Satgas: Ancaman varian baru bisa saja terbentuk di dalam negeri
10 September 2021 19:38 WIB
Tangkapan layar Ketua Tim Pakar Satgas COVID-19 Prof Wiku Adisasmito saat memaparkan materi dalam konferensi pers yang dipantau via daring di Jakarta, Jumat (10/9/2021). ANTARA/Zubi Mahrofi.
Jakarta (ANTARA) - Ketua Tim Pakar Satgas COVID-19 Prof Wiku Adisasmito mengingatkan bahwa ancaman varian baru COVID-19 tidak hanya berasal dari luar Indonesia, namun bisa saja terbentuk di dalam negeri.
"Semua virus, termasuk virus SARS Cov-2 penyebab COVID-19 mengalami perubahan terus-menerus. Fakta ini merupakan pengingat bahwa virus akan terus bermutasi selama virus masih ada dan beredar di masyarakat," ujar Prof Wiku dalam konferensi pers yang dipantau secara daring di Jakarta, Jumat.
Maka itu, lanjut dia, melalui berbagai kebijakan yang menyeluruh, pemerintah senantiasa berusaha menekan angka kasus.
Baca juga: Luhut minta semua pihak kompak disiplin hindari gelombang ketiga
Dengan begitu, menurut dia, semakin rendah penularan yang terjadi di masyarakat maka semakin kecil pula kemungkinan virus mengalami perubahan menjadi varian baru.
Dalam kesempatan itu, Wiku mengemukakan, jenis varian COVID-19 dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu varian yang menjadi perhatian (variant of concern/VOC) dan varian yang diamati (variant of interest/VOI).
Ia menjelaskan varian yang termasuk dalam VOC merupakan varian yang sudah terbukti mengalami perubahan karakteristik, seperti lebih menular, meningkatkan keparahan gejala, menurunkan efektivitas kekebalan tubuh, menurunkan akurasi alat diagnostik, atau menurunkan efektivitas obat dan terapi.
Baca juga: Satgas: Informasi vaksin picu varian baru Corona adalah hoaks
Saat ini, terdapat empat VOC yang perlu menjadi perhatian, yakni Alpha, Beta, Gamma dan Delta.
Wiku menjelaskan varian Alpha bersifat lebih menular dan lebih berpeluang menyebabkan keparahan gejala.
Varian Beta dan Gamma, disampaikan, bersifat lebih menular serta meningkatkan risiko kebutuhan perawatan di rumah sakit.
Varian Delta, bersifat lebih menular bahkan bagi orang yang telah tervaksinasi, serta meningkatkan risiko kebutuhan perawatan di rumah sakit.
Baca juga: Kemenkes: Varian Delta menyebar hampir merata di Indonesia
"Untuk itu respons tepat dalam menghadapi keberadaan VOC ini ialah memperketat kebijakan mobilitas dengan skrining berlapis khususnya bagi pelaku perjalanan asal negara di mana varian tersebut juga ditemukan," kata Wiku.
Selain itu, ia juga meminta masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi tertular dengan meningkatkan kedisiplinan protokol kesehatan di manapun dan kapanpun.
Sementara varian yang masuk dalam kategori VOI, Wiku menyampaikan, terdapat lima jenis varian yang masuk dalam kategori itu, yaitu Eta, Iota, Kappa, Lambda dan Mu.
Baca juga: Kemenkes sebut dari 5.835 hasil sekuensing belum ditemukan varian Mu
"Varian-varian yang masuk dalam kategori VOI diprediksi dapat mempengaruhi karakteristik virus, dilihat dari perubahan genetiknya maupun karena pengaruhnya terhadap transmisi di komunitas, termasuk memunculkan klaster kasus di beberapa negara," paparnya.
Ia mengatakan, respons yang tepat dalam menghadapi keberadaan VOI ini ialah terus memantau perkembangan informasi dari WHO.
"Terdapat dua kemungkinan yang dapat terjadi seiring dengan studi lanjutan yang dilakukan, yaitu berubahnya status VOI menjadi VOC, sebagaimana yang dialami varian Delta, atau statusnya bisa berubah menjadi tidak aktif di suatu wilayah," kata Wiku.
Baca juga: Satgas COVID-19: Virus varian Delta terbanyak ditemukan
"Semua virus, termasuk virus SARS Cov-2 penyebab COVID-19 mengalami perubahan terus-menerus. Fakta ini merupakan pengingat bahwa virus akan terus bermutasi selama virus masih ada dan beredar di masyarakat," ujar Prof Wiku dalam konferensi pers yang dipantau secara daring di Jakarta, Jumat.
Maka itu, lanjut dia, melalui berbagai kebijakan yang menyeluruh, pemerintah senantiasa berusaha menekan angka kasus.
Baca juga: Luhut minta semua pihak kompak disiplin hindari gelombang ketiga
Dengan begitu, menurut dia, semakin rendah penularan yang terjadi di masyarakat maka semakin kecil pula kemungkinan virus mengalami perubahan menjadi varian baru.
Dalam kesempatan itu, Wiku mengemukakan, jenis varian COVID-19 dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu varian yang menjadi perhatian (variant of concern/VOC) dan varian yang diamati (variant of interest/VOI).
Ia menjelaskan varian yang termasuk dalam VOC merupakan varian yang sudah terbukti mengalami perubahan karakteristik, seperti lebih menular, meningkatkan keparahan gejala, menurunkan efektivitas kekebalan tubuh, menurunkan akurasi alat diagnostik, atau menurunkan efektivitas obat dan terapi.
Baca juga: Satgas: Informasi vaksin picu varian baru Corona adalah hoaks
Saat ini, terdapat empat VOC yang perlu menjadi perhatian, yakni Alpha, Beta, Gamma dan Delta.
Wiku menjelaskan varian Alpha bersifat lebih menular dan lebih berpeluang menyebabkan keparahan gejala.
Varian Beta dan Gamma, disampaikan, bersifat lebih menular serta meningkatkan risiko kebutuhan perawatan di rumah sakit.
Varian Delta, bersifat lebih menular bahkan bagi orang yang telah tervaksinasi, serta meningkatkan risiko kebutuhan perawatan di rumah sakit.
Baca juga: Kemenkes: Varian Delta menyebar hampir merata di Indonesia
"Untuk itu respons tepat dalam menghadapi keberadaan VOC ini ialah memperketat kebijakan mobilitas dengan skrining berlapis khususnya bagi pelaku perjalanan asal negara di mana varian tersebut juga ditemukan," kata Wiku.
Selain itu, ia juga meminta masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi tertular dengan meningkatkan kedisiplinan protokol kesehatan di manapun dan kapanpun.
Sementara varian yang masuk dalam kategori VOI, Wiku menyampaikan, terdapat lima jenis varian yang masuk dalam kategori itu, yaitu Eta, Iota, Kappa, Lambda dan Mu.
Baca juga: Kemenkes sebut dari 5.835 hasil sekuensing belum ditemukan varian Mu
"Varian-varian yang masuk dalam kategori VOI diprediksi dapat mempengaruhi karakteristik virus, dilihat dari perubahan genetiknya maupun karena pengaruhnya terhadap transmisi di komunitas, termasuk memunculkan klaster kasus di beberapa negara," paparnya.
Ia mengatakan, respons yang tepat dalam menghadapi keberadaan VOI ini ialah terus memantau perkembangan informasi dari WHO.
"Terdapat dua kemungkinan yang dapat terjadi seiring dengan studi lanjutan yang dilakukan, yaitu berubahnya status VOI menjadi VOC, sebagaimana yang dialami varian Delta, atau statusnya bisa berubah menjadi tidak aktif di suatu wilayah," kata Wiku.
Baca juga: Satgas COVID-19: Virus varian Delta terbanyak ditemukan
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2021
Tags: