Pemerintah Diminta Tegas Lindungi Kebebasan Beragama
21 Desember 2010 22:24 WIB
Direktur Wahid Institute, Yenny Zannuba Wahid (kiri), dan komisioner Komnas HAM, Nur Kholis (kanan), memberi keterangan pers mengenai laporan kebebasan beragama/berkeyakinan dan toleransi 2010 di Jakarta, Selasa (21/12). (ANTARA/Ismar Patrizki)
Jakarta (ANTARA News) - The Wahid Institute, lembaga swadaya masyarakat yang didirikan mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), meminta pemerintah lebih tegas melindungi kebebasan beragama dan berkeyakinan warga negara yang dijamin konstitusi.
"Pemerintah harus lebih tegas. UUD kita sebenarnya menggaransi kebebasan beragama dan berkeyakinan, tapi di lapangan justru dilanggar," kata Direktur Eksekutif The Wahid Institute, Yenny Wahid di Jakarta, Selasa.
Menurut catatan The Wahid Institute, kasus pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan di tahun 2010, lebih tinggi 44 persen dibanding tahun sebelumnya. Pelanggaran terbanyak dilakukan oleh pemerintah daerah dan kepolisian.
Sementara kasus tindakan intoleransi dan diskriminasi naik 26 persen dengan pelaku utama ormas berbasis atau beratribut agama tertentu.
"Peningkatan pelanggaran sebesar 44 persen dan intoleransi sebesar 26 persen, tentu mengejutkan kita sebagai bangsa yang mengklaim dirinya toleran dan dihuni masyarakat muslim moderat terbesar di dunia," kata Yeni.
Yang lebih memprihatinkan, tambah Yeni, dalam penanganan berbagai kasus pelanggaran tersebut pemerintah belum berpihak kepada masyarakat yang menjadi korban kekerasan atau diskriminasi agama.
"Padahal dengan semakin tingginya tingkat represi yang mereka alami, pemerintah mestinya memiliki keberpihakan dengan membuat aturan-aturan yang secara khusus melindungi mereka," katanya.
Karena itu, The Wahid Institute merekomendasikan kepada penyusun kebijakan agar memasukkan substansi jaminan kebebasan beragama dan berkeyakinan yang ada dalam Konvensi Internasional Hak Sipil Politik dan UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dalam RUU Kerukunan Umat Beragama yang akan dibahas.
"Termasuk memasukkan substansi yang mengatur perlindungan khusus terhadap kelompok minoritas," kata Yeni.
Presiden diminta lebih tegas dan tidak ragu-ragu dalam menyikapi persoalan kebebasan beragama dengan memerintahkan Polri dan kejaksaan menyelidiki serta menuntut pelaku pelanggaran dan kekerasan atas nama agama.(*)
(T.S024/S023/R009)
"Pemerintah harus lebih tegas. UUD kita sebenarnya menggaransi kebebasan beragama dan berkeyakinan, tapi di lapangan justru dilanggar," kata Direktur Eksekutif The Wahid Institute, Yenny Wahid di Jakarta, Selasa.
Menurut catatan The Wahid Institute, kasus pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan di tahun 2010, lebih tinggi 44 persen dibanding tahun sebelumnya. Pelanggaran terbanyak dilakukan oleh pemerintah daerah dan kepolisian.
Sementara kasus tindakan intoleransi dan diskriminasi naik 26 persen dengan pelaku utama ormas berbasis atau beratribut agama tertentu.
"Peningkatan pelanggaran sebesar 44 persen dan intoleransi sebesar 26 persen, tentu mengejutkan kita sebagai bangsa yang mengklaim dirinya toleran dan dihuni masyarakat muslim moderat terbesar di dunia," kata Yeni.
Yang lebih memprihatinkan, tambah Yeni, dalam penanganan berbagai kasus pelanggaran tersebut pemerintah belum berpihak kepada masyarakat yang menjadi korban kekerasan atau diskriminasi agama.
"Padahal dengan semakin tingginya tingkat represi yang mereka alami, pemerintah mestinya memiliki keberpihakan dengan membuat aturan-aturan yang secara khusus melindungi mereka," katanya.
Karena itu, The Wahid Institute merekomendasikan kepada penyusun kebijakan agar memasukkan substansi jaminan kebebasan beragama dan berkeyakinan yang ada dalam Konvensi Internasional Hak Sipil Politik dan UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dalam RUU Kerukunan Umat Beragama yang akan dibahas.
"Termasuk memasukkan substansi yang mengatur perlindungan khusus terhadap kelompok minoritas," kata Yeni.
Presiden diminta lebih tegas dan tidak ragu-ragu dalam menyikapi persoalan kebebasan beragama dengan memerintahkan Polri dan kejaksaan menyelidiki serta menuntut pelaku pelanggaran dan kekerasan atas nama agama.(*)
(T.S024/S023/R009)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010
Tags: