Istanbul (ANTARA News) - Sebuah kapal Turki yang menjadi sasaran serangan mematikan pasukan komando Israel ketika sedang berusaha mengirim bantuan ke Jalur Gaza menerima sambutan riuh dari ribuan orang Minggu ketika tiba kembali di Istanbul.

Massa yang mengibarkan bendera-bendera Turki dan Palestina berkumpul di dermaga ketika Mavi Marmara berlabuh di Sarayburnu Istanbul setelah perbaikan yang memakan waktu lama di sebuah pelabuhan kawasan Laut Tengah.

Banyak dari massa yang berkumpul itu meneriakkan "Allah Maha Besar" ketika feri tersebut berlabuh, hampir tujuh bulan setelah penyerbuan dramatis pasukan Israel yang menewaskan sembilan aktivis Turki dan menyulut krisis diplomatik besar.

Kapal itu berusaha mengirim bantuan ke rakyat Palestina yang tinggal di Jalur Gaza, namun Israel menolak mengizinkannya berlayar ke wilayah pesisir yang dikepung itu dan kemudian menyerbu kapal tersebut.

Menurut pemilik feri itu, sebuah kelompok pejuang Turki bernama IHH, Mavi Marmara akan menjadi bagian dari sebuah armada baru yang akan menuju Gaza pada 31 Mei 2011, tepat setahun setelah serangan mematikan itu.

Menteri luar negeri Turki pada Sabtu mengatakan, ia ingin melihat lembaran baru setelah tahun hubungan sulit dengan Israel, namun negara Yahudi tersebut harus meminta maaf atas serangan terhadap kapal bantuan itu.

Israel menjadi sorotan dunia setelah serangan mematikan terhadap armada kapal bantuan tujuan Gaza pada Mei.

Laporan yang dikeluarkan Dewan Hak Asasi Manusia PBB pada 22 September menyebutkan, ada "bukti jelas untuk mendukung penuntutan" terhadap Israel karena pembunuhan dan penyiksaan yang disengaja dalam serangan Mei yang menewaskan sembilan aktivis Turki itu.

Israel menolak laporan itu dengan menyebutnya sebagai bias dan mendukung satu pihak dan menekankan bahwa mereka bertindak sesuai dengan hukum internasional.

Pasukan komando Israel menyerbu kapal-kapal dalam armada bantuan yang menuju Jalur Gaza pada 31 Mei. Sembilan aktivis Turki pro-Palestina tewas dalam serangan di kapal Turki, Mavi Marmara, yang memimpin armada kapal bantuan itu menuju Gaza.

Israel berkilah bahwa penumpang-penumpang kapal itu menyerang pasukan, namun penyelenggara armada kapal itu menyatakan bahwa pasukan Israel mulai melepaskan tembakan begitu mereka mendarat.

Hubungan Israel-Turki terperosok ke tingkat terendah sejak kedua negara itu mencapai kemitraan strategis pada 1990-an akibat insiden tersebut.

Turki memanggil duta besarnya dari Tel Aviv dan membatalkan tiga rencana latihan militer setelah penyerbuan itu. Turki juga dua kali menolak permohonan pesawat militer Israel menggunakan wilayah udaranya.

Setelah serangan itu, Mesir, yang mencapai perdamaian dengan Israel pada 1979, membuka perbatasan Rafah-nya untuk mengizinkan konvoi bantuan memasuki wilayah Gaza -- kalangan luas melihatnya sebagai upaya untuk menangkal kecaman-kecaman atas peranan Mesir dalam blokade itu.

Kairo, yang berkoordinasi dengan Israel, hanya mengizinkan penyeberangan terbatas di perbatasannya sejak Hamas menguasai Gaza pada 2007.

Di bawah tekanan-tekanan yang meningkat, Israel kemudian meluncurkan penyelidikan bersama dua pengamat internasional atas serangan itu. Sekretaris Jendral PBB Ban Ki-moon mendorong penyelidikan terpisah PBB dengan keikutsertaan Israel dan Turki.

Israel juga mengendurkan blokade terhadap Gaza dengan mengizinkan sebagian besar barang sipil masuk ke wilayah pesisir tersebut.

Jalur Gaza, kawasan pesisir yang padat penduduk, diblokade oleh Israel dan Mesir setelah Hamas berkuasa hampir tiga tahun lalu.

Kelompok Hamas menguasai Jalur Gaza pada Juni tahun 2007 setelah mengalahkan pasukan Fatah yang setia pada Presiden Palestina Mahmoud Abbas dalam pertempuran mematikan selama beberapa hari.

Sejak itu wilayah pesisir miskin tersebut dibloklade oleh Israel. Palestina pun menjadi dua wilayah kesatuan terpisah -- Jalur Gaza yang dikuasai Hamas dan Tepi Barat yang berada di bawah pemerintahan Abbas.

Uni Eropa, Israel dan AS memasukkan Hamas ke dalam daftar organisasi teroris.(*)

AFP/M014