Jakarta (ANTARA) - Ketua Pusat Unggulan Iptek Perguruan Tinggi (PUI-PT) Nutrasetikal Insitut Teknologi Bandung (ITB) Elfahmi mengatakan, penggunaan bahan baku berbentuk fraksi pada produk obat tradisional dan suplemen makanan memiliki beberapa keunggulan dibanding bahan baku lain seperti tanaman obat segar dan ekstrak.

Elfahmi memaparkan, fraksi memiliki kadar zat akif yang lebih tinggi dibandingkan tanaman obat segar, simplisia kering, dan ekstrak.

"Fraksi ini kadar aktifnya lebih tinggi, bisa 10 hingga 20 persen. Artinya, kalau dalam satu gram, kadar aktifnya sekitar 200 miligram," kata Elfahmi dalam webinar bertajuk "Tren Penggunaan Bahan Fraksi pada Produk Obat Tradisional dan Probiotik pada Produk Suplemen Kesehatan", Rabu.

Kadar zat aktif yang terdapat dalam ekstrak adalah 1-10 persen, dalam simplisia kering 0,1-1 persen, dan dalam tanaman obat 0,01 persen, jelas Elfahmi.

​​Baca juga: Pemerintah diharapkan perkuat industri hulu obat

Baca juga: WHO peringatkan obat tradisional COVID-19 yang belum teruji

"Itulah mengapa kalau menggunakan tanaman obat segar itu ambil sekian genggam lalu diseduh sampai tiga gelas. Ada yang satu gelas diuapkan, dua gelas diminum. Ya karena zat aktifnya rendah," jelas Elfahmi.

Jika tanaman obat segar digunakan dengan cara diseduh atau dikonsumsi langsung, Elfahmi mengatakan bahwa cara penggunaan fraksi sama seperti ekstrak, yakni dalam berbagai bentuk sediaan farmasi seperti tablet atau kapsul.

Namun, Elfahmi mengatakan kompleksitas kandungan kimia dalam fraksi lebih sedikit dibanding ekstrak dan simplisia. Dia menjelaskan, fraksi memungkinkan untuk menyederhanakan jumlah obat yang dikonsumsi.

"Bisa dibikin tablet yang lebih kecil. Kan biasanya bahan alam herbal itu dikonsumsi tiga kapsul sekaligus, misalnya. Nah tiga kapsul ini bisa diturunkan jadi satu kapsul saja," ujarnya.

Elfahmi juga mengatakan bahwa penggunaan fraksi dapat mengurangi permasalahan formulasi.

"Kadang-kadang, formulasi terkendala oleh asam lemak, maka fraksinasi dapat membuang asam lemak. Atau terkendala dengan klorofil, bisa dipisahkan," tutur Elfahmi.

Selain itu, kata Elfahmi, penggunaan fraksi dapat mempermudah analisis kandungan senyawa aktif dan memungkinkan kajian tentang interaksi senyawa.

Sedangkan dalam hal ongkos produksi, Elfahmi mengatakan bahwa produsen dapat melakukan metode yang lebih efisien untuk menekan tingginya biaya.

"Kalau melakukan fraksinasi secara pendekatan saintifik kan kita ingin cari semua senyawa di situ, memang jadinya mahal. Tapi kalau secara ekonomi kan kita nggak butuh itu," kata Elfahmi.

"Mau tidak mau, memang harus ada orang yang memahami senyawa dan aktivitasnya. Setelah menentukan target senyawa yang akan diambil dan sudah tahu sifat senyawanya, kita lakukan pendekatan khusus," pungkasnya.

Baca juga: Ini kriteria klaim obat tradisional yang diperbolehkan BPOM

Baca juga: Menjaga kesehatan dengan tumbuhan tradisional saat pandemi

Baca juga: Bisakah obat herbal jadi alternatif pengobatan COVID-19?