Sumatera Selatan (ANTARA) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pengadilan Tinggi Sumatera Selatan (Sumsel) mengagendakan pemanggilan terhadap mantan Gubernur Sumsel Alex Noerdin yang juga Ketua Umum Yayasan Masjid Sriwijaya, dan Muddai Madang Bendahara Umum Yayasan Masjid Sriwijayan sebagai saksi terkait korupsi pembangunan Masjid Sriwijaya Palembang.

Kepala Seksi Penuntutan Bidang Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sumsel M Naimullah, di Palembang, Selasa, mengatakan pihaknya mengagendakan pemanggilan terhadap Muddai Madang untuk bersaksi pada sidang pekan depan. Sedangkan untuk Alex Noerdin diagendakan pemanggilan pada sidang dua pekan ke depan.

“Saat ini memang belum dipanggil, kami agendanya sampai dua pekan ke depan,” kata dia.

Menurutnya, kedua petinggi di Sumsel itu dipanggil sebagai saksi untuk melengkapi berkas pembuktian tindak pidana korupsi (tipikor) dana hibah pembanginan Masjid Raya Sriwijaya terhadap empat terdakwa Edi Hermanto, Syarifudin, Yudi Arminto, dan Dwi Krisdayani, di Pengadilan Negeri Palembang, Sumsel.

“Mereka nanti dipanggil sebagai saksi,” ujarnya.

Adapun selama perkara dugaan tipikor pembangunan masjid prototipe terbesar se-Asia itu berlangsung di Pengadilan Negeri Palembang, sedikitnya sudah ada 16 saksi yang dihadirkan JPU.
Baca juga: Alex Noerdin disebut terima Rp2,4 miliar dari Masjid Raya Sriwijaya


Para saksi itu adalah Richard Cahyadi (mantan Kaban Kesbangpol Sumsel), Agustinus Toni (Staf BPKAD Sumsel), Suwandi (tim verifikasi dokumen Setda Pemprov Sumsel), Rita Aryani, Joko Imam (mantan Asisten IV Administrasi dan Umum Setda Provinsi Sumsel), MA Gantada (mantan Ketua DPRD Sumsel), Akhmad Najib (Asisisten III Kesejahteraan Rakyat Setda Sumsel), Mukti Sulaiman (tersangka), Ahmad Nasuhi (tersangka), Laoma L Tobing (Kepala BPKAD Sumsel), Toni Aguswara (Anggota Divisi Hukum dan Administrasi Lahan Pembangunan Masjid Sriwijaya).

Mereka bersaksi dalam sidang yang berlangsung, Selasa.

Lalu, Ardani (Kepala Divisi Hukum Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya sekaligus Kepala Biro Hukum Setda Provinsi Sumsel), Angga Ariansyah (Kabag Aset Pemprov Sumsel), dan Syahrullah (Wakil Ketua Divisi Hukum dan Lahan Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya), Lumassia (Sekretaris Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya), dan Zainal Effendi Berlian (Ketua Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya sejak 2020), Akmad Najib (Asisten III Bidang Kesra Setda Sumsel), Muddai Madang (mantan Bendahara Umum Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya). Mereka sudah bersaksi dalam sidang yang berlangsung, Selasa (24/8) lalu.

Sedangkan Alex Noerdin mantan Gubernur Sumsel yang kini Anggota Komisi VII DPR RI sudah menjalani pemeriksaan pada sidang perdana, di Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (29/7), dan Muddai Madang menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Kejaksaan Tinggi Sumsel pada Senin (8/2).

Saksi tersebut dipanggil untuk mengusut tuntas kasus yang menimbulkan kerugian negara senilai Rp130 miliar.

Sementara ini empat terdakwa disebut telah melanggar Pasal 2 juncto Pasal 18 UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 KUHP dan subsider Pasal 3 jo Pasal 18 UU No. 20/2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Baca juga: Pemberian dana hibah pembangunan Masjid Raya Palembang maladministrasi
Baca juga: Empat terdakwa tipikor Masjid Raya Sriwijaya Palembang disidangkan


Berita ini diperbaiki pada 23 September 2021 dengan menghilangkan "Wakil Ketua Umum Komite Olimpiade Indonesia (KOI)" pada alinea ke-10 berdasarkan permintaan koreksi dari KOI.

KOI menyebut bahwa benar Sdr Muddai Madang pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Komite Olimpiade Indonesia Periode 2014-2019. Namun, yang bersangkutan kini tidak lagi menjabat sebagai pengurus dan/atau anggota organisasi olahraga nasional yang berada dalam naungan Komite Olimpiade Indonesia. KOI menyebut, kasus hukum yang sedang dijalani oleh yang bersangkutan tidak ada kaitannya dengan olahraga dan/atau berhubungan dengan lembaga/institusi. Komite Olimpiade Indonesia menghargai proses hukum yang sedang dijalani olehyang bersangkutan. Namun, Komite Olimpiade Indonesia mengedepankanpresumption of innocence atau asas praduga tidak bersalah yang menjadi hakwarga negara sebelum adanya keputusan inkrah.