Jakarta (ANTARA News) - Bank Dunia dalam laporan triwulan meminta Indonesia untuk fokus kepada penguatan aliran modal yang masuk sepanjang 2010 dan dampak peningkatan harga-harga komoditas.

"Tantangannya adalah untuk memaksimalkan kesempatan-kesempatan yang muncul sebagai akibat tingginya aliran masuk modal dan harga komoditas, disamping juga mengelola risikonya," kata Ekonom Utama Bank Dunia untuk Indonesia Shubham Chaudhuri dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

Ia menjelaskan, aliran masuk modal, terutama aliran portofolio, disebabkan oleh tingginya imbal hasil (yield) Indonesia, kuatnya prospek pertumbuhan dan peningkatan kelayakan kredit dibandingkan ekonomi-ekonomi dengan penghasilan yang lebih tinggi.

"Termasuk diantaranya, sebagai contoh, meningkatkan insentif bagi penanaman modal asing, untuk membantu mengalihkan aliran masuk ke investasi dengan jangka yang lebih panjang," ujarnya.

Menurut dia, aliran tersebut membawa manfaat, seperti menurunkan biaya pendanaan, namun juga meningkatkan keprihatinan terhadap ekonomi makro dan kehati-hatian kebijakan.

Sementara permintaan dari pasar-pasar kekuatan ekonomi baru, terutama China, bersama dengan ekspansi moneter di Amerika Serikat dan negara-negara lain juga membantu mendorong harga-harga komoditas non-energi naik, termasuk harga bahan pangan dan bahan baku.

Subham mengatakan, kedua tren global tersebut mendukung posisi neraca pembayaran Indonesia serta membawa risiko karena adanya potensi pembalikan arah aliran modal dan meningkatnya inflasi di masa depan, terutama terhadap harga bahan pangan.

Ia mengatakan, pertumbuhan di Indonesia melambat pada triwulan III sebesar 5,8 persen, umumnya karena faktor-faktor domestik, seperti gangguan yang berhubungan dengan cuaca terhadap pertanian, pertambangan dan penggalian.

Sebagai akibatnya, Bank Dunia sedikit merivisi turun ramalan pertumbuhan 2010 sebesar 0,1 poin persentase menjadi 5,9 persen.

Goncangan pasokan pertanian dan meningkatnya harga komoditas mempengaruhi harga bahan pangan domestik, sehingga berkontribusi terhadap peningkatan inflasi headline pada November.

Melihat ke tahun 2011, tren-tren positif dalam investasi dan kekuatan konsumsi swasta diperkirakan akan berlanjut, dan Bank Dunia meramalkan adanya penguatan tipis pertumbuhan menjadi 6,2 persen.

Subham mengatakan, pada jangka menengah, untuk mencapai sasaran pertumbuhan sebesar 7 persen yang ditetapkan oleh pemerintah, Indonesia harus melakukan investasi pada prasarana kritis dan kegiatan ekonomi yang menciptakan lapangan kerja.

"APBN 2011 yang baru disahkan adalah suatu langkah positif dengan peningkatan alokasi belanja modal, begitu juga upaya-upaya tambahan untuk menangani rintangan-rintangan pencairan anggaran belanja," ujarnya.

Lebih lanjut, seiring dengan pergerakan Indonesia untuk mempercepat pertumbuhan, modal asing tampaknya akan semakin memegang peranan, terutama jika sistem peraturan di Indonesia memiliki kepastian dan konsistensi yang lebih besar, dan pemerintah berusaha memperbaiki konektivitas serta dalam dan antar pulau-pulau Indonesia dengan dunia internasional.

"Melangkah ke depan, Indonesia dapat membuat pertumbuhan menjadi lebih inklusif dengan kebijakan-kebijakan yang mengatasi kerentanan terhadap kemiskinan dan meningkatkan akses terhadap layanan dasar," kata Direktur Bank Dunia untuk Indonesia, Stefan Koeberle.

Menurut dia, untuk mewujudkan pertumbuhan tersebut dibutuhkan penciptaan lapangan kerja berkualitas bagi kaum miskin dan mendekati miskin, serta memberikan jaring pengaman bagi mereka yang terkena dampak kejadian-kejadian yang mempengaruhi kesehatan, daya beli atau mata pencaharian.

Sementara Pjs Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Agus Suprijanto mengatakan pertumbuhan pada triwulan IV akan didukung oleh kuatnya konsumsi rumah tangga, tingginya konsumsi pemerintah dengan penyerapan belanja yang besar, serta investasi yang cukup kuat dan ekspor menjanjikan dengan tingginya harga komoditas.

"Kita tetap optimis pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan dapat mencapai 6 persen, apalagi target kita tahun depan 6,4 persen. Jadi tahun ini kita optimis 6 persen," ujarnya.

(S034/B012/S026)