Jakarta (ANTARA News) - Ketua DPR RI Marzuki Alie menyatakan kecewa terhadap Sekretariat Jenderal DPR RI dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan yang dinilai menyepelekan permintaan pimpinan DPR yang menyebabkan kerugian negara puluhan miliar.

"Kekecewaan saya kepada Setjen DPR dan BPKP terkait renovasi rumah jabatan anggota (RJA) yang tidak kunjung selesai dan bahkan minta tambahan anggaran," kata Marzuki Alie di Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat.

Menurut Marzuki, pimpinan DPR RI mengundang Sekretaris Jenderal DPR RI, Nining Indra Saleh dan jajarannya serta pimpinan BPKP untuk melakukan rapat konsultasi di gedung DPR RI, pada Jumat ini.

Pada rapat tersebut, kata Marzuki, pimpinan DPR akan meminta penjelasan dari Sekretaris Jenderal DPR RI soal keterlambatan penyelesaian renovasi RJA yang seharusnya selesai pada September 2010.

Pimpinan DPR juga akan meminta penjelasan kepada pimpinan BPKP mengapa tidak pernah melakukan audit pada proyek renovasi RJA, padahal permintaan audit dari pimpinan DPR RI kepada pimpinan BPKP sudah disampaikan sejak Juli 2010.

"Namun sampai saat ini BPKP tidak pernah melakukan audit. Pimpinan DPR RI bertanya-tanya mengapa BPKP tidak pernah melakukan audit terhadap proyek RJA, ada apa?," kata Marzuki.

Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat ini menegaskan, pada rapat konsultasi hari ini pimpinan DPR akan meminta ketegasan dari BPKP.

Karena, dengan sikap BPKP yang menyepelekan permintaan pimpinan DPR RI sudah merugikan keuangan negara hingga Rp22,5 miliar.

"Kalau memang BPKP tidak sanggup sampaikan saja terus terang, jangan diulur-ulur tanpa jawaban," katanya.

Marzuki menjelaskan, pimpinan DPR RI meminta bantuan BPKP melakukan audit proyek renovasi RJA DPR pada Juli 2010, setelah pejabat Setjen DPR RI menyampaikan laporan harus ada pekerjaan tambahan pada proyek renovasi RJA dan meminta tambahan anggaran.

Menurut Marzuki, pimpinan DPR tidak bisa begitu saja menerima atau menolak permintaan dari pejabat Sekretariat Jenderal DPR RI, tapi harus ada landasan yang jelas.

Karena itu, kata dia, pimpinan DPR RI meminta bantuan BPKP untuk mengaudit keuangan dan pelaksanaan proyek renovasi RJA, apakah ada penyimpangan atau tidak.

Namun, BPKP tidak pernah melakukan audit hingga saat ini, sedangkan proyek renovasi RJA yang seharusnya sudah selesai pada September 2010 juga belum selesai hingga saat ini.

"Jika BPKP melakukan audit, dari hasil audit tersebut bisa menjadi landasan bagi pimpinan DPR RI untuk melakukan langkah selanjutnya," katanya.

Konsekuensi dari keterlambatan proyek renovasi RJA itu negara telah dirugikan hingga Rp22,5 miliar.

Rinciannya, negara harus mengeluarkan uang sewa rumah kepada anggota DPR RI sebesar Rp15 juta per bulan per orang.

Ada sekitar 500 orang dari 560 anggota DPR yang belum mendapat rumah dinas dan keterlambatan sudah selama tiga bulan.
(R024/B010)