Hari Udara Bersih, momen dorong transisi ke energi baru terbarukan
7 September 2021 16:03 WIB
Relawan Koalisi Ibu Kota menggelar aksi menuntut udara bersih pada Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) di Jakarta, Minggu (10/3/2019). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/aww.
Jakarta (ANTARA) - Mencapai udara bersih di Indonesia sesuai semangat Hari Udara Bersih Sedunia perlu dilakukan dengan langkah nyata salah satunya mendorong transisi dari energi fosil menuju energi baru terbarukan, menurut Direktur Eksekutif Yayasan Indonesia Cerah Adhityani Putri.
"Kontribusi terbesar yang bisa dilakukan Indonesia untuk udara bersih adalah dengan cepat melepaskan ketergantungan sistem dari bahan bakar fosil. Karena energi fosil itu sekarang ini dominan di transportasi dan ketenagalistrikan dan juga untuk industri," kata Adhityani ketika dihubungi ANTARA dari Jakarta pada Selasa.
Penggunaan bahan bakar fosil di berbagai sektor seperti transportasi dan industri akan menghasilkan emisi baik polutan maupun gas rumah kaca (GRK). Menghilangkannya, kata dia, membutuhkan teknologi seperti seperti carbon capture and storage yang terbilang tidak murah dan belum bisa diterapkan dalam waktu dekat.
Karena itu langkah nyata diperlukan untuk mendorong akselerasi ke energi baru dan terbarukan seperti surya dan air untuk sektor listrik dan penggunaan bahan bakar nabati seperti biodiesel untuk sektor transportasi.
Baca juga: Jakarta hanya punya 34 hari udara bersih dalam setahun
Baca juga: Ikadil Unsri tanam 2.000 pohon ajak jaga udara bersih
Dia mengapresiasi langkah pemerintah yang sudah mendorong penggunaan bahan bakar nabati sebagai opsi lain untuk transportasi selain itu pemanfaatan energi surya lewat Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap.
Namun, hal itu perlu menurutnya masih belum mumpuni mengingat sistem saat ini masih didominasi energi fosil.
"Ini harus berubah dalam kurun waktu 10 tahun ke depan, tidak bisa bicara 30 atau 40 tahun ke depan," ujar Adhityani, yang berkecimpung di organisasi non-profit bekerja untuk mendorong transisi energi di Indonesia.
Hal itu karena beberapa wilayah pernah mencatatkan isu terkait polusi udara, seperti di ibu kota DKI Jakarta.
"Kita tidak bisa menunggu lagi," tegasnya.
Hari Udara Bersih Sedunia diperingati setiap 7 September setelah Majelis Umum PBB mengadopsi resolusi untuk langit biru pada 2019. Peringatannya dilakukan untuk meningkatkan kesadaran tentang pencemaran udara dan mendorong kolaborasi untuk meningkatkan kualitas udara.
Baca juga: Bersama-sama menjaga udara tetap bersih
Baca juga: Pemkot Denpasar semprotkan eco enzyme ciptakan udara bersih
"Kontribusi terbesar yang bisa dilakukan Indonesia untuk udara bersih adalah dengan cepat melepaskan ketergantungan sistem dari bahan bakar fosil. Karena energi fosil itu sekarang ini dominan di transportasi dan ketenagalistrikan dan juga untuk industri," kata Adhityani ketika dihubungi ANTARA dari Jakarta pada Selasa.
Penggunaan bahan bakar fosil di berbagai sektor seperti transportasi dan industri akan menghasilkan emisi baik polutan maupun gas rumah kaca (GRK). Menghilangkannya, kata dia, membutuhkan teknologi seperti seperti carbon capture and storage yang terbilang tidak murah dan belum bisa diterapkan dalam waktu dekat.
Karena itu langkah nyata diperlukan untuk mendorong akselerasi ke energi baru dan terbarukan seperti surya dan air untuk sektor listrik dan penggunaan bahan bakar nabati seperti biodiesel untuk sektor transportasi.
Baca juga: Jakarta hanya punya 34 hari udara bersih dalam setahun
Baca juga: Ikadil Unsri tanam 2.000 pohon ajak jaga udara bersih
Dia mengapresiasi langkah pemerintah yang sudah mendorong penggunaan bahan bakar nabati sebagai opsi lain untuk transportasi selain itu pemanfaatan energi surya lewat Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap.
Namun, hal itu perlu menurutnya masih belum mumpuni mengingat sistem saat ini masih didominasi energi fosil.
"Ini harus berubah dalam kurun waktu 10 tahun ke depan, tidak bisa bicara 30 atau 40 tahun ke depan," ujar Adhityani, yang berkecimpung di organisasi non-profit bekerja untuk mendorong transisi energi di Indonesia.
Hal itu karena beberapa wilayah pernah mencatatkan isu terkait polusi udara, seperti di ibu kota DKI Jakarta.
"Kita tidak bisa menunggu lagi," tegasnya.
Hari Udara Bersih Sedunia diperingati setiap 7 September setelah Majelis Umum PBB mengadopsi resolusi untuk langit biru pada 2019. Peringatannya dilakukan untuk meningkatkan kesadaran tentang pencemaran udara dan mendorong kolaborasi untuk meningkatkan kualitas udara.
Baca juga: Bersama-sama menjaga udara tetap bersih
Baca juga: Pemkot Denpasar semprotkan eco enzyme ciptakan udara bersih
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021
Tags: