Kelangkaan "chip" di industri otomotif bisa sampai 2023
12 September 2021 08:16 WIB
Ilustrasi - Chip. Perusahaan teknologi Samsung Electronics dan perusahaan mesin pencari Baidu mengumumkan telah menyelesaikan pengembangan chip AI cloud-to-edge pertama Baidu, Baidu KUNLUN, dan akan memproduksi secara massal awal tahun depan. ANTARA/news.samsung.com
Jakarta (ANTARA) - Kelangkaan dan kurangnya pasokan "chip" yang turut menganggu produk mobil secara global bisa bertahan hingga 2023.
Kabar itu diperkuat dari berbagai pihak termasuk pada jenama mobil mewah asal Jerman Mercedez-Benz yang di kuartal ketiga 2021 mengalami penurunan produksi dan penjualan secara signifikan karena sulitnya mendapatkan chip.
"Produsen chip menyebutkan kondisi itu akan terus berlanjut hingga 2022 secara struktural dan kemudian perlahan membaik. Artinya kelangkaan bisa terjadi hingga 2023," kata Kepala dari Mercedes-Benz Kallenius seperti dikutip dari BBC, Minggu.
Ia berharap secara global kelangkaan pasokan chip tidak sampai membuat industri lainnya mengalami penurunan dari berbagai aspek seperti yang tengah dialami oleh Mercedes-Benz dalam beberapa bulan terakhir.
Kallenius menyebutkan pandemi merupakan ujian tekanan dan bahkan mengibaratkannya sebagai sebuah kemacetan lalu lintas bagi industri otomotif, yang butuh waktu untuk kembali mengurai dan membuat jalan menjadi lancar.
"Kita harus belajar dari ujian tekanan ini dan melihat lebih jauh ke depan seluruh pihak yang terlibat dalam rantai pasokan chip agar bisa membuat sistem yang lebih kuat lagi," ujar Kallenius.
Pandemi COVID-19 menjadi ujian tekanan tidak hanya bagi industri otomotif tapi juga lintas industri yang mengandalkan chip untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat yang kini tak bisa lepas dari teknologi.
Analis dari Gartner yang merupakan perusahaan riset teknologi global, Koray Kose, menyebutkan selain kelangkaan.
Tekanan lainnya yang kini tengah dihadapi oleh industri chip adalah persiapan menyambut jaringan 5G.
Disusul juga dengan larangan Amerika Serikat kepada para pemilik teknologi semikonduktor untuk menjual produknya kepada Huawei.
Hal itu menyebabkan pembuat chip di luar AS kebanjiran pesanan dari China.
Ketika pandemi berlangsung, tanda-tanda awal permintaan untuk chip berfluktuasi menyebabkan penimbunan dan pemesanan chip di muka oleh beberapa perusahaan teknologi sehingga membuat pemain lain harus berjuang untuk mendapatkan komponen.
Masyarakat secara global yang bekerja dari rumah membutuhkan laptop, tablet, dan webcam untuk membantu mereka melakukan pekerjaan mereka padahal dan pabrik-pabrik chip tutup selama lockdown.
Hal itu menyebabkan tak sedikit konsumen berjuang untuk membeli perangkat yang mereka inginkan, meski pada akhirnya produsen sejauh ini selalu mampu memenuhi permintaan pada akhirnya.
Kabar kelangkaan chip yang diperkirakan akan terjadi hingga 2023 turut dibenarkan oleh raksasa teknologi di industri komputer.
Baik Kepala eksekutif Intel dan IBM turut menyebutkan hal serupa.
Baca juga: Intel akan investasi Rp1.300 triliun untuk produksi chip di Eropa
Baca juga: Krisis chip, Toyota akan kurangi produksi di Jepang dan Amerika
Baca juga: Volvo hentikan produksi di Swedia karena krisis chip
Kabar itu diperkuat dari berbagai pihak termasuk pada jenama mobil mewah asal Jerman Mercedez-Benz yang di kuartal ketiga 2021 mengalami penurunan produksi dan penjualan secara signifikan karena sulitnya mendapatkan chip.
"Produsen chip menyebutkan kondisi itu akan terus berlanjut hingga 2022 secara struktural dan kemudian perlahan membaik. Artinya kelangkaan bisa terjadi hingga 2023," kata Kepala dari Mercedes-Benz Kallenius seperti dikutip dari BBC, Minggu.
Ia berharap secara global kelangkaan pasokan chip tidak sampai membuat industri lainnya mengalami penurunan dari berbagai aspek seperti yang tengah dialami oleh Mercedes-Benz dalam beberapa bulan terakhir.
Kallenius menyebutkan pandemi merupakan ujian tekanan dan bahkan mengibaratkannya sebagai sebuah kemacetan lalu lintas bagi industri otomotif, yang butuh waktu untuk kembali mengurai dan membuat jalan menjadi lancar.
"Kita harus belajar dari ujian tekanan ini dan melihat lebih jauh ke depan seluruh pihak yang terlibat dalam rantai pasokan chip agar bisa membuat sistem yang lebih kuat lagi," ujar Kallenius.
Pandemi COVID-19 menjadi ujian tekanan tidak hanya bagi industri otomotif tapi juga lintas industri yang mengandalkan chip untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat yang kini tak bisa lepas dari teknologi.
Analis dari Gartner yang merupakan perusahaan riset teknologi global, Koray Kose, menyebutkan selain kelangkaan.
Tekanan lainnya yang kini tengah dihadapi oleh industri chip adalah persiapan menyambut jaringan 5G.
Disusul juga dengan larangan Amerika Serikat kepada para pemilik teknologi semikonduktor untuk menjual produknya kepada Huawei.
Hal itu menyebabkan pembuat chip di luar AS kebanjiran pesanan dari China.
Ketika pandemi berlangsung, tanda-tanda awal permintaan untuk chip berfluktuasi menyebabkan penimbunan dan pemesanan chip di muka oleh beberapa perusahaan teknologi sehingga membuat pemain lain harus berjuang untuk mendapatkan komponen.
Masyarakat secara global yang bekerja dari rumah membutuhkan laptop, tablet, dan webcam untuk membantu mereka melakukan pekerjaan mereka padahal dan pabrik-pabrik chip tutup selama lockdown.
Hal itu menyebabkan tak sedikit konsumen berjuang untuk membeli perangkat yang mereka inginkan, meski pada akhirnya produsen sejauh ini selalu mampu memenuhi permintaan pada akhirnya.
Kabar kelangkaan chip yang diperkirakan akan terjadi hingga 2023 turut dibenarkan oleh raksasa teknologi di industri komputer.
Baik Kepala eksekutif Intel dan IBM turut menyebutkan hal serupa.
Baca juga: Intel akan investasi Rp1.300 triliun untuk produksi chip di Eropa
Baca juga: Krisis chip, Toyota akan kurangi produksi di Jepang dan Amerika
Baca juga: Volvo hentikan produksi di Swedia karena krisis chip
Penerjemah: Livia Kristianti
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2021
Tags: