Jakarta (ANTARA) - Psikolog dari Universitas Indonesia Vera Itabiliana Hadiwidjojo mengatakan keputusan yang diambil oleh orang tua sangat berpengaruh atas terjadinya pernikahan dini pada anak di bawah umur.

“Tentu berperan besar, bahkan ada orang tua yang mendorong anak untuk menikah dini atau ada yang merasa tidak punya daya untuk membuka pikiran anak yang memaksa untuk menikah dini,” kata Vera saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Senin.

Vera menuturkan hingga saat ini, masih ada orang tua yang berfikir bahwa pernikahan dini dilakukan karena takut anak melakukan dosa atau daripada berzina. Sehingga masih banyak yang melihat pernikahan sebagai solusi menyelesaikan suatu masalah.

Ia mengatakan, dengan menyetujui seorang anak melakukan pernikahan dini maka orang tua akan membuat anak tersebut kehilangan masa muda di mana anak dapat berkarya dan mengenyam pendidikan yang tinggi.

Namun apabila anak memang ingin melakukan pernikahan dini, Vera menyarankan orang tua dapat berperan sebagai teman diskusi untuk melihat apa saja baik buruknya konsekuensi dari pernikahan dini yang sering kali belum dipertimbangkan matang, sehingga anak akan berfikir lebih lanjut untuk melakukan pernikahan itu.

“Edukasi seksual juga perlu diperkaya dengan edukasi hubungan yang sehat, pemberdayaan diri agar dapat membela diri terhadap kekerasan seksual. Edukasi ini juga perlu diiringi dengan pemberian berbagai alternatif pilihan yang dapat ditempuh anak dan orang tuanya untuk meningkatkan kesejahteraan hidup tanpa melalui pernikahan dini,” kata dia.

Baca juga: Psikolog: Edukasi seksualitas bantu cegah pernikahan dini pada anak
Baca juga: Ketua DPD berharap pemerintah tak berhenti edukasi cegah nikah dini


Psikolog dari Klinik Terpadu Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Anna Surti Ariani juga mengatakan bahwa orang tua memiliki peran yang besar untuk mendorong seorang anak melakukan pernikahan dini.

“Menurut saya sangat berpengaruh. Jadi pertama bagaimana si orang tua itu membentuk keluarganya. Semakin harmonis keluarganya kemudian juga banyak berdiskusi dengan anak- anaknya, risiko menikah di usia dini itu lebih kecil,” kata Anna.

Ia mengatakan keputusan orang tua dalam menciptakan suatu keluarga yang harmonis, dapat menentukan pemikiran seorang anak untuk melakukan pernikahan dini, karena orang tua akan melakukan komunikasi dengan anak untuk mengetahui keinginan anak yang sesungguhnya.

“Jadi ada beberapa kasus pernikahan anak itu sebenarnya untuk lari dari kondisi keluarganya yang bermasalah. Anak ini merasa lebih baik dia menikah, dibandingkan harus berada di rumah yang tidak ia sukai seperti itu misalnya,” kata dia.

Baca juga: Pernikahan dini berpotensi timbulkan kekerasan terhadap anak
Baca juga: Pernikahan dini di Tanjungpinang perlu perhatian serius


Lebih lanjut Anna mengatakan pendidikan dan wawasan orang tua dapat menentukan terjadinya pernikahan dini pada anak. Hal tersebut dikarenakan dengan memiliki pendidikan atau wawasan mengenai sebuah pernikahan, orang tua akan mengharapkan anaknya untuk tidak menikah pada usia muda.

Namun, hal tersebut akan berbeda pada orang tua yang memiliki pengetahuan rendah, enggan melakukan sesuatu dan hanya memberikan imajinasi pernikahan palsu pernikahan pada anak. Anna mengatakan melalui imajinasi palsu tersebut, dapat mendorong anak untuk melakukan pernikahan sebelum waktunya.

Anna menuturkan orang tua memang memiliki peran yang cukup besar, namun sering kali orang tua tidak menyadari bahwa peran tersebut dapat mendorong anak untuk melakukan pernikahan dini. Sehingga, penting untuk orang tua menyadari bahwa melakukan pernikahan pada anak di bawah umur adalah hal yang salah.

“Kadang-kadang orang tua justru menyalahkan anak, kesannya anak yang salah padahal kalau orang tua sudah melakukan peran dengan sebaik-baiknya dia bisa mencegah melakukan pernikahan dini,” ujar Anna.

Baca juga: Angka pernikahan dini di Kaltim masih tinggi, capai 13,9 persen
Baca juga: Wapres larang pernikahan dini untuk cegah stunting
Baca juga: KPI diharapkan berperan tekan pernikahan dini