Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari mengatakan pembelajaran secara digital yang dilakukan Kartu Prakerja membantu menyelesaikan tantangan ketenagakerjaan di era digital.

“Pembelajaran secara digital yang dilakukan Kartu Prakerja membantu menyelesaikan tantangan ketenagakerjaan kita, yakni kecilnya lowongan pekerjaan serta rendahnya skill angkatan kerja. Sejak awal kami bertekad menjadikan Kartu Prakerja sebagai sebuah produk, dan bukan sekadar program yang menyerap dana APBN,” kata Denni dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Minggu.

Doktor ekonomi lulusan University of Colorado at Boulder, Amerika Serikat ini menekankan, layaknya sebuah korporasi, Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja menerapkan standar tinggi agar produk ini tidak menjadi produk gagal.

Baca juga: Kartu Prakerja dinilai disrupsi pasar pelatihan kerja jadi "on demand"

“Untuk itu, kami harus mendengarkan suara konsumen. Pendekatannya customer-centric, dengan memperhatikan berbagai masukan di media sosial, layanan pengaduan maupun platform-platform lain, demi terus memperbaiki diri bagi kebaikan penerima manfaat di masa mendatang,” urainya.

Denni menambahkan, salah satu ciri produk gagal yakni saat dirilis tidak banyak orang yang tahu. Program-program semacam itu menghasilkan setumpuk laporan serta berbagai kegiatan seremonial dan selebrasi, tapi ternyata tidak menghasilkan dampak untuk rakyat banyak.

Baca juga: 1,5 tahun berjalan, Kartu Prakerja jangkau 10,6 juta penerima manfaat

“Sebaliknya, informasi Program Kartu Prakerja banyak dicari masyarakat di media. Tahun lalu, Kartu Prakerja menjadi berita nomor satu paling trending di Google, dengan pengikut Instagram mencapai 3,4 juta followers. Pada tahun ini, peningkatan penerima Kartu Prakerja di Papua melonjak lebih dari 350 persen,” papar ekonom yang pernah menjadi Asisten Staf Khusus Wakil Presiden Boediono.

Dengan kelebihan teknologi digitalnya, Kartu Prakerja berhasil menjadi program inklusif yang mampu mengukur perkembangan proses pembelajaran para penerimanya.

Baca juga: Pemerintah terus memperbaiki Program Kartu Prakerja

Selain itu, inklusivitas program terlihat karena Kartu Prakerja terbukti mampu merangkul orang-orang di perdesaan, eks Pekerja Migran Indonesia, difabel, serta mereka yang tinggal di daerah tertinggal.

Deputi Ekonomi Kantor Staf Presiden 2015-2020 ini menyatakan bahwa Program Kartu Prakerja merupakan cara pemerintah melakukan intervensi ketika terjadi kegagalan pasar.

“Saat ini terjadi ‘market failure’. Pasar pelatihan gagal menghasilkan kuantitas dan kualitas angkatan kerja secara optimal. Di sinilah Kartu Prakerja mendisrupsi pasar pelatihan kerja, dari yang semula top down menjadi on demand,” kata akademisi Universitas Gadjah Mada itu.

Baca juga: Guru Besar IPB: Program Kartu Prakerja beri nilai manfaat tinggi

Denni Purbasari menyebut, selain pencari kerja dan karyawan terkena PHK, profil penerima Kartu Prakerja awalnya merupakan pekerja dengan gaji Rp1,3 juta per bulan atau pelaku usaha kecil dengan omzet Rp1,1 juta per bulan.

“Kami bersyukur, setelah mengikuti berbagai pelatihan di ekosistem Kartu Prakerja, mereka mampu meningkatkan keterampilan diri sehingga kesejahteraannya meningkat. Yang belum memiliki pekerjaan bisa diterima kerja, yang kerja kantoran statusnya naik, serta yang bergerak di bidang UMKM pun makin maju usahanya,” jelas dia.

Baca juga: Kartu Prakerja diharapkan jadi warisan peningkatan kompetensi SDM