Kemenperin: Indonesia jadi penentu harga CPO global pada 2045
16 September 2021 18:58 WIB
Tangkapan layar,Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Republik Indonesia Emil Satria saat menjadi narasumber webinar pengembangan ekonomi daerah yang digelar BI Kalbar. ANTARA/Dedi.
Pontianak (ANTARA) - Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Republik Indonesia Emil Satria mengharapkan pada tahun 2045 Indonesia sudah bisa menjadi penentu harga minyak mentah sawit (CPO) global.
"Visi hilirisasi pemerintah, bahwa pada tahun 2045 Indonesia menjadi pusat produsen dan konsumen produk-produk turunan minyak sawit dunia. Sehingga mampu menjadi penentu harga CPO global," ujarnya saat webinar pengembangan ekonomi daerah dengan tema Akselerasi Pengembangan Industri Kelapa Sawit untuk Mendukung Ekonomi Berkelanjutan di Provinsi Kalbar, Kamis.
Emil Satria mengatakan Indonesia sangat beralasan bisa menjadi penentu harga CPO global karena saat ini sudah menguasai pasar sebesar 55 persen.
"Indonesia mengekspor tidak kurang dari 37,3 juta ton CPO. Sehingga mampu menempati 55 persen dari pangsa pasar global yang ada. Dengan angka tersebut Indonesia mampu dan bisa dikatakan sebagai penentu harga," jelas dia.
Terkait harga CPO saat ini menurutnya tren cukup tinggi mencapai 1.185 dolar AS/metrik ton.
Kenaikan harga menurutnya karena faktor kebijakan tarif pungutan ekspor Indonesia selaku produsen terbesar minyak sawit.
"Kemudian ada kebijakan mandatori biodiesel yang konsisten kami lakukan sejak tahun 2018. Kebijakan B30 tersebut juga menjadi Indonesia konsumen terbesar minyak sawit dunia," katanya.
Selain itu, saat pandemi COVID-19 ini Indonesia juga mendapat keuntungan dari faktor fundamental lain karena dari kebutuhan CPO untuk bahan hand sanitizer dan sabun meningkat.
"Faktor fundamental lain saat pandemi ini adalah lock down di negara-negara penghasil minyak nabati kompetitor Indonesia. Terdapat beberapa negara yang melakukan lock down. Sehingga kami dapat mengambil kesempatan itu serta karena meningkatnya kebutuhan bahan hand sanitizer dan sabun," ucapnya.
"Visi hilirisasi pemerintah, bahwa pada tahun 2045 Indonesia menjadi pusat produsen dan konsumen produk-produk turunan minyak sawit dunia. Sehingga mampu menjadi penentu harga CPO global," ujarnya saat webinar pengembangan ekonomi daerah dengan tema Akselerasi Pengembangan Industri Kelapa Sawit untuk Mendukung Ekonomi Berkelanjutan di Provinsi Kalbar, Kamis.
Emil Satria mengatakan Indonesia sangat beralasan bisa menjadi penentu harga CPO global karena saat ini sudah menguasai pasar sebesar 55 persen.
"Indonesia mengekspor tidak kurang dari 37,3 juta ton CPO. Sehingga mampu menempati 55 persen dari pangsa pasar global yang ada. Dengan angka tersebut Indonesia mampu dan bisa dikatakan sebagai penentu harga," jelas dia.
Terkait harga CPO saat ini menurutnya tren cukup tinggi mencapai 1.185 dolar AS/metrik ton.
Kenaikan harga menurutnya karena faktor kebijakan tarif pungutan ekspor Indonesia selaku produsen terbesar minyak sawit.
"Kemudian ada kebijakan mandatori biodiesel yang konsisten kami lakukan sejak tahun 2018. Kebijakan B30 tersebut juga menjadi Indonesia konsumen terbesar minyak sawit dunia," katanya.
Selain itu, saat pandemi COVID-19 ini Indonesia juga mendapat keuntungan dari faktor fundamental lain karena dari kebutuhan CPO untuk bahan hand sanitizer dan sabun meningkat.
"Faktor fundamental lain saat pandemi ini adalah lock down di negara-negara penghasil minyak nabati kompetitor Indonesia. Terdapat beberapa negara yang melakukan lock down. Sehingga kami dapat mengambil kesempatan itu serta karena meningkatnya kebutuhan bahan hand sanitizer dan sabun," ucapnya.
Pewarta: Dedi
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2021
Tags: