Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Dalam Negeri selesai menyusun rancangan Undang-Undang tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan akan menyerahkannya ke Sekretariat Negara pada Rabu (8/12).
"Di tingkat Kemdagri sudah selesai. Hari Rabu (8/12) kita antar untuk membuat amanat presiden, di setneg (Sekretariat Negara)," kata Mendagri Gamawan Fauzi di Jakarta, Senin malam, setelah rapat internal tim Kemdagri untuk finalisasi RUUK DIY.
Gamawan berharap rancangan UU tersebut segera ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan diserahkan ke DPR untuk dibahas bersama.
Lebih lanjut Gamawan menjelaskan, posisi Sultan Hamengku Buwono dan Paku Alam adalah orang nomor satu dan dua di DIY yang disebut dengan Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama.
Sedangkan untuk menjalankan pemerintahan, dipilih gubernur DIY secara demokratis sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang.
Namun, apabila Sultan mencalonkan diri sebagai Gubernur DIY, maka berlaku ketentuan khusus yakni dapat otomatis maju tanpa perlu diajukan oleh partai politik dan tidak memerlukan persyaratan 15 persen suara.
"Kalau beliau (Sultan) maju, kerabat keraton tidak boleh maju lagi, tidak dibuka calon untuk umum perseorangan, yang dimungkinkan hanya calon dari partai politik," katanya.
Gamawan menjelaskan jika Sultan tidak ingin maju sebagai gubernur, maka bagi calon yang maju berlaku aturan sesuai dengan perundang-undangan.
Soal kewenangan Sultan dan Paku Alam sebagai Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama, Gamawan menjelaskan kewengan tersebut diantaranya hak protokoler, kedudukan keuangan, memelihara nilai-nilai budaya dan sosial masyarakat Yogyakarta, dan menentukan peraturan daerah istimewa (Perdais).
"Perdais harus ada arahan dari Sultan dan Paku Alam. Demikian untuk perumusan anggaran, harus ada arahan umum dari Sultan," katanya.
Apabila Sultan tidak setuju dengan rancangan Perdais yang telah disusun, maka dapat dikembalikan ke DPRD.
Sultan juga memiliki peran dalan konsultasi terhadap calon gubernur yang diajukan.
Mendagri menegaskan Sultan tidak memiliki hak untuk memberhentikan gubernur karena gubernur adalah pilihan rakyat.
Demikian pula, kedudukan Sultan dan Paku Alam sama dihadapan hukum, tambahnya.
(H017/S026)
RUU DIY Selesai, Mendagri Jelaskan Posisi Sultan
6 Desember 2010 19:30 WIB
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010
Tags: