Alih fungsi lahan jadi ancaman kelangsungan satwa dilindungi di Aceh
5 September 2021 18:38 WIB
Tim Medis satwa BKSDA Aceh melakukan proses nekropsi terhadap bangkai harimau sumatra ditemukan mati di Kawasan Ekosistem Leuser, Desa Ibuboh, Kecamatan Meukek, Aceh Selatan, Aceh, Kamis (26/8/2021). ANTARA/Syifa Yulinnas/hp/aa.
Banda Aceh (ANTARA) - Kalangan pegiat lingkungan hidup menyatakan alih fungsi lahan yang tidak terkontrol saat ini menjadi ancaman keberlangsungan satwa-satwa liar di Provinsi Aceh.
"Alih fungsi lahan, seperti kawasan hutan menjadi lahan pertanian menjadi ancaman bagi kelestarian satwa-satwa liar dilindungi," kata TM Zulfikar, pegiat lingkungan hidup, di Banda Aceh, Ahad.
Selain mengancam keberlangsungan satwa dilindungi, kata TM Zulfikar, alih fungsi lahan tersebut juga sudah menyebabkan konflik dengan manusia. Akibat konflik tersebut, kedua pihak selalu dirugikan.
"Manusia kehilangan mata pencaharian seperti lahan pertanian dirusak. Sedang satwa berujung dengan kematian. Padahal, satwa tersebut merupakan penyeimbang ekosistem," kata TM Zulfikar.
Baca juga: BKSDA lepas liarkan lima satwa dilindungi di hutan Aceh
Baca juga: KLHK sebut 46 gajah mati di Aceh dalam kurun waktu tujuh tahun
Menurut TM Zulfikar, kawasan hutan Aceh sebagian memang sangat ideal sebagai habitat alami satwa dilindungi seperti gajah, harimau, orang utan, dan lainnya. Ini seharusnya dipertahankan untuk mencegah kepunahan satwa-satwa liar tersebut.
Namun, luas kawasan hutan tersebut terus menyusut karena alih fungsi lahan dan penebangan liar. Akibatnya, kehidupan satwa-satwa liar tersebut menjadi terdesak.
"Dampaknya, satwa liar terpaksa mencari mangsa di luar kawasan hutan. Bahkan ada yang mendekati pemukiman penduduk," kata TM Zulfikar yang juga Koordinator Yayasan Ekosistem Lestari di Aceh, sebuah lembaga bergerak di bidang lingkungan hidup.
Seperti yang terjadi beberapa waktu lalu di Aceh Selatan, kata TM Zulfikar, tiga harimau, satu induk ditemukan mati terjerat dekat pemukiman penduduk. Ini terjadi karena mereka mencari mangsa keluar dari habitatnya.
Oleh karena itu, mantan Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh itu mengajak para pemangku kebijakan mengontrol laju ali fungsi lahan guna mengakhiri konflik satwa dengan manusia.
"Mengakhiri konflik bukan hanya untuk keselamatan manusia, tetapi juga keberlangsungan hidup satwa-satwa liar. Apalagi, sebagian satwa liar dilindungi tersebut sudah masuk kategori kritis. Jadi, kedua pihak harus terselamatkan," kata TM Zulfikar.*
Baca juga: Ratusan tukik tuntong laut dilepasliarkan ke perairan Selat Malaka
Baca juga: Polisi amankan anak orang utan yang berkeliaran di pemukiman warga
"Alih fungsi lahan, seperti kawasan hutan menjadi lahan pertanian menjadi ancaman bagi kelestarian satwa-satwa liar dilindungi," kata TM Zulfikar, pegiat lingkungan hidup, di Banda Aceh, Ahad.
Selain mengancam keberlangsungan satwa dilindungi, kata TM Zulfikar, alih fungsi lahan tersebut juga sudah menyebabkan konflik dengan manusia. Akibat konflik tersebut, kedua pihak selalu dirugikan.
"Manusia kehilangan mata pencaharian seperti lahan pertanian dirusak. Sedang satwa berujung dengan kematian. Padahal, satwa tersebut merupakan penyeimbang ekosistem," kata TM Zulfikar.
Baca juga: BKSDA lepas liarkan lima satwa dilindungi di hutan Aceh
Baca juga: KLHK sebut 46 gajah mati di Aceh dalam kurun waktu tujuh tahun
Menurut TM Zulfikar, kawasan hutan Aceh sebagian memang sangat ideal sebagai habitat alami satwa dilindungi seperti gajah, harimau, orang utan, dan lainnya. Ini seharusnya dipertahankan untuk mencegah kepunahan satwa-satwa liar tersebut.
Namun, luas kawasan hutan tersebut terus menyusut karena alih fungsi lahan dan penebangan liar. Akibatnya, kehidupan satwa-satwa liar tersebut menjadi terdesak.
"Dampaknya, satwa liar terpaksa mencari mangsa di luar kawasan hutan. Bahkan ada yang mendekati pemukiman penduduk," kata TM Zulfikar yang juga Koordinator Yayasan Ekosistem Lestari di Aceh, sebuah lembaga bergerak di bidang lingkungan hidup.
Seperti yang terjadi beberapa waktu lalu di Aceh Selatan, kata TM Zulfikar, tiga harimau, satu induk ditemukan mati terjerat dekat pemukiman penduduk. Ini terjadi karena mereka mencari mangsa keluar dari habitatnya.
Oleh karena itu, mantan Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh itu mengajak para pemangku kebijakan mengontrol laju ali fungsi lahan guna mengakhiri konflik satwa dengan manusia.
"Mengakhiri konflik bukan hanya untuk keselamatan manusia, tetapi juga keberlangsungan hidup satwa-satwa liar. Apalagi, sebagian satwa liar dilindungi tersebut sudah masuk kategori kritis. Jadi, kedua pihak harus terselamatkan," kata TM Zulfikar.*
Baca juga: Ratusan tukik tuntong laut dilepasliarkan ke perairan Selat Malaka
Baca juga: Polisi amankan anak orang utan yang berkeliaran di pemukiman warga
Pewarta: M.Haris Setiady Agus
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021
Tags: