Walhi Jambi mendampingi penyelesaian konflik lahan di 29 desa
7 September 2021 19:05 WIB
Pansus Konflik Lahan DPRD Provinsi Jambi berkoordinasi dengan NGO melakukan inventarisir konflik lahan di Provinsi Jambi. Walhi Jambi melakukan pendampingan penyelesaian konflik lahan di 29 desa di Provinsi Jambi. ANTARA/Dodi Saputra
Jambi (ANTARA) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jambi tengah mendampingi penyelesaian konflik lahan antara masyarakat dan pihak perusahaan pada 29 desa yang tersebar di wilayah Provinsi Jambi.
"Yang saat ini intens kami dampingi yakni penyelesaian konflik lahan di 29 desa di Provinsi Jambi," kata Direktur Eksekutif Walhi Jambi Abdullah, di Jambi, Selasa.
Konflik lahan di 29 desa di daerah itu didominasi oleh desa-desa yang berada di Kabupaten Tebo, Batanghari, Muaro Jambi, dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
Abdullah menjelaskan sebagian besar konflik lahan di Provinsi Jambi terjadi antara masyarakat dengan perusahaan sebagai pemegang izin hak guna usaha (HGU), di antaranya dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit dan perusahaan tambang.
Saat ini perkembangan pendampingan yang dilakukan Walhi, yakni dalam proses menyusun data subjek dan objek serta verifikasi internal antara kelompok tani di desa dengan Walhi.
Selanjutnya pendampingan dilakukan dengan berkoordinasi dengan instansi dan lembaga terkait, seperti Dinas Perkebunan dan Badan Pertanahan Nasional untuk memastikan apakah lahan yang dimaksud benar-benar berada di kawasan hutan atau berada dalam izin HGU yang dimiliki oleh perusahaan.
Walhi berharap penyelesaian konflik lahan di Provinsi Jambi dapat berjalan dengan baik dan lebih cepat, karena telah dibentuk Panitia Khusus (Pansus) Sengketa Lahan di DPRD Provinsi Jambi.
"Hadirnya Pansus Sengketa Lahan Provinsi Jambi diharapkan dapat mempercepat penyelesaian konflik lahan di Jambi, karena pansus memiliki wewenang untuk memanggil pihak-pihak yang bersangkutan," kata Abdullah.
Pansus konflik lahan DPRD Provinsi Jambi pada Selasa (7/9) siang mengundang sejumlah non-governmental organization (NGO) di Provinsi Jambi untuk berkoordinasi dalam melakukan penyelesaian konflik lahan di wilayah Provinsi Jambi.
"Kami mengundang NGO dalam rangka untuk mendata konflik lahan yang ada di wilayah Provinsi Jambi, karena NGO sudah terlebih dahulu mendampingi penyelesaian konflik lahan di Jambi," kata Ketua Pansus Konflik Lahan Provinsi Jambi Wartono Triyan Kusumo.
Selain itu, juga untuk mengetahui sejauh mana proses penyelesaian konflik lahan yang didampingi oleh NGO di Provinsi Jambi.
Pansus Konflik Lahan Provinsi Jambi memiliki waktu enam bulan untuk menyelesaikan konflik lahan di Provinsi Jambi. Dengan waktu yang cukup singkat tersebut Pansus Konflik Lahan Provinsi Jambi akan mendata konflik lahan yang menjadi prioritas untuk diselesaikan.
Sejumlah konflik lahan yang sudah diidentifikasi yakni konflik lahan di Kabupaten Tebo, tepatnya di daerah Patokan 55 konflik lahan antara masyarakat dengan PT Lestari Asri Jaya (LAJ). Kemudian di daerah Lubuk Madrasah konflik lahan antara masyarakat dengan PT Wirakarya Sakti (WKS).
Selanjutnya penyerobotan lahan dengan PTPN VI di Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Tanjung Jabung Timur.
"Aturan yang berbenturan dengan peraturan di pemerintah pusat akan kami koordinasikan dengan kementerian terkait, sepanjang aturan tersebut memberatkan untuk masyarakat kami minta untuk ditinjau ulang," kata Wartono.
Baca juga: Pakar: Perhutanan sosial jalan tengah atasi konflik lahan di Jambi
Baca juga: Walhi inginkan pemerintah tuntaskan konflik agraria di Jambi
"Yang saat ini intens kami dampingi yakni penyelesaian konflik lahan di 29 desa di Provinsi Jambi," kata Direktur Eksekutif Walhi Jambi Abdullah, di Jambi, Selasa.
Konflik lahan di 29 desa di daerah itu didominasi oleh desa-desa yang berada di Kabupaten Tebo, Batanghari, Muaro Jambi, dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
Abdullah menjelaskan sebagian besar konflik lahan di Provinsi Jambi terjadi antara masyarakat dengan perusahaan sebagai pemegang izin hak guna usaha (HGU), di antaranya dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit dan perusahaan tambang.
Saat ini perkembangan pendampingan yang dilakukan Walhi, yakni dalam proses menyusun data subjek dan objek serta verifikasi internal antara kelompok tani di desa dengan Walhi.
Selanjutnya pendampingan dilakukan dengan berkoordinasi dengan instansi dan lembaga terkait, seperti Dinas Perkebunan dan Badan Pertanahan Nasional untuk memastikan apakah lahan yang dimaksud benar-benar berada di kawasan hutan atau berada dalam izin HGU yang dimiliki oleh perusahaan.
Walhi berharap penyelesaian konflik lahan di Provinsi Jambi dapat berjalan dengan baik dan lebih cepat, karena telah dibentuk Panitia Khusus (Pansus) Sengketa Lahan di DPRD Provinsi Jambi.
"Hadirnya Pansus Sengketa Lahan Provinsi Jambi diharapkan dapat mempercepat penyelesaian konflik lahan di Jambi, karena pansus memiliki wewenang untuk memanggil pihak-pihak yang bersangkutan," kata Abdullah.
Pansus konflik lahan DPRD Provinsi Jambi pada Selasa (7/9) siang mengundang sejumlah non-governmental organization (NGO) di Provinsi Jambi untuk berkoordinasi dalam melakukan penyelesaian konflik lahan di wilayah Provinsi Jambi.
"Kami mengundang NGO dalam rangka untuk mendata konflik lahan yang ada di wilayah Provinsi Jambi, karena NGO sudah terlebih dahulu mendampingi penyelesaian konflik lahan di Jambi," kata Ketua Pansus Konflik Lahan Provinsi Jambi Wartono Triyan Kusumo.
Selain itu, juga untuk mengetahui sejauh mana proses penyelesaian konflik lahan yang didampingi oleh NGO di Provinsi Jambi.
Pansus Konflik Lahan Provinsi Jambi memiliki waktu enam bulan untuk menyelesaikan konflik lahan di Provinsi Jambi. Dengan waktu yang cukup singkat tersebut Pansus Konflik Lahan Provinsi Jambi akan mendata konflik lahan yang menjadi prioritas untuk diselesaikan.
Sejumlah konflik lahan yang sudah diidentifikasi yakni konflik lahan di Kabupaten Tebo, tepatnya di daerah Patokan 55 konflik lahan antara masyarakat dengan PT Lestari Asri Jaya (LAJ). Kemudian di daerah Lubuk Madrasah konflik lahan antara masyarakat dengan PT Wirakarya Sakti (WKS).
Selanjutnya penyerobotan lahan dengan PTPN VI di Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Tanjung Jabung Timur.
"Aturan yang berbenturan dengan peraturan di pemerintah pusat akan kami koordinasikan dengan kementerian terkait, sepanjang aturan tersebut memberatkan untuk masyarakat kami minta untuk ditinjau ulang," kata Wartono.
Baca juga: Pakar: Perhutanan sosial jalan tengah atasi konflik lahan di Jambi
Baca juga: Walhi inginkan pemerintah tuntaskan konflik agraria di Jambi
Pewarta: Muhammad Hanapi
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021
Tags: