Bogor (ANTARA News) - Ribuan kaum cerdik pandai yang tergabung dalam Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) tengah berkumpul di Kota Hujan, Bogor, 5-7 Desember 2010 dalam perhelatan Muktamar V dan milad ke-20 tahun organisasi kemasyarakatan yang berdiri di Universitas Brawijaya, Malang, pada 7 Desember 1990.
Mereka menggodok berbagai persoalan terkait tema muktamar "Membangun Peradaban Masyarakat Indonesia Madani".
Pertanyaan ICMI mau kemana tampaknya menjadi relevan disampaikan mengingat keberadaan ICMI dalam konteks kekinian tak seheboh pada saat berdiri hingga 1999. Daya magnetnya juga tak sekuat saat organisasi ini masih dipimpim BJ Habibie.
Sulit dipungkiri bahwa figur BJ Habibie merupakan ikon keberadaan ICMI. Perkembangan ICMI pun mengikuti perjalanan karir politik Habibie hingga mencapai singgasana Presiden RI.
Jargon-jargon yang pernah akrab dari Habibie semisal pemberdayaan masyarakat madani (civil society), demokratisasi, desentralisasi, ekonomi kerakyatan, ekonomi syariah, dan pemberdayaan umat menjadi agenda sentral pula bagi ICMI.
Bahkan ICMI pernah berada di pusat kekuatan sosial politik meskipun ICMI secara organisatoris tak pernah terjun ke ranah politik praktis kecuali sejumlah pentolannya yang merupakan politisi.
Kiprah ICMI mulai merosot seiring dengan kejatuhan Habibie dari tampuk kekuasaan pada 1999 ditambah dengan begitu maraknya kekuatan masyarakat madani yang muncul seiring dengan euforia reformasi yang tak jarang justru saling berbenturan di antara elemen kekuatan bangsa karena termakan kepentingan politik praktis.
Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan yang menghadiri pembukaan Muktamar V ICMI menyatakan bahwa ICMI perlu melakukan revitalisasi.
"Sudah saatnya ICMI lahir kembali sebagai organisasi yang disegani karena mampu menjadi lokomotif pembangunan bangsa dan negara. Karena Indonesia yang mandiri dan sejahtera harus menjadi cita-cita kebangkitan ICMI," katanya.
Heryawan menegaskan, sebuah keharusan ICMI kembali memegang peran dalam kebangkitan bangsa Indonesia untuk dapat bersaing dengan negara lain.
Menurut Heryawan, fenomena itu merupakan wujud silaturahmi yang tinggi nilainya. Wadah ICMI pernah menjadikan seluruh elemen bangsa bersatu untuk bangkit membangun bangsa ini lebih maju lagi.
Bahkan pada saat awal pendirian, ICMI berhasil menjadi kekuatan baru, sekaligus darah segar kebangkitan umat di saat bangsa ini mengalami sejumlah permasalahanmenegas. Semua itu, harus menjadi motivasi seluruh peserta muktamar.
Sementara Habibie yang pada acara pembukaan muktamar meraih penghargaan tertinggi ICMI "Bhakti Utama" antara lain berpesan agar ICMI aktif membangun sumber daya manusia yang bersumber pada kemampuan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, berbudaya dan memiliki fondasi iman dan taqwa yang kuat.
"Kita tidak perlu orang pintar tapi kosong akhlaknya. Bisa kacau negeri ini karena cara dan tujuan akan dihalalkan baginya," kata Habibie mengingatkan.
Kepada para peserta Muktamar, mantan Ketua Umum ICMI itu berharap persoalan sumber daya manusia Indonesia ke depan diperhatikan secara serius.
"Saya ingatkan kepada para menteri yang duduk di Kabinet Indonesia Bersatu II ini agar amanat 20 persen APBN untuk pendidikan harus tetap dijalankan," pintanya kepada Mendiknas M. Nuh yang hadir pada pembukaan muktamar yang berlangsung di Istana Bogor.
Sedangkan Wakil Presiden Boediono saat membuka muktamar menilai selama dua dasawarsa perjalanannya, ICMI sudah banyak melakukan banyak hal dan telah melibatkan diri dalam memajukan kehidupan bangsa.
"Upaya membangun bangsa adalah perjalanan yang tak pernah selesai bagi patriot bangsa," kata Boediono.
Meskipun demikian, Wapres mengingatkan masih banyak agenda yang dirampungkan seperti dicita-citakan Indonesia dan generasi sekarang ditakdirkan sebagai generasi menanam, sementara buahnya nanti dinikmati oleh generasi mendatang.
"Generasi sekarang dituntut lebih banyak memberi daripada menikmati. Generasi sekarang adalah harus penuh pengorbanan yang akan selalu dikenang oleh anak cucu dan saya yakin warga ICMI beranggapan demikian," kata Boediono.
Wapres mengingatkan tantangan yang menghadang bangsa dan ICMI selalu berubah.
ICMI sejak dahulu ketika lahir ada pemikiran bahwa saat itu ada perasaan terpinggirkan, tapi sekarang keadaan berubah.
"Dalam situasi saat ini warga ICMI perlu melakukan refleksi sehingga peran saat mendatang agar jadi organisasi matang dan dinamis sehingga relevan dengan kemajuan zaman," kata Wapres.
Wapres Boediono juga menilai ICMI telah berada dalam garda terdepan dalam gerakan reformasi, sejumlah tokohnya turut aktif dalam mempertegas nilai demokrasi dan hak asasi manusia.
Menurut Wapres, membangun Indonesia, demokrasi dan masyarakat madani merupakan tantangan semua, yang dalam perjalanannya banyak risiko dan harus dikawal bersama-sama.
"Dalam sebuah masyarakat madani dan demokrasi, kelas menengah adalah tulang punggung yang berpikiran independen. Merekalah yang menentukan pilihan atas dasar opsi secara rasional," kata Wapres.
Kalangan cendekiawan, termasuk ICMI, sebagai kaum kelas menengah dan tulang punggung bangsa mesti memahami benar kemana mesti melangkah.
Paling tidak, ICMI mesti benar-benar independen, bukan merupakan kendaraan politik.(*)
(T.B009/T010/R009)
ICMI Mau Kemana?
5 Desember 2010 22:38 WIB
(istimewa)
Oleh Oleh Budi Setiawanto
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010
Tags: