Calon hakim agung tampik pengawasan oleh KY dan MA tumpang-tindih
20 September 2021 12:53 WIB
Dokumentasi Hakim Ketua Dwiarso Budi Santiarto memimpin sidang lanjutan kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di Pengadilan Jakarta Utara, Auditorium Kementan, Jakarta, Selasa (11/4). ANTARA FOTO/Pool/Rommy Pujiant
Jakarta (ANTARA) - Calon hakim agung Dwiarso Budi Santiarto menampik atau meluruskan bahwa pengawasan antara Komisi Yudisial (KY) RI dan Mahkamah Agung (MA) sering tumpang-tindih saat menjalani uji kepatutan dan uji kelayakan atau fit and proper test.
"Sebetulnya bukan tumpang tindih, yang ada hanyalah masalah komunikasi," kata Dwiarso Budi Santiarto di hadapan anggota Komisi III DPR RI di Jakarta, Senin.
Hal tersebut ditegaskannya saat menjabat sebagai Kepala Badan Pengawasan MA sehingga mengetahui atau memahami yang terjadi bukan tumpang-tindih antara dua lembaga, melainkan hanya karena komunikasi saja.
Banyak rekomendasi yang disampaikan KY kepada MA. Akan tetapi, setelah ditelaah lebih dalam oleh pimpinan, ternyata pengaduan tersebut berkaitan dengan teknis yudisial, materi, atau substansi putusan.
Hal tersebut, lanjut Budi, bukan menjadi kewenangan KY, termasuk pula Badan Pengawasan MA, karena tidak memiliki wewenang untuk hal itu sebab sudah menyangkut kemandirian hakim.
"Kecuali apabila dalam memutus perkara terdapat indikasi hakim melakukan pelanggaran etik. Misalnya, masalah integritas atau menerima sesuatu dari pihak yang berperkara," katanya.
Kalau sudah mengarah ke sana, kata dia, baru diperiksa. Dengan demikian, bukan masalah substansi putusan.
Menurut dia, bagaimanapun hukuman disiplin dari Badan Pengawasan MA tidak bisa menganulir putusan yang sudah dijatuhkan oleh hakim.
"Yang bisa membatalkan atau menganulir putusan hakim hanya putusan pengadilan yang lebih tinggi," ujarnya.
Dalam uji kelayakan dan kepatutan tersebut, Komisi III juga melontarkan pertanyaan mengenai sistem pengawasan yang lebih harmonis antara KY dan MA.
Budi mengakui masih perlu sinergi yang lebih kuat antara KY sebagai pengawas eksternal dan Badan Pengawasan MA sebagai pengawas internal.
"Kami perlu bersinergi. Alhamdulillah, kami juga sudah beberapa kali mengadakan majelis kehormatan hakim yang merupakan gabungan KY dan MA," kata Budi.
Di satu sisi, dia memahami jika jika terjadi disharmonis antara KY dan MA. Maka, situasi tersebut bisa saja dimanfaatkan oleh terlapor atau hakim nakal.
Baca juga: Calon hakim agung Dwiarso dukung RUU Perampasan Aset
Baca juga: Komisi III DPR gelar RDP secara tertutup terkait calon hakim agung
"Sebetulnya bukan tumpang tindih, yang ada hanyalah masalah komunikasi," kata Dwiarso Budi Santiarto di hadapan anggota Komisi III DPR RI di Jakarta, Senin.
Hal tersebut ditegaskannya saat menjabat sebagai Kepala Badan Pengawasan MA sehingga mengetahui atau memahami yang terjadi bukan tumpang-tindih antara dua lembaga, melainkan hanya karena komunikasi saja.
Banyak rekomendasi yang disampaikan KY kepada MA. Akan tetapi, setelah ditelaah lebih dalam oleh pimpinan, ternyata pengaduan tersebut berkaitan dengan teknis yudisial, materi, atau substansi putusan.
Hal tersebut, lanjut Budi, bukan menjadi kewenangan KY, termasuk pula Badan Pengawasan MA, karena tidak memiliki wewenang untuk hal itu sebab sudah menyangkut kemandirian hakim.
"Kecuali apabila dalam memutus perkara terdapat indikasi hakim melakukan pelanggaran etik. Misalnya, masalah integritas atau menerima sesuatu dari pihak yang berperkara," katanya.
Kalau sudah mengarah ke sana, kata dia, baru diperiksa. Dengan demikian, bukan masalah substansi putusan.
Menurut dia, bagaimanapun hukuman disiplin dari Badan Pengawasan MA tidak bisa menganulir putusan yang sudah dijatuhkan oleh hakim.
"Yang bisa membatalkan atau menganulir putusan hakim hanya putusan pengadilan yang lebih tinggi," ujarnya.
Dalam uji kelayakan dan kepatutan tersebut, Komisi III juga melontarkan pertanyaan mengenai sistem pengawasan yang lebih harmonis antara KY dan MA.
Budi mengakui masih perlu sinergi yang lebih kuat antara KY sebagai pengawas eksternal dan Badan Pengawasan MA sebagai pengawas internal.
"Kami perlu bersinergi. Alhamdulillah, kami juga sudah beberapa kali mengadakan majelis kehormatan hakim yang merupakan gabungan KY dan MA," kata Budi.
Di satu sisi, dia memahami jika jika terjadi disharmonis antara KY dan MA. Maka, situasi tersebut bisa saja dimanfaatkan oleh terlapor atau hakim nakal.
Baca juga: Calon hakim agung Dwiarso dukung RUU Perampasan Aset
Baca juga: Komisi III DPR gelar RDP secara tertutup terkait calon hakim agung
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021
Tags: