Dewan Pers Catat 25 Kasus Kekerasan Media
29 Desember 2010 15:51 WIB
Ilustrasi sejumlah wartawan yang tergabung dalam Forum Jurnalis Indonesia (FJI) menggelar aksi tabur bunga terkait kematian kontributor SunTV Ridwan Salamun, di bundaran HI, Jakarta (ANTARA/Yudhi Mahatma)
Jakarta (ANTARA News) - Dewan Pers mencatat terjadi 25 kasus kekerasan terhadap media sepanjang 2010, dalam berbagai bentuk, yakni intimidasi, pelecehan verbal, perusakan alat liputan, perusakan kantor media, menghalangi peliputan, penyekapan, penganiayaan, dan pembunuhan.
"Jumlah kasus kekerasan ini mengalami kenaikan. LBH Pers mengatakan ini yang teburuk," kata Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers, Dewan Pers, Agus Sudibyo ketika menjelaskan catatan akhir tahun Dewan Pers, di Jakarta, Rabu, yang juga dihadiri Ketua Dewan Pers, Bagir Manan, dan Waki Ketua, Bambang Harymurti.
Data Dewan Pers yang dijabarkan menunjukkan pelaku kekerasan pada media ini beragam, yakni pejabat publik, staf instansi pemerintah, artis, masyarakat, dan preman.
Namun, Dewan Pers juga mencatat dalam beberapa kasus kekerasan terhadap media, diawali oleh perilaku wartawan yang melanggar prinsip profesionalisme dan kode etik jurnalistik.
Penyebab kekerasan terhadap media ini beragam. Menurut Agus, kekerasan ini disebabkan belum optimalnya perlindungan terhadap kemerdekaan pers, termasuk perlindungan untuk wartawan.
Menambahkan penjelasan Agus, Bagir Manan menjelaskan, kekerasan pada media terjadi karena adanya kesewenang-wenangan dalam kekuasan. Selain itu, ada faktor di mana masyarakat sendiri tidak ingin terusik kenyamanannya karena pemberitaan media.
"Kalau dilihat dari sudut jurnalistik, ini adalah konsekuensi dari kebebasan pers. Kebesan pers menuntut wartawan menyampaikan informasi secara bebas, tetapi di sisi lain ada pihak yang tidak bisa menerima itu," kata Bagir.
Terlepas dari pelaku dan penyebab kekerasan ini, Dewan Pers menilai keselamatan wartawan masih menjadi masalah yang serius di Indonesia, dan semestinya pemerintah memberikan perhatian serius terhadap berbagai gejala kekerasan atau kriminalisasi terhadap wartawan dan media yang meningkat.
Dewan Pers melalui pernyataan resminya yang disampaikan Agus, meminta agar Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono, untuk lebih memberikan perhatian terhadap masalah kekerasan terhadap media ini.
"Negara mempunyai kewajiban sekaligus kepentingan memastikan tegaknya prinsip-prinsip kemerdekaan pers, dan sekaligus, melindungi keselamatan dari berbagai bentuk kekerasan dan pemaksaan yang melawan hukum," kata Agus menyampaikan sikap Dewan Pers.
Dewan Pers menyatakan, penegak hukum harus membuktikan komitmennya untuk mengusut tuntas kasus kekerasan yang terjadi. Ketegasan dari penegak hukum ini memberikan pembelajaran bagi masyarakat bahwa tindakan kekerasan terhadap pers tidak dapat dibenarkan dan melanggar hukum.
Tetapi, Dewan Pers juga mengingatkan, kekerasan terhadap media juga harus menjadi tanggung jawab perusahaan media. Media harus membekali wartawan dengan pemahaman komprehensif tentang etika dan profesionalisme.
Selain itu, Dewan Pers menegaskan, perusahaan media seharusnya tidak membebani wartawan dengan tuntutan kerja yang tidak masuk akal, sehingga wartawan mengabaikan etika peliputan.
(T.H017/P003)
"Jumlah kasus kekerasan ini mengalami kenaikan. LBH Pers mengatakan ini yang teburuk," kata Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers, Dewan Pers, Agus Sudibyo ketika menjelaskan catatan akhir tahun Dewan Pers, di Jakarta, Rabu, yang juga dihadiri Ketua Dewan Pers, Bagir Manan, dan Waki Ketua, Bambang Harymurti.
Data Dewan Pers yang dijabarkan menunjukkan pelaku kekerasan pada media ini beragam, yakni pejabat publik, staf instansi pemerintah, artis, masyarakat, dan preman.
Namun, Dewan Pers juga mencatat dalam beberapa kasus kekerasan terhadap media, diawali oleh perilaku wartawan yang melanggar prinsip profesionalisme dan kode etik jurnalistik.
Penyebab kekerasan terhadap media ini beragam. Menurut Agus, kekerasan ini disebabkan belum optimalnya perlindungan terhadap kemerdekaan pers, termasuk perlindungan untuk wartawan.
Menambahkan penjelasan Agus, Bagir Manan menjelaskan, kekerasan pada media terjadi karena adanya kesewenang-wenangan dalam kekuasan. Selain itu, ada faktor di mana masyarakat sendiri tidak ingin terusik kenyamanannya karena pemberitaan media.
"Kalau dilihat dari sudut jurnalistik, ini adalah konsekuensi dari kebebasan pers. Kebesan pers menuntut wartawan menyampaikan informasi secara bebas, tetapi di sisi lain ada pihak yang tidak bisa menerima itu," kata Bagir.
Terlepas dari pelaku dan penyebab kekerasan ini, Dewan Pers menilai keselamatan wartawan masih menjadi masalah yang serius di Indonesia, dan semestinya pemerintah memberikan perhatian serius terhadap berbagai gejala kekerasan atau kriminalisasi terhadap wartawan dan media yang meningkat.
Dewan Pers melalui pernyataan resminya yang disampaikan Agus, meminta agar Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono, untuk lebih memberikan perhatian terhadap masalah kekerasan terhadap media ini.
"Negara mempunyai kewajiban sekaligus kepentingan memastikan tegaknya prinsip-prinsip kemerdekaan pers, dan sekaligus, melindungi keselamatan dari berbagai bentuk kekerasan dan pemaksaan yang melawan hukum," kata Agus menyampaikan sikap Dewan Pers.
Dewan Pers menyatakan, penegak hukum harus membuktikan komitmennya untuk mengusut tuntas kasus kekerasan yang terjadi. Ketegasan dari penegak hukum ini memberikan pembelajaran bagi masyarakat bahwa tindakan kekerasan terhadap pers tidak dapat dibenarkan dan melanggar hukum.
Tetapi, Dewan Pers juga mengingatkan, kekerasan terhadap media juga harus menjadi tanggung jawab perusahaan media. Media harus membekali wartawan dengan pemahaman komprehensif tentang etika dan profesionalisme.
Selain itu, Dewan Pers menegaskan, perusahaan media seharusnya tidak membebani wartawan dengan tuntutan kerja yang tidak masuk akal, sehingga wartawan mengabaikan etika peliputan.
(T.H017/P003)
Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010
Tags: