Kalianda, Lampung (ANTARA News) - Petugas Pemantau Gunung Anak Krakatau (GAK), Andi Suardi, menyatakan bahwa gunung berapi itu masih dalam tahap pembentukan tubuh dari semburan-semburan material vulkanik dari dapur magma.

Dia mengatakan, di Desa Hargopancuran, Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan, Selasa, hal tersebut dibuktikan dari pascaletusan Gunung Krakatau Purba pada tahun 1883 yang menewaskan sekitar 36.000 orang, gunung tersebut kembali muncul di permukaan laut pada tahun 1927 atau sekitar 41 tahun setelah letusan dasyat tersebut.

Kemudian, kata dia, sejak tahun 1927 hingga saat ini, ketinggian Gunung tersebut telah mencapai 305 meter di atas permukaan laut (mdpl).

Menurutnya kemungkinan besar puluhan tahun ke depan akan kembali terbentuk seperti sang induk yang memiliki ketinggian 813 meter dari permukaan laut.

"Berdasarkan pengukuran terakhir Badan Vulkanologi Mitigasi dan Bencana Geologi pada pada tahun 1927 hingga tahun 2008 ketinggian GAK sudah mencapai 305 mdpl," ujarnya.

Andi mengatakan, berdasarkan keterangan ahli vulkanologi, gunung berapi tersebut akan terus beraktivitas seperti saat ini sepanjang tahun hingga mencapai titik klimaks berupa letusan besar.

Namun, kata dia, hal tersebut masih prediksi dengan melihat tipe letusan dari Gunung Krakatau Purba yang sempat tertidur selama kurang lebih 200 tahun kemudian mendadak meletus dasyat pada Agustus 1883 hingga tiga seperempat badan gunung hancur dan menyisakan badan yang membentuk pulau-pulau di sekitarnya yakni Pulau Rakata, Pulau Panjang dan Pulau Sertung .

Dari hal tersebut, dia menyimpulkan, GAK saat ini masih pada level aman meskipun berdasarkan pemantauan aktivitasnya masih tinggi dan intensitas kegempaan fluktuatif terjadi setiap hari.

Namun, untuk warga dan nelayan hendaknya tetap waspada dan jangan mendekat saat melaut dengan batas radius aman dua kilometer dari badan gunung karena lontaran material vulkanik dan awan panas mencapai radius tersebut.

Dia menjelaskan, GAK memiliki tipe berbeda letusan dengan gunung berapi lainnya. Jika gunung berapi lainnya dapat menimbulkan luncuran awan panas sedangkan GAK menimbulkan asap beracun serta awan panas yang menjalar di permukaan air laut dan berbahaya bagi nelayan yang mendekat apalagi searah dengan arah angin.

Menurut dia, saat ini Aktivitas Gunung Anak Krakatau di perairan Selat Sunda tidak terpantau dalam lima hari terakhir, baik secara langsung maupun dengan seismometer karena alat pemantau kegempaan sama sekali tidak mendapatkan energi dari pembangkit.

Ia menjelaskan, panel surya masih tertutup debu vulkanik sehingga tidak menyerap sinar matahari untuk memasok solar pembangkit yang akan menyuplai energi ke alat penangkap kegempaan.

Secara visual juga tidak terpantau karena kabut putih tebal terus menutupi badan gunung api itu sehingga semua tampak berwarna abu-abu, apalagi kondisi cuaca berawan.

"Sepanjang hari ini mendung dan gerimis terus terjadi sehingga menganggu pengamatan petugas pemantau," ujarnya.

Kemudian, ketinggian semburan material vulkanik diperkirakan masih pada kisaran 500 meter sampai 700 meter mengarah ke timur karena sempat tampak meskipun dalam waktu singkat. Asap krakatau mengatah ke timur atau jatuh di sekitar Pulau Rakata yang letaknya tidak jauh dari gunung tersebut.

Dia menambahkan, Gunung Anak Krakatau masih aman bagi warga dan nelayan di daerah terdekat seperti warga Pulau Sebesi dan pesisir pantai Kecamatan Rajabasa Lampung Selatan, meskipun aktivitas gunung tersebut dinyatakan masih tinggi atau level waspada namun intensitas kegempaan cenderung menurun dengan jarak aman dua kilometer dari gunung berapi itu.
(T.ANT-048/T013/P003)