Kementan tingkatkan konsumsi jagung untuk diversifikasi pangan
13 September 2021 19:16 WIB
Pelaku usaha jagung titi, Zainab Abdullah (63) memasak jagung untuk diproduksi menjadi jagung titi di Desa Lamahala Jaya, Waiwerang Kota, Kabupaten Flores Timur, NTT, Senin (12/4/2021). ANTARA/Andi Firdaus/aa.
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pertanian berupaya untuk meningkatkan konsumsi jagung di masyarakat menjadi 4,1 kg per kapita per tahun pada 2024 dalam rangka diversifikasi pangan lokal.
"Dalam upaya diversifikasi pangan, tentunya kita bertekad menurunkan konsumsi beras menjadi 85 kg per kapita per tahun pada 2024. Saat ini posisi konsumsi beras nasi sebanyak 94 kg/kapita/tahun,” kata Plt Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian Sarwo Edhy dalam siaran pers yang dikutip di Jakarta, Senin.
Pemerintah mendorong peningkatan konsumsi jagung sebagai substitusi sumber karbohidrat di tengah masyarakat yang makin tergantung pada nasi sebagai makanan pokok. Jagung dipilih karena kaya gizi sehingga cocok sebagai pangan masa depan.
Data Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian tahun 2019, konsumsi jagung baru mencapai 1,7 kg per kapita per tahun dan ditargetkan pada tahun 2024 meningkat menjadi 4,1 kg per kapita per tahun. Dengan meningkatnya konsumsi pangan lokal tersebut, khususnya jagung, diharapkan konsumsi beras menurun
Setidaknya ada tujuh provinsi yang menjadi target pemerintah dalam peningkatan konsumsi jagung yakni, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Bali, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Jawa Timur, dan Lampung.
Namun Sarwo mengakui tantangan yang dihadapi dalam diversifikasi pangan adalah persepsi masyarakat. “Upaya yang dilakukan adalah mengubah perilaku masyarakat dalam konsumsi pangan dan menyadarkan masyarakat mengenai konsumsi pangan beragam, bergizi, berimbang dan aman,” katanya.
Dengan meningkatnya konsumsi jagung sebagai makanan pokok, kata Sarwo, ketergantungan terhadap nasi sebagai makanan pokok diharapkan makin berkurang.
Sentra produksi jagung di Indonesia saat ini berada di Jawa Timur dengan produksi 5,37 juta ton, Jawa Tengah 3,18 juta ton, Lampung 2,83 juta ton, Sumatera Utara 1,83 juta ton, Sulawesi Selatan 1,82 juta ton, NTB 1,66 juta ton, Jawa Barat 1,34 juta ton, Sulawesi Utara 0,92 juta ton, Gorontalo 0,91 juta ton, dan Sumatera Selatan 0,80 juta ton.
Dengan besarnya potensi produksi jagung di dalam negeri, Sarwo menilai bisa menjadi peluang dan modal besar untuk meningkatkan konsumsi jagung sebagai panganan pokok.
Sarwo juga mengatakan jagung memiliki cukup banyak keunggulan dari segi gizi, yaitu mengandung pati relatif tinggi, sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku industri, makanan dan minuman serta penghasil bioetanol sebagai bahan bakar alternatif.
Selain itu, jagung juga mengandung pigmen antosianin yang berfungsi sebagai antioksidan dalam tubuh. Jagung juga mengandung asam lemak jenuh (palmitat dan stearat) serta asam lemak tidak jenuh, yaitu oleat, linoleat, dan linolenat, yang merupakan asam lemak esensial yang tidak dapat diproduksi tubuh.
Jagung juga mengandung serat pangan yang dibutuhkan tubuh (dietary fiber) dengan indeks glikemik (IG) relatif rendah dibanding beras, sehingga beras jagung dianjurkan bagi penderita diabetes. Serat berperan menjaga kolesterol dan gula darah agar tetap normal.
Baca juga: Kementan fasilitasi biaya distribusi pangan dari daerah surplus
Baca juga: Kemenko Perekonomian: Harga jagung tinggi karena produksi tidak stabil
Baca juga: Pakar: Tingkatkan kualitas panen jagung dalam negeri
"Dalam upaya diversifikasi pangan, tentunya kita bertekad menurunkan konsumsi beras menjadi 85 kg per kapita per tahun pada 2024. Saat ini posisi konsumsi beras nasi sebanyak 94 kg/kapita/tahun,” kata Plt Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian Sarwo Edhy dalam siaran pers yang dikutip di Jakarta, Senin.
Pemerintah mendorong peningkatan konsumsi jagung sebagai substitusi sumber karbohidrat di tengah masyarakat yang makin tergantung pada nasi sebagai makanan pokok. Jagung dipilih karena kaya gizi sehingga cocok sebagai pangan masa depan.
Data Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian tahun 2019, konsumsi jagung baru mencapai 1,7 kg per kapita per tahun dan ditargetkan pada tahun 2024 meningkat menjadi 4,1 kg per kapita per tahun. Dengan meningkatnya konsumsi pangan lokal tersebut, khususnya jagung, diharapkan konsumsi beras menurun
Setidaknya ada tujuh provinsi yang menjadi target pemerintah dalam peningkatan konsumsi jagung yakni, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Bali, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Jawa Timur, dan Lampung.
Namun Sarwo mengakui tantangan yang dihadapi dalam diversifikasi pangan adalah persepsi masyarakat. “Upaya yang dilakukan adalah mengubah perilaku masyarakat dalam konsumsi pangan dan menyadarkan masyarakat mengenai konsumsi pangan beragam, bergizi, berimbang dan aman,” katanya.
Dengan meningkatnya konsumsi jagung sebagai makanan pokok, kata Sarwo, ketergantungan terhadap nasi sebagai makanan pokok diharapkan makin berkurang.
Sentra produksi jagung di Indonesia saat ini berada di Jawa Timur dengan produksi 5,37 juta ton, Jawa Tengah 3,18 juta ton, Lampung 2,83 juta ton, Sumatera Utara 1,83 juta ton, Sulawesi Selatan 1,82 juta ton, NTB 1,66 juta ton, Jawa Barat 1,34 juta ton, Sulawesi Utara 0,92 juta ton, Gorontalo 0,91 juta ton, dan Sumatera Selatan 0,80 juta ton.
Dengan besarnya potensi produksi jagung di dalam negeri, Sarwo menilai bisa menjadi peluang dan modal besar untuk meningkatkan konsumsi jagung sebagai panganan pokok.
Sarwo juga mengatakan jagung memiliki cukup banyak keunggulan dari segi gizi, yaitu mengandung pati relatif tinggi, sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku industri, makanan dan minuman serta penghasil bioetanol sebagai bahan bakar alternatif.
Selain itu, jagung juga mengandung pigmen antosianin yang berfungsi sebagai antioksidan dalam tubuh. Jagung juga mengandung asam lemak jenuh (palmitat dan stearat) serta asam lemak tidak jenuh, yaitu oleat, linoleat, dan linolenat, yang merupakan asam lemak esensial yang tidak dapat diproduksi tubuh.
Jagung juga mengandung serat pangan yang dibutuhkan tubuh (dietary fiber) dengan indeks glikemik (IG) relatif rendah dibanding beras, sehingga beras jagung dianjurkan bagi penderita diabetes. Serat berperan menjaga kolesterol dan gula darah agar tetap normal.
Baca juga: Kementan fasilitasi biaya distribusi pangan dari daerah surplus
Baca juga: Kemenko Perekonomian: Harga jagung tinggi karena produksi tidak stabil
Baca juga: Pakar: Tingkatkan kualitas panen jagung dalam negeri
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021
Tags: