Pengamat: "Shrimp estate" harus perhatikan aspek pengolahan limbah
7 September 2021 10:39 WIB
Aktivitas di tambak udang vaname, Kecamatan Labuhan Badas, Sumbawa Besar, Kabupaten Sumbawa, NTB, Sabtu (4/9/2021). ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/foc.
Jakarta (ANTARA) - Pengamat sektor kelautan Abdul Halim menyatakan program shrimp estate di Kebumen, Jawa Tengah, harus memperhatikan aspek pengolahan limbah.
"Bila salah urus, misalnya akibat limbah tambak dibuang tanpa diolah, potensi produktivitasnya menurun drastis," katanya di Jakarta, Selasa.
Dengan kata lain, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan itu sepakat bahwa bila pengolahan limbah dalam program seperti shrimp estate harus betul-betul diperhatikan dengan tepat agar produktivitasnya tidak menurun.
Selain itu, ujar dia, di kawasan tersebut diperlukan pula laboratorium untuk litbang guna memastikan dinamika pengelolaan tambak udang berjalan dengan baik serta tidak diserang virus atau penyakit.
"Budi daya udang bisa dinilai berhasil atau tidak berdasarkan beberapa faktor yaitu tidak mengalihfungsikan hutan mangrove, memiliki sistem pengendalian air input dan output, termasuk pengolahan limbah pasca budi daya, serta persentase udang yang dipanen tinggi dan terbebas dari penyakit," katanya.
Apalagi, Abdul Halim mengingatkan bahwa produktivitas tambak umumnya terjadi dalam 10 tahun pertama.
Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menggandeng Pemkab Kebumen bekerja sama dalam mengembangkan shrimp estate atau kawasan budi daya udang terintegrasi yang pertama di Indonesia, yaknj di Kebumen, Jawa Tengah.
"Saya meyakini jika model ini berhasil, maka dapat dikembangkan di wilayah lain menggunakan model yang sama dengan pengembangan potensi budidaya di masing-masing wilayah," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono.
Menurut Trenggono, dengan adanya satu bentuk model shrimp estate ini, maka ke depannya pembangunan kawasan budidaya udang dapat dikelola secara modern dan baik, lalu ada standar kualitas seperti instalasi, kualitas air, kualitas kawasan pesisirnya, serta di depan lokasi shrimp estate harus penuh dengan hutan mangrove agar tidak terjadi abrasi.
"Harus jadi inspirasi bahwa pembangunan bisa dihasilkan dari kolaborasi pemerintah pusat dan daerah seperti ini. Terlebih di pesisir nantinya kita bisa menurunkan tingkat kemiskinan masyarakat pesisir," kata Menteri Kelautan dan Perikanan.
Shrimp estate sendiri merupakan skema budidaya udang berskala besar di mana proses hulu hingga hilir berada dalam satu kawasan. Proses produksinya didukung oleh teknologi agar hasil panen lebih optimal, mencegah penyakit, serta lebih ramah lingkungan yang sesuai dengan konsep budidaya terintegrasi yakni dengan pendekatan konsep hulu-hilir, korporasi perikanan budidaya berbasis kawasan dan zero waste.
Setelah adanya penandatanganan perjanjian kerja sama pengembangan shrimp estate di Kebumen ini, ground breaking atau pencanangan tiang pertama kawasan tersebut rencananya dilakukan pada Desember 2021.
Baca juga: KKP: Kebumen mendukung inovasi tambak udang berbasis kawasan
Baca juga: Pengembangan shrimp estate perlu dipastikan tidak rusak mangrove
Baca juga: Shrimp estate pertama di Indonesia akan dibangun di Kebumen Jateng
"Bila salah urus, misalnya akibat limbah tambak dibuang tanpa diolah, potensi produktivitasnya menurun drastis," katanya di Jakarta, Selasa.
Dengan kata lain, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan itu sepakat bahwa bila pengolahan limbah dalam program seperti shrimp estate harus betul-betul diperhatikan dengan tepat agar produktivitasnya tidak menurun.
Selain itu, ujar dia, di kawasan tersebut diperlukan pula laboratorium untuk litbang guna memastikan dinamika pengelolaan tambak udang berjalan dengan baik serta tidak diserang virus atau penyakit.
"Budi daya udang bisa dinilai berhasil atau tidak berdasarkan beberapa faktor yaitu tidak mengalihfungsikan hutan mangrove, memiliki sistem pengendalian air input dan output, termasuk pengolahan limbah pasca budi daya, serta persentase udang yang dipanen tinggi dan terbebas dari penyakit," katanya.
Apalagi, Abdul Halim mengingatkan bahwa produktivitas tambak umumnya terjadi dalam 10 tahun pertama.
Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menggandeng Pemkab Kebumen bekerja sama dalam mengembangkan shrimp estate atau kawasan budi daya udang terintegrasi yang pertama di Indonesia, yaknj di Kebumen, Jawa Tengah.
"Saya meyakini jika model ini berhasil, maka dapat dikembangkan di wilayah lain menggunakan model yang sama dengan pengembangan potensi budidaya di masing-masing wilayah," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono.
Menurut Trenggono, dengan adanya satu bentuk model shrimp estate ini, maka ke depannya pembangunan kawasan budidaya udang dapat dikelola secara modern dan baik, lalu ada standar kualitas seperti instalasi, kualitas air, kualitas kawasan pesisirnya, serta di depan lokasi shrimp estate harus penuh dengan hutan mangrove agar tidak terjadi abrasi.
"Harus jadi inspirasi bahwa pembangunan bisa dihasilkan dari kolaborasi pemerintah pusat dan daerah seperti ini. Terlebih di pesisir nantinya kita bisa menurunkan tingkat kemiskinan masyarakat pesisir," kata Menteri Kelautan dan Perikanan.
Shrimp estate sendiri merupakan skema budidaya udang berskala besar di mana proses hulu hingga hilir berada dalam satu kawasan. Proses produksinya didukung oleh teknologi agar hasil panen lebih optimal, mencegah penyakit, serta lebih ramah lingkungan yang sesuai dengan konsep budidaya terintegrasi yakni dengan pendekatan konsep hulu-hilir, korporasi perikanan budidaya berbasis kawasan dan zero waste.
Setelah adanya penandatanganan perjanjian kerja sama pengembangan shrimp estate di Kebumen ini, ground breaking atau pencanangan tiang pertama kawasan tersebut rencananya dilakukan pada Desember 2021.
Baca juga: KKP: Kebumen mendukung inovasi tambak udang berbasis kawasan
Baca juga: Pengembangan shrimp estate perlu dipastikan tidak rusak mangrove
Baca juga: Shrimp estate pertama di Indonesia akan dibangun di Kebumen Jateng
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2021
Tags: