Jakarta (ANTARA) - Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Muhammad Syarif Bando mengatakan pihaknya fokus membina perpustakaan daerah di Indonesia.

“Hal ini sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Pembinaan perpustakaan dilakukan, salah satunya melalui transfer dana dekonsentrasi ke perpustakaan provinsi,” ujar Syarif dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis.

Hal itu dilakukan agar hubungan pembinaan antara pemerintah pusat, Perpusnas, dan perpustakaan umum provinsi berjalan baik,

"Tentu saja kami fokus meningkatkan peran perpustakaan umum di tingkat provinsi dan kabupaten/kota sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat untuk melaksanakan pembinaan di daerahnya masing-masing," kata Syarif dalam Konferensi Kepala Perpustakaan Nasional Dunia (Conference of Directors of National Libraries/CDNL).

Baca juga: Sekolah Islam Al Insyirah Sulsel peringati Hari Literasi Internasional

Baca juga: 34 siswa SD/MI ikuti lomba bertutur tingkat nasional


Syarif menjelaskan pada masa pandemi COVID-19, Perpusnas menggunakan pendekatan perpustakaan menjangkau masyarakat melalui perpustakaan digital. Beberapa aplikasi digital telah disediakan untuk masyarakat, di antaranya iPusnas, Indonesia OneSearch, dan Khastara.

"Ini menjadi kelebihan kami di Perpusnas. Sebelum pandemi COVID-19, kami sudah memiliki aplikasi digital. Sehingga ketika peraturan pemerintah mewajibkan semua warganya untuk melakukan aktivitas di rumah, aplikasi digital ini bisa dimanfaatkan kapan dan di mana saja,” terang dia.

Ketua CDNL, Lily Knibbeler, menyatakan ketidakpastian, baik kecil maupun besar, akan selalu menjadi bagian dari kehidupan manusia. Pandemi COVID-19 yang berlangsung sejak Maret 2020 menjadi hal yang tidak terduga.

Namun, menurut Lily, banyak krisis yang dihadapi perpustakaan nasional. Tidak hanya pandemi penyakit menular, krisis yang dihadapi di antaranya gempa bumi, banjir, kebakaran, dan lainnya.

“Jadi bagaimana, kita sebagai kepala perpustakaan nasional, memimpin organisasi dalam ketidakpastian yang berkembang,” jelasnya.

Kepala Perpustakaan Nasional Australia (NLA), Marie-Louise Ayres, mengatakan mengubah cara pandang mengenai risiko organisasi membutuhkan waktu yang lama. Oleh karena itu, institusi harus siap menghadapi hal yang tidak terduga.

“Bagi Anda yang ingin mengubah cara pandang organisasi tentang risiko, itu butuh waktu. Ini bukan pekerjaan dalam hitungan bulan, tapi tahunan,” ulasnya.

NLA juga memanfaatkan layanan digital. Marie-Louise mengaku perpustakaan lebih beruntung daripada museum karena tetap dapat melayani masyarakat, melalui layanan digital.

“Perpustakaan kita berada di sebuah kota kecil Canberra, di negara dan di benua yang besar. Jadi kita memastikan bahwa gedung perpustakaan tidak menjadi pusat dari layanan seperti yang kita lakukan 20 tahun terakhir. Saat ini kita membuat pengguna terlibat secara digital,” kata Marie-Louise.

Dalam hal kesiapan menghadapi bencana atau krisis, NLA sudah memiliki rencana bisnis lanjutan. Berangkat dari pengalaman dua bencana besar yang negaranya, NLA menyelesaikan penulisan ulang dokumentasi, rencana, dan kerangka kerja yang lebih memperhitungkan tingkat ketidakpastian yang tinggi jika bencana terjadi lebih lama.*

Baca juga: Kepala Perpusnas dorong penguatan perpustakaan di negara Jalur Sutera

Baca juga: Kemenkop gandeng Perpusnas dukung literasi UMKM