KPK: Putusan MK tegaskan TWK sudah sesuai aturan
1 September 2021 20:54 WIB
Arsip foto - Sejumlah pegawai KPK tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) menaiki bus yang akan membawa mereka ke lokasi pendidikan dan pelatihan bela negara dan wawasan kebangsaan bersama Kementerian Pertahanan (Kemenhan) di gedung KPK, Jakarta, Rabu (21/7/2021). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/hp.
Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi menyebutkan putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan proses alih status pegawai KPK melalui tes wawasan kebangsaan (TWK) tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan bahwa KPK taat pada aturan.
"Putusan MK menegaskan bahwa KPK telah melaksanakan proses alih status pegawai KPK menjadi ASN sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku dimana dalam pelaksanaannya melibatkan para pihak yang berwenang dan berkompeten," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Rabu.
Menurut Ali Fikri, KPK sejak awal konsisten menghormati hasil pemeriksaan maupun putusan terkait proses alih status pegawai KPK menjadi ASN dari lembaga-lembaga sesuai kewenangannya.
"Baik hasil pemeriksaan yang 'output'-nya rekomendasi maupun putusan peradilan yang sifatnya mengikat dan memaksa untuk ditindaklanjuti para pihak," ujar Ali.
Pengajuan uji materi ke MK, menurut Ali, dipandang sebagai wujud perhatian dan kecintaan pemohon kepada pemberantasan korupsi.
Baca juga: 4 hakim MK beri alasan berbeda soal alih status pegawai KPK jadi ASN
Baca juga: MK nyatakan alih status pegawai KPK lewat TWK tetap konstitusional
"Karenanya, kami berterima kasih sekaligus berharap publik terus memberikan dukungan kepada KPK agar pantang surut bekerja memberantas korupsi, demi mendukung perwujudan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera," ucap Ali.
MK pada Selasa (31/8) menolak gugatan yang diajukan Muh Yusuf Sahide selaku Direktur Eksekutif KPK Watch Indonesia.
Dalam putusan uji materi Nomor 34/PUU-XIX/2021 MK menyatakan pasal 69B ayat (1) dan Pasal 69C UU 19/2019 tentang KPK berlaku bukan hanya bagi pegawai KPK yang tidak lolos TWK melainkan juga untuk seluruh pegawai KPK sehingga tidak bersifat diskriminasi. Adanya fakta bahwa ada beberapa pegawai KPK yang tidak lolos TWK bukanlah persoalan konstitusionalitas norma.
MK menilai fakta bahwa untuk pekerjaan tertentu diberikan syarat khusus yang tertentu pula, tidaklah ditafsirkan sebagai upaya untuk menghilangkan hak seseorang untuk bekerja serta mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
Uji materi tersebut timbul tidak lepas dari pelaksanaan TWK di KPK yang berlangsung pada Maret-April 2021 yang diikuti 1.351 orang pegawai, namun hanya ada 1.271 orang yang lolos dan telah dilantik sebagai ASN.
Setelah KPK berkoordinasi dengan sejumlah lembaga negara, diputuskan dari 75 orang pegawai yang tidak lolos TWK, ada 24 orang yang yang dapat dibina, artinya ada 51 orang pegawai yang akan diberhentikan.
Baca juga: KPK taati putusan MK proses alih status tak boleh rugikan hak pegawai
Dari 24 orang tersebut, sebanyak 18 orang telah mengikuti pelatihan bela negara dan akan menyusul dilantik sebagai ASN. Artinya sebanyak 57 pegawai KPK akan diberhentikan dengan hormat pada 1 November 2021.
Para pegawai KPK yang tidak lolos TWK tersebut sudah melapor ke sejumlah lembaga negara lain yaitu Ombudsman RI dan Komnas HAM.
Hasilnya, Ombudsman RI menemukan ada malaadministrasi dan penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan TWK, sedangkan Komnas HAM menyatakan ada 11 jenis pelanggaran HAM dalam TWK.
"Putusan MK menegaskan bahwa KPK telah melaksanakan proses alih status pegawai KPK menjadi ASN sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku dimana dalam pelaksanaannya melibatkan para pihak yang berwenang dan berkompeten," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Rabu.
Menurut Ali Fikri, KPK sejak awal konsisten menghormati hasil pemeriksaan maupun putusan terkait proses alih status pegawai KPK menjadi ASN dari lembaga-lembaga sesuai kewenangannya.
"Baik hasil pemeriksaan yang 'output'-nya rekomendasi maupun putusan peradilan yang sifatnya mengikat dan memaksa untuk ditindaklanjuti para pihak," ujar Ali.
Pengajuan uji materi ke MK, menurut Ali, dipandang sebagai wujud perhatian dan kecintaan pemohon kepada pemberantasan korupsi.
Baca juga: 4 hakim MK beri alasan berbeda soal alih status pegawai KPK jadi ASN
Baca juga: MK nyatakan alih status pegawai KPK lewat TWK tetap konstitusional
"Karenanya, kami berterima kasih sekaligus berharap publik terus memberikan dukungan kepada KPK agar pantang surut bekerja memberantas korupsi, demi mendukung perwujudan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera," ucap Ali.
MK pada Selasa (31/8) menolak gugatan yang diajukan Muh Yusuf Sahide selaku Direktur Eksekutif KPK Watch Indonesia.
Dalam putusan uji materi Nomor 34/PUU-XIX/2021 MK menyatakan pasal 69B ayat (1) dan Pasal 69C UU 19/2019 tentang KPK berlaku bukan hanya bagi pegawai KPK yang tidak lolos TWK melainkan juga untuk seluruh pegawai KPK sehingga tidak bersifat diskriminasi. Adanya fakta bahwa ada beberapa pegawai KPK yang tidak lolos TWK bukanlah persoalan konstitusionalitas norma.
MK menilai fakta bahwa untuk pekerjaan tertentu diberikan syarat khusus yang tertentu pula, tidaklah ditafsirkan sebagai upaya untuk menghilangkan hak seseorang untuk bekerja serta mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
Uji materi tersebut timbul tidak lepas dari pelaksanaan TWK di KPK yang berlangsung pada Maret-April 2021 yang diikuti 1.351 orang pegawai, namun hanya ada 1.271 orang yang lolos dan telah dilantik sebagai ASN.
Setelah KPK berkoordinasi dengan sejumlah lembaga negara, diputuskan dari 75 orang pegawai yang tidak lolos TWK, ada 24 orang yang yang dapat dibina, artinya ada 51 orang pegawai yang akan diberhentikan.
Baca juga: KPK taati putusan MK proses alih status tak boleh rugikan hak pegawai
Dari 24 orang tersebut, sebanyak 18 orang telah mengikuti pelatihan bela negara dan akan menyusul dilantik sebagai ASN. Artinya sebanyak 57 pegawai KPK akan diberhentikan dengan hormat pada 1 November 2021.
Para pegawai KPK yang tidak lolos TWK tersebut sudah melapor ke sejumlah lembaga negara lain yaitu Ombudsman RI dan Komnas HAM.
Hasilnya, Ombudsman RI menemukan ada malaadministrasi dan penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan TWK, sedangkan Komnas HAM menyatakan ada 11 jenis pelanggaran HAM dalam TWK.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021
Tags: