Jakarta (ANTARA) - Psikolog anak, remaja dan keluarga Rosdiana Setyaningrum menjelaskan depresi tak selalu ditunjukkan dengan ekspresi yang murung. Oleh sebab itu, penting untuk dapat mendekatkan diri agar lebih dapat memastikan kondisi mood maupun mental seseorang.

"Orang suka mikir kalau depresi itu sedih. Tapi depresi itu sebetulnya adalah kesedihan yang mendalam. Perasaan nggak berguna, nggak berharga. Makanya ujung-ujungnya berakhir ke bunuh diri itu kalau memang parah," kata Rosdiana saat dihubungi ANTARA, Jumat (10/9).

Psikolog lulusan Universitas Indonesia itu mengatakan bahwa banyak orang suka salah persepsi dengan mengira pribadi tertutup cenderung mengalami depresi. Padahal orang yang terbuka pun juga bisa mengalami depresi.

Baca juga: Hindari tindakan reaktif saat dicurhati masalah mental

Orang tua diharap tetap mengajak anak untuk berkomunikasi agar dapat mengetahui perasaan yang sebenarnya dirasakan oleh anak. Dia juga berharap bahwa orang tua dapat menjaga ekspresi saat anak mulai terbuka.

"Saat pandemi ini, sebaiknya orang tua tidak terlalu menuntut anak. Sebab anak jika dituntut terlalu tinggi dapat merasa tertekan. Tapi jika tidak dituntut dalam artian terlalu bebas ya juga dapat menimbulkan perasaan tidak berguna," ujar Rosdiana.

Dalam kesempatan berbeda, Psikolog Livia Istania DF Iskandar mengatakan bahwa orang tua harus memahami kondisi dari anak, sehingga orang tua diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan kondisi tersebut.

"Di masa pandemi ini orang tua juga jangan menetapkan standar yang terlalu tinggi juga. Harus tahu gimana kondisi anak. Misal kalau dia ekstrovert mungkin dia akan mengalami penurunan, susah untuk belajar sendirian," kata Livia.

Sejalan dengan Livia, psikolog Tika Bisono juga meminta masyarakat untuk saling peduli terhadap sekitar untuk membantu anak dengan kondisi mental depresi akut yang memiliki kecenderungan menyakiti diri sendiri hingga bunuh diri.

"Karena walaupun tidak kenal secara pribadi, tapi ada tangan menjulur itu bisa membuat orang mentalnya lebih baik" ujar Tika.

Jika anak mulai menunjukkan perilaku menyakiti diri hingga memiliki kecenderungan untuk bunuh diri, dr. I Gusti Ngurah Agastya, Sp.KJ dari Klinik Angsamerah mengimbau orang tua untuk tidak membiarkan anak seorang diri dan menjauhkan benda-benda berbahaya dari jangkauan anak.

"Hal yang perlu dilakukan dari si orang tua adalah memastikan keamanan anak. Temani anak, jauhkan dari benda berbahaya seperti benda tajam, atau alat yang bisa digunakan untuk melukai dirinya, atau bahkan mungkin jendela kamar. Lalu bila masih ada pikiran tersebut, maka segeralah bawa anak ke dokter jiwa atau psikiater. Jika dibutuhkan juga bisa ke IGD rumah sakit yang menangani kondisi kesehatan mental," kata Agastya.

Baca juga: Psikolog ingatkan bahaya "self-diagnosis"

Baca juga: Pentingnya jaga kesehatan mental anak saat pandemi

Baca juga: Membangun relasi dapat menjaga kesehatan mental anak