCS dalam transaksi perdagangan antara Indonesia dengan Malaysia telah mencapai 2,8 persen.
Baca juga: Dubes RI yakin skema pembayaran rupiah-yuan pulihkan ekonomi nasional
Senada, penerapan LCS dalam perdagangan Indonesia dengan Thailand juga meningkat dari 0,6 persen pada 2018 menjadi 1,1 persen pada 2019 dan menjadi 1,3 persen pada 2020. Sepanjang semester I 2021 porsi penggunaan LCS dari total perdagangan Indonesia dengan Thailand mencapai 0,8 persen.
“Di Jepang, selama tiga bulan setelah LCS disepakati pada 2020, porsi penerapannya baru mencapai 0,7 persen dari total perdagangan Indonesia dengan Jepang. Di tahun 2021 ini, pada enam bulan pertama, porsinya sudah 3,4 persen, kita bisa bayangkan kalau full year akan lebih besar lagi,” kata Doddy.
Baca juga: BI - Kementerian Keuangan Jepang perkuat kerja sama mata uang lokal
Doddy mengatakan penerapan LCS akan semakin meningkat setelah China turut dalam kerja sama penerapan LCS pada 6 September 2021 lalu.
Ia juga yakin akan semakin banyak pelaku usaha yang menerapkan LCS karena berbagai manfaat, seperti mata uang lokal dapat digunakan tidak hanya untuk memfasilitasi perdagangan, tetapi juga investasi, income transfer, dan remitensi.
Tanpa cross rate terhadap dolar AS, biaya konversi mata uang lokal pelaku usaha di kedua negara pun menjadi lebih efisien.
Di samping itu, dengan LCS, alternatif instrumen lindung nilai atau hedging dalam mata uang lokal tersedia, sehingga eksposur risiko bisa di-hedge dengan biaya yang lebih efisien. Penerapan LCS juga mendiversifikasi mata uang yang digunakan pelaku usaha dalam melakukan transaksi.
“Terakhir, karena dalam LCS ini dimungkinkan kelebihan dana dari transaksi itu bisa ditempatkan dalam mata uang lokal dan tidak harus dolar, maka tentu saja alternatif instrumen penempatan investasi menjadi lebih luas juga,” imbuhnya.
“Penggunaan LCS ini trennya naik terutama dengan bergabungnya Jepang lonjakannya luar biasa. Kalau kita lihat secara relatif terhadap total perdagangan dengan masing-masing negara tersebut ini pun cukup menggembirakan,” kata Doddy dalam webinar “Dampak Penerapan LCS Diperluas, Bagaimana Nasib Rupiah?” yang dipantau di Jakarta, Kamis.
Dody menjabarkan penerapan LCS dari total perdagangan Indonesia dengan Malaysia pada 2018 baru mencapai 1,4 persen. Porsi penggunaan LCS kemudian naik menjadi 3,6 persen pada 2019 dan menjadi 4,1 persen pada 2020.
Sepanjang semester I 2021, penggunaan LCS dalam transaksi perdagangan antara Indonesia dengan Malaysia telah mencapai 2,8 persen.
Baca juga: Dubes RI yakin skema pembayaran rupiah-yuan pulihkan ekonomi nasional
Senada, penerapan LCS dalam perdagangan Indonesia dengan Thailand juga meningkat dari 0,6 persen pada 2018 menjadi 1,1 persen pada 2019 dan menjadi 1,3 persen pada 2020. Sepanjang semester I 2021 porsi penggunaan LCS dari total perdagangan Indonesia dengan Thailand mencapai 0,8 persen.
“Di Jepang, selama tiga bulan setelah LCS disepakati pada 2020, porsi penerapannya baru mencapai 0,7 persen dari total perdagangan Indonesia dengan Jepang. Di tahun 2021 ini, pada enam bulan pertama, porsinya sudah 3,4 persen, kita bisa bayangkan kalau full year akan lebih besar lagi,” kata Doddy.
Baca juga: BI - Kementerian Keuangan Jepang perkuat kerja sama mata uang lokal
Doddy mengatakan penerapan LCS akan semakin meningkat setelah China turut dalam kerja sama penerapan LCS pada 6 September 2021 lalu.
Ia juga yakin akan semakin banyak pelaku usaha yang menerapkan LCS karena berbagai manfaat, seperti mata uang lokal dapat digunakan tidak hanya untuk memfasilitasi perdagangan, tetapi juga investasi, income transfer, dan remitensi.
Tanpa cross rate terhadap dolar AS, biaya konversi mata uang lokal pelaku usaha di kedua negara pun menjadi lebih efisien.
Di samping itu, dengan LCS, alternatif instrumen lindung nilai atau hedging dalam mata uang lokal tersedia, sehingga eksposur risiko bisa di-hedge dengan biaya yang lebih efisien. Penerapan LCS juga mendiversifikasi mata uang yang digunakan pelaku usaha dalam melakukan transaksi.
“Terakhir, karena dalam LCS ini dimungkinkan kelebihan dana dari transaksi itu bisa ditempatkan dalam mata uang lokal dan tidak harus dolar, maka tentu saja alternatif instrumen penempatan investasi menjadi lebih luas juga,” imbuhnya.
Pewarta: Sanya Dinda Susanti
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021
Tags: