Pengamat harapkan penerapan baku mutu udara yang lebih ketat
7 September 2021 17:25 WIB
Ilustrasi - Juru parkir di Jambi menggunakan masker saat kabut asap menyelimuti Kota Jambi pada beberapa waktu yang lalu. ANTARA/Dok.
Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Yayasan Indonesia Cerah Adhityani Putri mengharapkan adanya menerapkan baku mutu udara yang lebih ketat untuk mencapai kualitas udara yang lebih baik di Indonesia.
"Perlu menerapkan standar yang lebih ketat sesuai dengan ilmu pengetahuan, sesuai dengan standar WHO. Kita tidak bisa lagi memakai standar baku mutu yang jauh lebih longgar, tidak sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan," kata Adhityani ketika dihubungi ANTARA dari Jakarta pada Selasa.
Menurut Adhityani, yang bersama lembaga non-profit Indonesia Cerah bekerja mendorong transisi energi, mengatakan standar yang longgar dapat mengakibatkan adanya polusi karena pembangunan yang tidak terkendali.
Dia memberi contoh bagaimana pembangunan yang terkonsentrasi di satu titik dapat menimbulkan kemacetan yang mendorong lebih banyak pemanfaatan bahan bakar, berujung pada timbulnya polusi udara.
Baca juga: Diguyur hujan kualitas udara Jambi membaik
Baca juga: Polisi tutup pabrik aluminium diduga cemari udara di Cilincing
Semua itu dapat dihindari dengan memperketat standar yang menjadi landasan pola pembangunan.
"Standar apa itu? Yaitu standar baku mutu udara ambien dan juga standar emisi untuk berbagai tipe kegiatan, misalnya untuk industri, pembangkit listrik bahkan untuk mobil," katanya.
Dia mengatakan bahwa standar baku mutu yang diterapkan saat ini masih berada di bawah standar internasional.
Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) No.14/2020 tentang Indeks Standar Pencemar Udara dijelaskan dalam tabel Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) untuk PM 2,5 dalam kategori baik adalah 15,5 mikrogram/meterkubik dalam 24 jam terakhir. Sementara untuk standar WHO adalah 10 mikrogram/meterkubik.
Baku mutu tahunan dari WHO adalah 10 mikrogram/meterkubik sementara Indonesia berada di tingkat 15 mikrogram/meterkubik untuk tahunan, berdasarkan data yang dikutip dari situs KLHK.*
Baca juga: Pemkab: Kualitas udara Solok Selatan di bawah ambang baku mutu
Baca juga: KPBB minta pemerintah ikuti standar baku mutu WHO
"Perlu menerapkan standar yang lebih ketat sesuai dengan ilmu pengetahuan, sesuai dengan standar WHO. Kita tidak bisa lagi memakai standar baku mutu yang jauh lebih longgar, tidak sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan," kata Adhityani ketika dihubungi ANTARA dari Jakarta pada Selasa.
Menurut Adhityani, yang bersama lembaga non-profit Indonesia Cerah bekerja mendorong transisi energi, mengatakan standar yang longgar dapat mengakibatkan adanya polusi karena pembangunan yang tidak terkendali.
Dia memberi contoh bagaimana pembangunan yang terkonsentrasi di satu titik dapat menimbulkan kemacetan yang mendorong lebih banyak pemanfaatan bahan bakar, berujung pada timbulnya polusi udara.
Baca juga: Diguyur hujan kualitas udara Jambi membaik
Baca juga: Polisi tutup pabrik aluminium diduga cemari udara di Cilincing
Semua itu dapat dihindari dengan memperketat standar yang menjadi landasan pola pembangunan.
"Standar apa itu? Yaitu standar baku mutu udara ambien dan juga standar emisi untuk berbagai tipe kegiatan, misalnya untuk industri, pembangkit listrik bahkan untuk mobil," katanya.
Dia mengatakan bahwa standar baku mutu yang diterapkan saat ini masih berada di bawah standar internasional.
Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) No.14/2020 tentang Indeks Standar Pencemar Udara dijelaskan dalam tabel Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) untuk PM 2,5 dalam kategori baik adalah 15,5 mikrogram/meterkubik dalam 24 jam terakhir. Sementara untuk standar WHO adalah 10 mikrogram/meterkubik.
Baku mutu tahunan dari WHO adalah 10 mikrogram/meterkubik sementara Indonesia berada di tingkat 15 mikrogram/meterkubik untuk tahunan, berdasarkan data yang dikutip dari situs KLHK.*
Baca juga: Pemkab: Kualitas udara Solok Selatan di bawah ambang baku mutu
Baca juga: KPBB minta pemerintah ikuti standar baku mutu WHO
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021
Tags: