Dirjen: Zakat dan wakaf konsep Islam untuk sejahterakan masyarakat
8 September 2021 17:37 WIB
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Kamaruddin Amin saat menjadi pembicara dalam Festival Literasi Zakat Wakaf. ANTARA/HO-Kemenag
Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Kamaruddin Amin menyatakan zakat dan wakaf merupakan konsep fundamental dalam Islam sebagai instrumen strategis yang berkontribusi untuk menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat.
"Zakat dan wakaf adalah instrumen dalam Islam yang memiliki dampak sosial untuk menyejahterakan masyarakat," ujar Kamaruddin Amin dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.
Ia menjelaskan zakat sebagai ibadah mahdhah sama dengan syahadat, shalat, puasa, dan haji, tapi memiliki makna yang berbeda dalam menjalankannya. Syahadat, shalat, puasa, dan haji merupakan rukun pribadi atau kesalehan personal untuk yang menjalankannya.
“Kalau zakat masuk ke kategori rukun sosial, karena siapa yang menunaikan zakat, manfaatnya dirasakan oleh masyarakat umum,” ujarnya.
Untuk wakaf, kata dia, dalam sejarah perkembangan Islam dari zaman sahabat nabi sampai saat ini wakaf berfungsi sebagai instrumen dalam menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat.
"Oleh karena itu wakaf sering disebut sebagai tindak lanjut untuk tingkat kesalehan sosial," kata dia.
Baca juga: Bantu warga terdampak, produk PKL diborong Inisiatif Zakat Indonesia
Baca juga: Kemenag gandeng Maliq & D'Essentials luncurkan audio drama zakat-wakaf
Dalam upaya meningkatkan nilai pengumpulan zakat dan wakaf, menurut dia, Kemenag akan membentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ) tingkat kecamatan di Kantor Urusan Agama (KUA). Berdasarkan Zakat Outlook 2020, potensi zakat nasional mencapai Rp 327,6 triliun, namun yang terhimpun baru Rp 2,18 triliun.
"Semoga dengan pembentukan UPZ kecamatan di seluruh KUA dapat mendongkrak penghimpunan zakat nasional," kata dia.
Ia merinci jumlah KUA di Indonesia ada 5.945, namun yang memiliki UPZ dan bermitra dengan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) kabupaten/kota hanya lima persennya saja. Jumlah tersebut masih jauh untuk menggapai potensi zakat nasional.
"Jumlah KUA yang hampir 6.000 harus dikapitalisasi untuk mendukung perzakatan di Indonesia,” ujarnya.
Selain itu, untuk meningkatkan penghimpunan zakat yang harus dibenahi adalah meningkatkan literasi masyarakat soal zakat. Ini bisa dimulai dari tingkat KUA dengan mengerahkan Penyuluh Agama Islam (PAI) dan penghulu.
"Para PAI PNS, PAI non PNS, dan penghulu adalah tenaga utama untuk meningkatkan literasi masyarakat. Jika literasi teratasi, kesadaran masyarakat untuk berzakat akan tumbuh," kata dia.
Baca juga: Tingkatkan literasi, Kemenag gelar Festival Literasi Zakat Wakaf
Baca juga: Bank Indonesia nilai literasi terkait ziswaf perlu ditingkatkan
Baca juga: ACT luncurkan aplikasi Indonesia Dermawan 2.0 fasilitasi para penderma
"Zakat dan wakaf adalah instrumen dalam Islam yang memiliki dampak sosial untuk menyejahterakan masyarakat," ujar Kamaruddin Amin dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.
Ia menjelaskan zakat sebagai ibadah mahdhah sama dengan syahadat, shalat, puasa, dan haji, tapi memiliki makna yang berbeda dalam menjalankannya. Syahadat, shalat, puasa, dan haji merupakan rukun pribadi atau kesalehan personal untuk yang menjalankannya.
“Kalau zakat masuk ke kategori rukun sosial, karena siapa yang menunaikan zakat, manfaatnya dirasakan oleh masyarakat umum,” ujarnya.
Untuk wakaf, kata dia, dalam sejarah perkembangan Islam dari zaman sahabat nabi sampai saat ini wakaf berfungsi sebagai instrumen dalam menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat.
"Oleh karena itu wakaf sering disebut sebagai tindak lanjut untuk tingkat kesalehan sosial," kata dia.
Baca juga: Bantu warga terdampak, produk PKL diborong Inisiatif Zakat Indonesia
Baca juga: Kemenag gandeng Maliq & D'Essentials luncurkan audio drama zakat-wakaf
Dalam upaya meningkatkan nilai pengumpulan zakat dan wakaf, menurut dia, Kemenag akan membentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ) tingkat kecamatan di Kantor Urusan Agama (KUA). Berdasarkan Zakat Outlook 2020, potensi zakat nasional mencapai Rp 327,6 triliun, namun yang terhimpun baru Rp 2,18 triliun.
"Semoga dengan pembentukan UPZ kecamatan di seluruh KUA dapat mendongkrak penghimpunan zakat nasional," kata dia.
Ia merinci jumlah KUA di Indonesia ada 5.945, namun yang memiliki UPZ dan bermitra dengan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) kabupaten/kota hanya lima persennya saja. Jumlah tersebut masih jauh untuk menggapai potensi zakat nasional.
"Jumlah KUA yang hampir 6.000 harus dikapitalisasi untuk mendukung perzakatan di Indonesia,” ujarnya.
Selain itu, untuk meningkatkan penghimpunan zakat yang harus dibenahi adalah meningkatkan literasi masyarakat soal zakat. Ini bisa dimulai dari tingkat KUA dengan mengerahkan Penyuluh Agama Islam (PAI) dan penghulu.
"Para PAI PNS, PAI non PNS, dan penghulu adalah tenaga utama untuk meningkatkan literasi masyarakat. Jika literasi teratasi, kesadaran masyarakat untuk berzakat akan tumbuh," kata dia.
Baca juga: Tingkatkan literasi, Kemenag gelar Festival Literasi Zakat Wakaf
Baca juga: Bank Indonesia nilai literasi terkait ziswaf perlu ditingkatkan
Baca juga: ACT luncurkan aplikasi Indonesia Dermawan 2.0 fasilitasi para penderma
Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021
Tags: