Jakarta (ANTARA) - Peneliti Institute for Criminal Justice Reform Maidina Rahmawati mengatakan bahwa pemerintah dan DPR harus melakukan evaluasi hukum pidana untuk mengatasi kelebihan kapasitas di lembaga pemasyarakatan (lapas).

"Pemerintah dan DPR harus memberikan evaluasi kepada hukum pidana untuk tidak lagi bergantung dengan penggunaan pidana penjara," kata Maidina dalam seminar bertajuk "Memadamkan Kebakaran Lapas: Evaluasi Menyeluruh Kebijakan Sistem Peradilan Pidana Indonesia" yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Selasa.

Ia mengatakan bahwa 39 persen legislasi di Indonesia memuat ketentuan pidana, dan 72 persen di antaranya memuat kriminalisasi baru. Mayoritas dari kriminalisasi baru tersebut, kata Maidina, merupakan bentuk tindak pidana modifikasi dari yang sudah ada.

"Bicara soal ketentuan pidana pun, mayoritas hukuman yang diberlakukan di legislasi tersebut adalah pidana penjara," tutur peneliti ICJR ini.

Baca juga: ICJR keluarkan rekomendasi selamatkan rutan-lapas kelebihan kapasitas

Baca juga: Tiga RUU mendesak disahkan atasi over kapasitas Lapas


Berdasarkan hasil penelitian ICJR, Maidina mengatakan bahwa pidana penjara 52 kali lebih sering digunakan dibandingkan dengan pidana lainnya.

Tendensi penggunaan pidana penjara mengakibatkan kelebihan kapasitas lapas dan berdampak pada upaya pengawasan, perawatan, dan juga evakuasi cepat apabila lapas mengalami kondisi darurat, sebagaimana yang terjadi di Lapas Tangerang.

"Akhirnya justru memberikan dampak negatif ketika terjadi kondisi tersebut," ucapnya.

Terkait dengan tren kejahatan, Maidina memaparkan bahwa tren kejahatan di Indonesia justru mengalami penurunan dan cenderung stabil dari 2008-2020, berdasarkan pada data BPS. "Jumlah kejadian kejahatan secara umum pun menurun," tutur dia.

Oleh karena itu, ia memberikan penegasan bahwa kelebihan kapasitas lapas tidak diakibatkan oleh tren kejahatan yang meningkat, tetapi diakibatkan oleh kesalahan dalam kebijakan legislasi. Dalam paparan yang ia berikan, 91,34 persen legislasi di Indonesia memuat hukuman pidana penjara.

"Penyebab overcrowding bukan karena meningkatnya tren kejahatan, melainkan karena kesalahan dalam kebijakan legislasi," ujar Maidina.

Baca juga: Kemenkumham: Utamakan aspek kesehatan bukan pemenjaraan

Baca juga: Wamenkumham tegaskan "over" kapasitas lapas bukan salah Kemenkumham