Akademisi: Perubahan hukum tidak terlepas dari pengaruh internasional
3 September 2021 15:53 WIB
Tangkapan layar saat Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Sri Wiyanti Eddyono menyampaikan pemaparannya dalam eminar dan kuliah tamu Magister Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) "Ragam Gerakan Transnasional dan Pengaruhnya terhadap Pembentukan Hukum dan Kebijakan di tingkat Lokal dan Nasional", Jumat (3/9/2021). ANTARA/Muhammad Jasuma Fadholi.
Jakarta (ANTARA) - Akademisi yang juga Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Sri Wiyanti Eddyono mengatakan bahwa perubahan hukum yang terjadi di suatu negara, termasuk Indonesia, tidak terlepas dari pengaruh internasional.
"Perubahan hukum yang luar biasa tidak lepas dari pengaruh internasional, baik dalam konteks positif maupun negatif," kata Sri dalam seminar dan kuliah tamu Magister Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) "Ragam Gerakan Transnasional dan Pengaruhnya terhadap Pembentukan Hukum dan Kebijakan di tingkat Lokal dan Nasional", Jumat.
Dia menyatakan bahwa hal itu dapat dilihat dari munculnya berbagai peraturan perundang-undangan sejak transisi era reformasi hingga saat ini.
Perubahan hukum menjadi hal menonjol pada era reformasi dan terdapat undang-undang yang diusulkan oleh DPR yang menjadi bagian dari agenda lembaga internasional, ujar Sri.
Baca juga: Menko Polhukam: Jangan alergi terhadap perubahan hukum
Sri mencontohkan konvensi internasional terkait hak asasi manusia (HAM) yang berpengaruh pada upaya reformasi hukum mengenai konteks tersebut di Indonesia hingga kini.
Akan tetapi, tidak semua ide maupun nilai dari konvensi internasional yang telah disepakati itu diterima di level nasional dalam beberapa kesempatan.
"Dalam realitanya, ada isu tertentu yang nilai secara internasional terkadang ditolak dan diabaikan di level nasional," papar dia.
Hal itu, lanjut dia, misalnya terjadi pada Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang dianggap oleh beberapa pihak merupakan pengaruh dan agenda Barat dengan konotasi negatif.
Baca juga: Perubahan perilaku masyarakat harus didukung penegakan hukum
Dia mengatakan bahwa terjadi narasi yang tidak konsisten dalam melihat pengaruh dan interaksi secara internasional terhadap perubahan maupun perkembangan hukum di Indonesia.
"Jadi memang ada ketidak konsistenan ketika melihat di satu sisi interaksi internasional dan domestik dalam banyak sektor diterima, tapi di sisi lain ditolak dan tidak diharapkan hadir," ujar Sri.
Melihat dari sejarah perubahan hukum sejak era reformasi, dia mengatakan selalu ada dinamika yang berkembang dan tarik menarik terhadap apa yang disebut sebagai nilai universal, baik dalam regulasi mengenai kemanusiaan, kesejahteraan, lingkungan, dan sebagainya.
"Nilai-nilai universal yang saling tarik menarik ini kemudian menyebabkan perdebatan terhadap proses pembuatan hukum," kata Sri.
Baca juga: Jokowi: Indonesia butuh hukum responsif atas perubahan zaman
"Perubahan hukum yang luar biasa tidak lepas dari pengaruh internasional, baik dalam konteks positif maupun negatif," kata Sri dalam seminar dan kuliah tamu Magister Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) "Ragam Gerakan Transnasional dan Pengaruhnya terhadap Pembentukan Hukum dan Kebijakan di tingkat Lokal dan Nasional", Jumat.
Dia menyatakan bahwa hal itu dapat dilihat dari munculnya berbagai peraturan perundang-undangan sejak transisi era reformasi hingga saat ini.
Perubahan hukum menjadi hal menonjol pada era reformasi dan terdapat undang-undang yang diusulkan oleh DPR yang menjadi bagian dari agenda lembaga internasional, ujar Sri.
Baca juga: Menko Polhukam: Jangan alergi terhadap perubahan hukum
Sri mencontohkan konvensi internasional terkait hak asasi manusia (HAM) yang berpengaruh pada upaya reformasi hukum mengenai konteks tersebut di Indonesia hingga kini.
Akan tetapi, tidak semua ide maupun nilai dari konvensi internasional yang telah disepakati itu diterima di level nasional dalam beberapa kesempatan.
"Dalam realitanya, ada isu tertentu yang nilai secara internasional terkadang ditolak dan diabaikan di level nasional," papar dia.
Hal itu, lanjut dia, misalnya terjadi pada Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang dianggap oleh beberapa pihak merupakan pengaruh dan agenda Barat dengan konotasi negatif.
Baca juga: Perubahan perilaku masyarakat harus didukung penegakan hukum
Dia mengatakan bahwa terjadi narasi yang tidak konsisten dalam melihat pengaruh dan interaksi secara internasional terhadap perubahan maupun perkembangan hukum di Indonesia.
"Jadi memang ada ketidak konsistenan ketika melihat di satu sisi interaksi internasional dan domestik dalam banyak sektor diterima, tapi di sisi lain ditolak dan tidak diharapkan hadir," ujar Sri.
Melihat dari sejarah perubahan hukum sejak era reformasi, dia mengatakan selalu ada dinamika yang berkembang dan tarik menarik terhadap apa yang disebut sebagai nilai universal, baik dalam regulasi mengenai kemanusiaan, kesejahteraan, lingkungan, dan sebagainya.
"Nilai-nilai universal yang saling tarik menarik ini kemudian menyebabkan perdebatan terhadap proses pembuatan hukum," kata Sri.
Baca juga: Jokowi: Indonesia butuh hukum responsif atas perubahan zaman
Pewarta: Muhammad Jasuma Fadholi
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021
Tags: