Satu bulan setelah jatuhnya Kabul, krisis ekonomi mengintai Taliban
15 September 2021 11:26 WIB
Marinir yang ditugaskan ke Komando Pusat Tanggap Krisis Angkatan Udara-Darat Tujuan Khusus, memberikan makanan kepada pengungsi di area nyaman di Bandara Internasional Hamid Karzai, di Kabul, Afghanistan, Kamis (19/8/2021). Gambar diambil 19 Agustus 2021. 1stLt. Mark Andries/U.S. Marine Corps/Handout via REUTERS/AWW/djo (via REUTERS/US MARINES)
Kabul (ANTARA) - Sebulan setelah merebut Kabul, Taliban menghadapi masalah yang menakutkan ketika kelompok itu berusaha untuk mengubah kemenangan militer kilat mereka menjadi pemerintahan masa damai yang tahan lama.
Setelah perang selama empat dekade dan kematian puluhan ribu orang, sebagian besar keamanan di Afghanistan telah meningkat.
Namun, ekonomi Afghanistan hancur meskipun bantuan ratusan miliar dolar telah disalurkan dalam pengeluaran pembangunan selama 20 tahun terakhir.
Kekeringan dan kelaparan mendorong ribuan orang dari pedesaan ke kota-kota, dan Program Pangan Dunia PBB (WFP) khawatir persediaan pangan bisa habis pada akhir September, yang dapat mendorong hingga 14 juta orang ke jurang kelaparan.
Sementara itu, perhatian banyak negara Barat terfokus pada apakah pemerintah baru Taliban akan menepati janjinya untuk melindungi hak-hak perempuan atau menawarkan perlindungan kepada kelompok-kelompok militan seperti al Qaeda.
Sementara bagi banyak warga Afghanistan, prioritas utamanya adalah kelangsungan hidup yang sederhana.
"Setiap warga Afghanistan, anak-anak, mereka semua lapar, mereka tidak punya sekantong tepung atau minyak goreng," kata seorang penduduk Kabul bernama Abdullah.
Antrean panjang masih terbentuk di luar bank-bank, di mana batas penarikan mingguan sebesar 200 dolar AS (sekitar Rp2,85 juta) telah diberlakukan untuk melindungi cadangan uang negara yang semakin menipis.
Pasar-pasar dadakan di mana para warga menjual barang-barang rumah tangga untuk mendapatkan uang tunai bermunculan di seluruh Kabul, meskipun pembeli kekurangan pasokan.
Bahkan dengan bantuan asing senilai miliaran dolar, ekonomi Afghanistan masih terus kesulitan dengan pertumbuhan yang gagal untuk mengimbangi peningkatan populasi yang stabil.
Lapangan pekerjaan langka dan banyak pekerja pemerintah tidak dibayar setidaknya sejak Juli.
Walaupun sebagian besar orang tampaknya menyambut baik berakhirnya pertempuran, kelegaan itu telah diganggu dengan kemungkinan keruntuhan ekonomi yang hampir terjadi.
"Keamanan cukup baik saat ini tetapi kami tidak mendapatkan apa-apa," kata seorang tukang daging dari daerah Bibi Mahro di Kabul, yang menolak menyebutkan namanya.
"Setiap hari, keadaan menjadi lebih buruk bagi kami, lebih pahit. Ini adalah situasi yang sangat buruk," ujarnya.
Penyaluran bantuan
Setelah evakuasi asing yang kacau di Kabul pada Agustus, penerbangan pertolongan pertama mulai berdatangan saat bandara dibuka kembali.
Sejumlah donatur internasional telah menjanjikan bantuan senilai lebih dari 1 miliar dolar AS untuk mencegah sesuatu yang oleh Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres telah diperingatkan bisa menjadi "runtuhnya seluruh negara (Afghanistan)."
Akan tetapi, dunia internasional bereaksi dingin terhadap pemerintahan Taliban yang diumumkan pekan lalu, dan belum ada tanda-tanda pengakuan internasional atau langkah untuk membuka blokir terhadap cadangan devisa senilai lebih dari 9 miliar dolar AS yang disimpan di luar Afghanistan.
Meskipun para pejabat Taliban telah mengatakan bahwa mereka tidak bermaksud mengulangi aturan fundamentalis yang keras dari pemerintahan mereka sebelumnya, Taliban telah berusaha untuk meyakinkan dunia luar bahwa mereka telah benar-benar berubah.
Pemerintah Taliban digulingkan oleh kampanye yang dipimpin Amerika Serikat setelah serangan 11 September 2001.
Laporan yang tersebar luas tentang warga sipil yang dibunuh serta wartawan dan beberapa orang lainmya yang dipukuli, ditambah keraguan tentang hak-hak perempuan benar-benar akan dihormati di bawah interpretasi Taliban terhadap hukum Islam, telah merusak kepercayaan banyak pihak terhadap Taliban.
Selain itu, ada ketidakpercayaan mendalam terhadap tokoh-tokoh senior pemerintahan Taliban, seperti menteri dalam negeri baru Sirajuddin Haqqani, yang dituduh oleh Amerika Serikat sebagai teroris global dengan tawaran hadiah senilai 10 juta dolar AS untuk penangkapannya.
Keadaan semakin buruk bagi Taliban saat kelompok itu harus melawan spekulasi atas perpecahan internal yang mendalam di jajarannya sendiri. Taliban menyangkal rumor bahwa Wakil Perdana Menteri Abdul Ghani Baradar telah tewas dalam baku tembak dengan para pendukung Haqqani.
Para pejabat mengatakan pemerintah sedang bekerja untuk membuat berbagai layanan dibuka dan berjalan kembali serta jalan-jalan kembali aman.
Namun, seiring berakhirnya perang, penyelesaian krisis ekonomi berubah menjadi masalah yang lebih besar.
"Pencurian sudah hilang. Tetapi pangan juga hilang," kata salah satu penjaga toko.
Sumber: Reuters
Baca juga: Penjabat menlu Afghanistan desak donor internasional lanjutkan bantuan
Baca juga: PBB cari dana 600 juta dolar cegah krisis kemanusiaan Afghanistan
Baca juga: Bantuan tertahan, Afghanistan hadapi krisis kemanusiaan
Setelah perang selama empat dekade dan kematian puluhan ribu orang, sebagian besar keamanan di Afghanistan telah meningkat.
Namun, ekonomi Afghanistan hancur meskipun bantuan ratusan miliar dolar telah disalurkan dalam pengeluaran pembangunan selama 20 tahun terakhir.
Kekeringan dan kelaparan mendorong ribuan orang dari pedesaan ke kota-kota, dan Program Pangan Dunia PBB (WFP) khawatir persediaan pangan bisa habis pada akhir September, yang dapat mendorong hingga 14 juta orang ke jurang kelaparan.
Sementara itu, perhatian banyak negara Barat terfokus pada apakah pemerintah baru Taliban akan menepati janjinya untuk melindungi hak-hak perempuan atau menawarkan perlindungan kepada kelompok-kelompok militan seperti al Qaeda.
Sementara bagi banyak warga Afghanistan, prioritas utamanya adalah kelangsungan hidup yang sederhana.
"Setiap warga Afghanistan, anak-anak, mereka semua lapar, mereka tidak punya sekantong tepung atau minyak goreng," kata seorang penduduk Kabul bernama Abdullah.
Antrean panjang masih terbentuk di luar bank-bank, di mana batas penarikan mingguan sebesar 200 dolar AS (sekitar Rp2,85 juta) telah diberlakukan untuk melindungi cadangan uang negara yang semakin menipis.
Pasar-pasar dadakan di mana para warga menjual barang-barang rumah tangga untuk mendapatkan uang tunai bermunculan di seluruh Kabul, meskipun pembeli kekurangan pasokan.
Bahkan dengan bantuan asing senilai miliaran dolar, ekonomi Afghanistan masih terus kesulitan dengan pertumbuhan yang gagal untuk mengimbangi peningkatan populasi yang stabil.
Lapangan pekerjaan langka dan banyak pekerja pemerintah tidak dibayar setidaknya sejak Juli.
Walaupun sebagian besar orang tampaknya menyambut baik berakhirnya pertempuran, kelegaan itu telah diganggu dengan kemungkinan keruntuhan ekonomi yang hampir terjadi.
"Keamanan cukup baik saat ini tetapi kami tidak mendapatkan apa-apa," kata seorang tukang daging dari daerah Bibi Mahro di Kabul, yang menolak menyebutkan namanya.
"Setiap hari, keadaan menjadi lebih buruk bagi kami, lebih pahit. Ini adalah situasi yang sangat buruk," ujarnya.
Penyaluran bantuan
Setelah evakuasi asing yang kacau di Kabul pada Agustus, penerbangan pertolongan pertama mulai berdatangan saat bandara dibuka kembali.
Sejumlah donatur internasional telah menjanjikan bantuan senilai lebih dari 1 miliar dolar AS untuk mencegah sesuatu yang oleh Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres telah diperingatkan bisa menjadi "runtuhnya seluruh negara (Afghanistan)."
Akan tetapi, dunia internasional bereaksi dingin terhadap pemerintahan Taliban yang diumumkan pekan lalu, dan belum ada tanda-tanda pengakuan internasional atau langkah untuk membuka blokir terhadap cadangan devisa senilai lebih dari 9 miliar dolar AS yang disimpan di luar Afghanistan.
Meskipun para pejabat Taliban telah mengatakan bahwa mereka tidak bermaksud mengulangi aturan fundamentalis yang keras dari pemerintahan mereka sebelumnya, Taliban telah berusaha untuk meyakinkan dunia luar bahwa mereka telah benar-benar berubah.
Pemerintah Taliban digulingkan oleh kampanye yang dipimpin Amerika Serikat setelah serangan 11 September 2001.
Laporan yang tersebar luas tentang warga sipil yang dibunuh serta wartawan dan beberapa orang lainmya yang dipukuli, ditambah keraguan tentang hak-hak perempuan benar-benar akan dihormati di bawah interpretasi Taliban terhadap hukum Islam, telah merusak kepercayaan banyak pihak terhadap Taliban.
Selain itu, ada ketidakpercayaan mendalam terhadap tokoh-tokoh senior pemerintahan Taliban, seperti menteri dalam negeri baru Sirajuddin Haqqani, yang dituduh oleh Amerika Serikat sebagai teroris global dengan tawaran hadiah senilai 10 juta dolar AS untuk penangkapannya.
Keadaan semakin buruk bagi Taliban saat kelompok itu harus melawan spekulasi atas perpecahan internal yang mendalam di jajarannya sendiri. Taliban menyangkal rumor bahwa Wakil Perdana Menteri Abdul Ghani Baradar telah tewas dalam baku tembak dengan para pendukung Haqqani.
Para pejabat mengatakan pemerintah sedang bekerja untuk membuat berbagai layanan dibuka dan berjalan kembali serta jalan-jalan kembali aman.
Namun, seiring berakhirnya perang, penyelesaian krisis ekonomi berubah menjadi masalah yang lebih besar.
"Pencurian sudah hilang. Tetapi pangan juga hilang," kata salah satu penjaga toko.
Sumber: Reuters
Baca juga: Penjabat menlu Afghanistan desak donor internasional lanjutkan bantuan
Baca juga: PBB cari dana 600 juta dolar cegah krisis kemanusiaan Afghanistan
Baca juga: Bantuan tertahan, Afghanistan hadapi krisis kemanusiaan
Penerjemah: Yuni Arisandy Sinaga
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2021
Tags: