BKKBN gandeng Kementerian Pertanian untuk atasi stunting
1 September 2021 16:54 WIB
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo (kiri) bersama Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (kanan) saat membahas permasalahn stunting yang diterima ANTARA bersama keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (1/9/2021). ANTARA/HO-BKKBN.
Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) telah bekerjasama dengan Kementerian Pertanian untuk mengatasi percepatan penurunan stunting dengan menargetkan angka stunting di Indonesia menjadi 14 persen pada tahun 2024.
“Kolaborasi yang dapat dilakukan BKKBN dengan Kementerian Pertanian untuk percepatan penurunan stunting ini adalah dengan peningkatan asupan gizi”, kata Kepala BKKBN Hasto dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.
Ia menjelaskan, peningkatan gizi tersebut sesuai dengan pilar keempat dalam lima pilar strategi nasional percepatan penurunan stunting yakni terkait ketahanan pangan dan gizi, yang menjadi tanggung jawab Kementerian Pertanian (Kemetan).
“Ada irisan kegiatan Kementan dengan Kampung KB seperti UPPKA yang dulunya UPPKS, bisa kerja sama dengan KWT (Kelompok Wanita Tani), lalu dengan membangun rumah pangan lestari. Ada ketahanan pangan, kedaulatan pangan, dan kita juga membangun ketahanan keluarga, kemandirian keluarga. Karena keluarga berkualitas tentunya keluarga yang tentram, mandiri dan sejahtera,” ujar dia.
Baca juga: BKKBN: Posyandu punya fungsi strategis turunkan angka stunting
Selanjutnya dia mengatakan, BKKBN juga memiliki program Dapur Sehat Atasi Stunting (Dashat) berbasis pangan lokal, yang berkaitan erat dengan program Kementan. Seperti lumbung pangan, sosialisasi pangan berdasarkan gizi, rumah pangan lestari, penyuluhan pertanian dan gerakan ternak ayam untuk keluarga.
Pendataan keluarga juga dapat melengkapi data stunting, penyuluhan, bina keluarga, poktan atau kelompok kegiatan di BKKBN serta penyusunan menu seimbang untuk mengatasi stunting dan juga pembinaan bagi akseptor aktif dan baru.
Program-program tersebut nantinya juga dapat terintegrasi dengan Kampung KB.
Dalam keterangan tertulis diungkapkan, risiko stunting multi factorial disebabkan oleh kekurangan gizi, terutama di 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) sejak awal kehamilan (konsepsi) hingga anak berusia dua tahun. Kekurangan gizi dapat berupa kurangnya jumlah asupan makanan atau kualitas makanan yang kurang baik.
Sedangkan berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan tahun 2018, sebesar 17,7 persen bayi di bawah 5 tahun masih mengalami masalah gizi, sebesar 3,9 persen bayi mengalami gizi buruk dan 13,8 persen menderita kurang gizi.
Baca juga: BKKBN gandeng Kemen PPPA atasi permasalahan stunting di Indonesia
Selanjutnya Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan pihaknya menyambut dengan baik kolaborasi untuk mengatasi permasalahan stunting yang ditawarkan oleh BKKBN.
“Stunting menjadi ancaman untuk penyiapan SDM Indonesia untuk bersaing ke depannya,” kata Syahrul.
Ia berharap, dapat segera melakukan pemetaan di mulai dari daerah merah yakni daerah yang stuntingnya tinggi dan juga daerah kuning. Agar dapat dengan cepat mengetahui dampaknya melalui pengukuran dan pembuatan strategi percepatan penurunan stunting.
Baca juga: BKKBN gandeng Kedutaan Belanda atasi stunting
“Kolaborasi yang dapat dilakukan BKKBN dengan Kementerian Pertanian untuk percepatan penurunan stunting ini adalah dengan peningkatan asupan gizi”, kata Kepala BKKBN Hasto dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.
Ia menjelaskan, peningkatan gizi tersebut sesuai dengan pilar keempat dalam lima pilar strategi nasional percepatan penurunan stunting yakni terkait ketahanan pangan dan gizi, yang menjadi tanggung jawab Kementerian Pertanian (Kemetan).
“Ada irisan kegiatan Kementan dengan Kampung KB seperti UPPKA yang dulunya UPPKS, bisa kerja sama dengan KWT (Kelompok Wanita Tani), lalu dengan membangun rumah pangan lestari. Ada ketahanan pangan, kedaulatan pangan, dan kita juga membangun ketahanan keluarga, kemandirian keluarga. Karena keluarga berkualitas tentunya keluarga yang tentram, mandiri dan sejahtera,” ujar dia.
Baca juga: BKKBN: Posyandu punya fungsi strategis turunkan angka stunting
Selanjutnya dia mengatakan, BKKBN juga memiliki program Dapur Sehat Atasi Stunting (Dashat) berbasis pangan lokal, yang berkaitan erat dengan program Kementan. Seperti lumbung pangan, sosialisasi pangan berdasarkan gizi, rumah pangan lestari, penyuluhan pertanian dan gerakan ternak ayam untuk keluarga.
Pendataan keluarga juga dapat melengkapi data stunting, penyuluhan, bina keluarga, poktan atau kelompok kegiatan di BKKBN serta penyusunan menu seimbang untuk mengatasi stunting dan juga pembinaan bagi akseptor aktif dan baru.
Program-program tersebut nantinya juga dapat terintegrasi dengan Kampung KB.
Dalam keterangan tertulis diungkapkan, risiko stunting multi factorial disebabkan oleh kekurangan gizi, terutama di 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) sejak awal kehamilan (konsepsi) hingga anak berusia dua tahun. Kekurangan gizi dapat berupa kurangnya jumlah asupan makanan atau kualitas makanan yang kurang baik.
Sedangkan berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan tahun 2018, sebesar 17,7 persen bayi di bawah 5 tahun masih mengalami masalah gizi, sebesar 3,9 persen bayi mengalami gizi buruk dan 13,8 persen menderita kurang gizi.
Baca juga: BKKBN gandeng Kemen PPPA atasi permasalahan stunting di Indonesia
Selanjutnya Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan pihaknya menyambut dengan baik kolaborasi untuk mengatasi permasalahan stunting yang ditawarkan oleh BKKBN.
“Stunting menjadi ancaman untuk penyiapan SDM Indonesia untuk bersaing ke depannya,” kata Syahrul.
Ia berharap, dapat segera melakukan pemetaan di mulai dari daerah merah yakni daerah yang stuntingnya tinggi dan juga daerah kuning. Agar dapat dengan cepat mengetahui dampaknya melalui pengukuran dan pembuatan strategi percepatan penurunan stunting.
Baca juga: BKKBN gandeng Kedutaan Belanda atasi stunting
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2021
Tags: