Jakarta (ANTARA News) - Radio Surabaya, Kompas, dan sejumlah kecil media mungkin bisa menjadi referensi penting mengenai bagaimana industri media tetap relevan dengan zaman karena mereka memiliki tradisi untuk peduli pada era, teknologi, dan kecenderungan sosial, sekaligus setia menjaga kaidah dan etika jurnalistik.

Di level dunia, kepedulian serupa itu ditunjukkan banyak media yang selama ini menjadi standard internasional, salah satunya Kantor Berita Reuters yang merger dengan Thomson Corporation pada 14 Mei 2007 menjadi Thomson Reuters.

Saat banyak media massa mengutuk rusaknya jurnalisme akibat perkembangan teknologi informasi dan fenomena media sosial, Reuters yang berdiri pada 1851 justru mengakrabi fenomena-fenomena baru itu.

Salah satunya adalah dengan mengenalkan "Mobile Journalism", disingkat Mojo. Bagi para penguasa online seperti detik.com di Indonesia, konsep yang pertama dikenalkan Reuters Oktober 2007 ini tidaklah asing.

Bermitra dengan Nokia, para reporter Reuters di lapangan membekali diri dengan kit ringan berbasis videophone untuk membuat dan menyiarkan berita tanpa perlu bantuan teknis atau editorial tambahan. Kini Mojo Reuters mengadopsi aplikasi berita dari Blackberry, iPad, iPhone, iPod, dan sistem operasi Android dari Google.

Dalam konsep ini, reporter bisa membuat berita video, foto, audio, dan teks sekaligus, tanpa menggunakan laptop. Para reporter mengedit, mencipta, dan menyiarkan ragam konten multimedia mereka sendiri, dari fesyen sampai politik.

Reuters juga mengembangkan interface editorial mobile yang menautkan toolkit pada jurnalis di lapangan dengan proses editorial di meja redaksi yang memungkinkan berita disiarkan nyaris instan dari lapangan.

Fasilitas-fasilitas metadata pada interface mobile ini otomatis menghimpun semua informasi yang disimpan kit, berdasarkan konteks berita, lokasi, dan waktu.

"Kit ini adalah aplikasi yang sangat mudah digunakan sehingga memenuhi kebutuhan para jurnalis di lapangan," kata Nic Fulton, kepala ilmuwan Reuters Media.

Ketimbang komputer pangku yang ringkih, aplikasi jurnalisme mobile ini memungkinkan jurnalis membuat berita secara lengkap dan memberkasnya guna disiarkan tanpa harus meninggalkan situs peristiwa.

"Ini membuat kami menghemat waktu dan menguntungkan pembaca karena mereka mendapatkan berita-berita kualitas tinggi yang jelas up-to-date," terang Fulton.

Laporan investigatif

Tak hanya itu, setahun setelah mengenalkan reportase investigatif, Reuters berencana meningkatkan model reportase investigatifnya itu setelah mendapat masukan berharga dari pasar.

Menurut redaktur berita online Reuters, Keith McCallister, para pembaca melahap dengan rakus konten-konten jurnalisme investigatif. Konten-konten berita investigatif lebih sering dibaca ketimbang artikel-artikel Reuters lainnya.

Jim Impoco, redaktur laporan investigatif Reuters, yakin bahwa bagian dari kesuksesan Reuters dalam menyajikan laporan investigatif adalah buah dari banyaknya awak lapangan yang dimiliki Reuters. Kantor berita kelas dunia ini mempekerjakan 2.800 wartawan di lebih dari 200 biro seluruh dunia.

Pendorong kesuksesan laporan investigatif Reuters lainnya adalah dana yang tak terbatas.

Pemimpin Redaksi Reuters David Schlesinger sering dengan entengnya menandatangani kebutuhan-kebutuhan dana para reporternya yang hendak meliput berita-berita investigatif.

Sukses reportase investigatif Reuters ini turut membangkitkan harapan kantor-kantor berita lainnya yang dituntut mengakrabi model jurnalisme seperti itu di tengah krisis media belakangan ini, tulis Robert Eisenhart dari Business Insider.

Intinya, Reuters mengajarkan bahwa lembaga jurnalistik dan awaknya harus sedinamis zaman dan perkembangan teknologi.

Di Universitas Hongkong pada 15 Oktober 2010, David Schlesinger menyatakan jurnalis dan organisasi berita semestinya beradaptasi dengan perubahan-perubahan dalam industri media dengan menciptakan lebih banyak analisis dan abai pada animo pembaca.

Schlesinger bukan orang sembarangan. Dia jurnalis tulen yang memimpin redaksi Reuters dari pengalaman jurnalistiknya yang kaya.

Bergabung dengan Reuters pada 1987 sebagai koresponden Hongkong, lalu mengepalai redaksi kawasan Taiwan, China dan China Raya pada 1989-1995. Kemudian ditarik ke New York menjadi Editor Finansial. Setelah itu menjadi Managing Editor kawasan Amerika dan Wakil Presiden Eksekutif kawasan Amerika.

Sebelum memimpin redaksi Reuters pada Januari 2007, selama tiga tahun dia menjabat Global Managing Editor Reuters. Dia juga anggota Komisi Perlindungan Wartawan dan aktif pada Forum Ekonomi Dunia sebagai anggota International Media Council dan China Agenda Council.

Tak heran dia amat memahami jurnalisme dan bisnis media, sekaligus hukum-hukum berberita dan etika jurnalistik.

Ala penerbit

Schlesinger mengatakan, bisnis media tak boleh lagi terlalu bekutat pada berita-berita lempang, namun lebih pada menyediakan informasi yang membuka wawasan dan mendorong orang bertindak. Dia menyebutnya berlaku ala penerbit.

"Para jurnalis yang memahami ini akan bertahan, sedangkan mereka yang tak memahami ini tak lagi relevan," katanya.

Etos kerja penerbit tak dijelaskan oleh seberapa banyak konten dipublikasi, melainkan ditentukan oleh kemampuannya dalam menangkap keinginan pengguna dan bagaimana membuat pengguna betah lama-lama menikmati sajian.

Dia berkata, "Jurnalisme semacam ini membutuhkan tiga pilar, yaitu keunggulan jurnalistisk, presentasi dan kemanfaatan untuk klien."

Lalu, saat publik dengan mudah memperoleh informasi, organisasi berita harus melangkah jauh dari sekedar menyajikan fakta. Untuk berangkat ke sana, jurnalis harus dibekali wawasan, kemampuan menafsir, dan berkomentar canggih yang bisa membuatnya melewati kompetisi, sekaligus memegang teguh prinsip-prinsip jurnalisme.

"Yang juga penting dalam informasi adalah presentasi atraktif yang eye-catching. Anda harus fokus pada pemaketan," papar Schlesinger.

Akhirnya, organisasi berita mesti memberikan informasi bernilai tambah kepada pembacanya dan untuk itu jurnalis mesti bisa menulis konten yang berdampak lama. Syaratnya, jurnalis perlu menyempitkan fokus kepada segmen pembaca tertentu, lalu memahami minat dan kebiasaan segmen tersebut.

Pelajaran lainnya dari Schlesinger adalah soal brand. "Anda bukan siapa-siapa tanpa brand Anda. Anda mesti membangun diri Anda sendiri, apa yang Anda perjuangkan, itulah kepakaran Anda."

Kemudian, seorang jurnalis harus berani mengambil spesialisasi demi menghadapi pasar kerja jurnalistik yang kompetitif. Jangan lupa, tulis Schlesinger, feed Facebook dan Twitter yang menarik akan membantu karir jurnalis.

Kini, mari perhatikan pedoman praktis dari David Schlesinger mengenai bagaimana jurnalisme semestinya bekerja.
  1. Tahu berita itu belum cukup.
  2. Memberitakan itu hanya satu permulaan.
  3. Mendiskusikan (materi) berita sama pentingnya dengan berita itu sendiri.
  4. Semakin paternalistik dan otoritatif, semakin kurang percaya publik kepada Anda.
  5. Semakin menyerahkan kontrol kepada pembaca, semakin hormat publik kepada Anda.
  6. Semakin merangkul teknologi sebagai platform (berita), semakin banyak ide yang dapat Anda saingkan (dengan yang lain).
  7. Semakin jelas dan berkarakter, semakin bisa Anda mengendalikan agenda seting pemberitaan.
  8. Semakin melihat jauh dari yang diberitakan, semakin banyak nilai yang Anda punyai.
  9. Jika Anda bernilai saat yang lain tak bernilai, maka Anda akan beroleh penghargaan tinggi.

"Mudahkah? Tidak, tapi itu menyenangkan dan transformatif," kata Schlesinger. (*) AR09/B010
jafarsidik@antaranews.com