Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengingatkan bahwa setiap kapal laut yang berlayar harus betul-betul memperhatikan alur migrasi biota laut agar tidak ada lagi kejadian biota laut yang tersangkut di kapal layar.

"Kapal yang berlayar harus mengetahui alur migrasi ini dan memperhatikan aturan kecepatan ketika melintas di alur migrasi biota ini," kata Plt. Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP Pamuji Lestari dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Senin.

Pamuji Lestari menyebutkan hal itu terkait dengan berita tersangkutnya bangkai paus baleen pada KM Gunung Dempo yang berlayar sejak tanggal 10 September 2021 dengan rute Jayapura - Nabire - Wasior - Manokwari - Sorong - Makassar - Tanjung Perak Surabaya dan terakhir Tanjung Priuk Jakarta.

KM Gunung Dempo diduga menabrak paus tersebut dalam perjalanannya dari Nabire, Papua ke Wasior, Papua Barat. Kejadian yang berlangsung malam hari tersebut menyebabkan paus tersangkut dan terbawa hingga ke pelabuhan Manokwari pada Minggu, (12/9) pukul 08.30 waktu setempat.

KKP melalui Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (LPSPL) Sorong, Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut langsung menindaklanjuti hal tersebut.

Penanganan segera dilakukan dengan menenggelamkan bangkai paus di perairan Pelabuhan Manokwari sedalam 25 meter.

Pamuji Lestaru sangat menyayangkan kejadian tersebut dan menegaskan bahwa KKP menetapkan alur biota laut dilindungi melalui perencanaan ruang laut, baik melalui rencana zonasi daerah maupun rencana zonasi nasional.

Mengenai kejadian tersebut, Kepala Loka PSPL Sorong Santoso menyampaikan bahwa kejadian tersebut adalah yang kedua kalinya dalam jangka waktu lima tahun terakhir.

"Tim Loka PSPL Sorong langsung naik ke KM Gunung Dempo yang merapat di Pelabuhan Sorong pada 13 September dini hari untuk mendapatkan keterangan lebih lanjut dari nahkoda dan ABK kapal," ujar Santoso.

Santoso mengungkapkan berdasarkan informasi yang diperoleh, paus diketahui dalam kondisi sudah mati atau kode 2 (baru saja mati).

Alur pelayaran yang menjadi primadona sarana transportasi di Papua dan Papua Barat telah diatur untuk seminimal mungkin bersinggungan dengan alur biota laut yang cukup banyak di Bentang Kepala Burung Papua dari Provinsi Papua hingga Provinsi Papua Barat.

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono telah menegaskan komitmennya untuk bijak mengelola ruang laut dengan memberikan ruang kepada semua pihak secara adil. Hal ini juga dilakukan terhadap biota laut khususnya yang dilindungi di berbagai daerah.

Baca juga: Polusi gelombang suara dan sampah laut ancam keberadaan mamalia laut
Baca juga: KKP latih warga terkait penanganan biota laut terdampar
Baca juga: KKP kembangkan bioplastik dari biota laut untuk atasi limbah plastik