Sleman (ANTARA News) - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X mengaku siap untuk bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membicarakan seputar polemik Rancangan Undang-undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.

"Pada prinsipnya saya siap untuk bertemu presiden, sedangkan untuk tawaran mediasi dari Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) itu jangan tanyakan pada saya, tapi tanyakan pada pak Jarwadi (Rektor UGM Prof Sudjarwadi)," katanya di Pakem, Sleman, Kamis.

Seperti diberitakan, UGM Yogyakarta siap mensinergikan filosofi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Sri Sultan Hamengku Buwono X, mengenai pengisian jabatan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta.

"Upaya itu untuk menemukan instrumentasi terbaik bagi kesamaan antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Sultan," kata Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Sudjarwadi di Yogyakarta.

Menurut dia, jika diminta, UGM siap untuk memberikan usul tentang instrumentasi terbaik itu melalui proses konsultatif dengan Presiden SBY dan Sultan.

"Pada dasarnya, pandangan filosofis tentang siapa yang menjadi gubernur DIY menurut Presiden SBY dan Sultan sebenarnya sama. Jika Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII masih ada, pandangannya diyakini juga sama," ucapnya.

Ia mengatakan, secara filosofis kata kunci Presiden SBY tentang demokrasi adalah sama dengan kata kunci Sultan yakni tanyakan kepada rakyat. Kata kunci Sultan Hamengku Buwono IX yang diikuti Paku Alam VIII tentang tahta untuk rakyat, juga merupakan hakikat demokrasi.

"Jadi, tidak ada perbedaan filosofis antara Sultan Hamengku Buwono IX, Paku Alam VIII, Sultan Hamengku Buwono X, Paku Alam IX, dan Presiden SBY. Namun, yang belum ditemukan adalah instrumentasi implementasi kesamaan filosofis itu ke dalam format undang-undang," katanya.

Sultan sendiri mengaku sampai saat ini belum dihubungi pihak UGM Yogyakarta terkait dengan rencana tersebut.

"Saya belum dihubungi, itu kan kabar di koran, jika Pak Jawardi bersedia ya `monggo` silakan saja," katanya.

(ANT/S026)