Pakar LIPI: Pemahaman kerak bumi penting untuk bantu mitigasi bencana
1 September 2021 16:49 WIB
Haryadi Permana (kanan) yang juga peneliti bidang geologi di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dikukuhkan menjadi Profesor Riset di LIPI di Jakarta, Rabu (1/9/2021). ANTARA/Martha Herlinawati Simanjuntak.
Jakarta (ANTARA) - Profesor Riset Haryadi Permana yang juga peneliti bidang geologi di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan pemahaman dan pengetahuan dasar kerak bumi dapat dijadikan sebagai bahan dalam meningkatkan upaya mitigasi bencana.
"Pergerakan kerak samudra masih berlangsung sampai saat ini. Pertemuan antarlempeng membentuk jalur gempa bumi dan jalur gunung-gunung api aktif. Hal ini digunakan sebagai identifikasi potensi bencana tsunami di suatu daerah," kata Haryadi saat menyampaikan orasi ilmiah dalam acara Pengukuhan Profesor Riset yang diadakan LIPI di Jakarta, Rabu.
Dari pembentukan jalur gempa bumi dan jalur gunung-gunung api aktif tersebut, dapat diperoleh informasi penting dalam mengupayakan langkah pengurangan risiko atau mitigasi bencana khususnya terhadap potensi gempa dan tsunami.
Haryadi memberikan orasi ilmiah Profesor Risetnya dengan judul "Pemanfaatan Hasil Riset Kepingan Kerak Samudra Purba dalam Perspektif Dinamika Kerak Bumi Aktual".
Baca juga: LIPI: Indonesia rentan gempa karena berada pada tiga lempeng kerak bumi
Baca juga: Kerak Bumi Ternyata Lebih Mudah Mencair
Ia menjelaskan, kepingan kerak samudra purba terbentuk dalam lingkungan tektonik yang beragam dengan rentang waktu umur kerak samudra mulai dari Zaman Mesosoik, Masa Jura (190–155 juta tahun lalu), Masa Kapur (145–62 juta tahun lalu), Sub-Masa Paleogen, yaitu pada Kala Eosen (55–33 juta tahun lalu), Kala Oligosen (27 juta tahun lalu), sampai paling muda, yaitu Kala Miosen (20–9 juta tahun lalu).
Kepingan kerak samudra, umumnya disebut ofiolit (ophiolite), merupakan bagian dari litosfer bumi yang permukaannya berada di cekungan samudra dan utamanya terbentuk karena Punggungan Tengah Samudra.
Haryadi mengatakan selain diakibatkan oleh gempa bumi di dasar laut, tsunami juga dapat ditimbulkan oleh longsoran bawah laut.
Potensi tersebut teridentifikasi di perairan Mentawai di mana longsoran bawah laut dapat memicu tsunami lokal yang dapat mengancam Kota Padang.
Untuk kegiatan mitigasi bencana dalam mengantisipasi korban bencana, ia menilai perlu dilakukan penelitian kebencanaan sepanjang busur Sumatra dan kegiatan pendidikan kesiapsiagaan masyarakat menghadapi bencana gempa dan tsunami secara mandiri.
Pelatihan-pelatihan kesiapsiagaan terutama di daerah rawan tsunami (tsunami prone) seperti pelatihan evakuasi dijadikan bahan dalam menyusun standar nasional Indonesia (SNI) melalui Komisi Teknis Kebencanaan 13-08 di bawah koordinasi Bandar Standardisasi Nasional (BSN), Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan Kementerian Riset dan Teknologi.
Baca juga: Berisiko merusak, waspadai gempa kerak dangkal akibat sesar aktif
Baca juga: Rentetan gempa kerak dangkal guncang Curup Bengkulu
Baca juga: Gempa Sitaro akibat deformasi kerak bumi lempeng Laut Maluku
"Pergerakan kerak samudra masih berlangsung sampai saat ini. Pertemuan antarlempeng membentuk jalur gempa bumi dan jalur gunung-gunung api aktif. Hal ini digunakan sebagai identifikasi potensi bencana tsunami di suatu daerah," kata Haryadi saat menyampaikan orasi ilmiah dalam acara Pengukuhan Profesor Riset yang diadakan LIPI di Jakarta, Rabu.
Dari pembentukan jalur gempa bumi dan jalur gunung-gunung api aktif tersebut, dapat diperoleh informasi penting dalam mengupayakan langkah pengurangan risiko atau mitigasi bencana khususnya terhadap potensi gempa dan tsunami.
Haryadi memberikan orasi ilmiah Profesor Risetnya dengan judul "Pemanfaatan Hasil Riset Kepingan Kerak Samudra Purba dalam Perspektif Dinamika Kerak Bumi Aktual".
Baca juga: LIPI: Indonesia rentan gempa karena berada pada tiga lempeng kerak bumi
Baca juga: Kerak Bumi Ternyata Lebih Mudah Mencair
Ia menjelaskan, kepingan kerak samudra purba terbentuk dalam lingkungan tektonik yang beragam dengan rentang waktu umur kerak samudra mulai dari Zaman Mesosoik, Masa Jura (190–155 juta tahun lalu), Masa Kapur (145–62 juta tahun lalu), Sub-Masa Paleogen, yaitu pada Kala Eosen (55–33 juta tahun lalu), Kala Oligosen (27 juta tahun lalu), sampai paling muda, yaitu Kala Miosen (20–9 juta tahun lalu).
Kepingan kerak samudra, umumnya disebut ofiolit (ophiolite), merupakan bagian dari litosfer bumi yang permukaannya berada di cekungan samudra dan utamanya terbentuk karena Punggungan Tengah Samudra.
Haryadi mengatakan selain diakibatkan oleh gempa bumi di dasar laut, tsunami juga dapat ditimbulkan oleh longsoran bawah laut.
Potensi tersebut teridentifikasi di perairan Mentawai di mana longsoran bawah laut dapat memicu tsunami lokal yang dapat mengancam Kota Padang.
Untuk kegiatan mitigasi bencana dalam mengantisipasi korban bencana, ia menilai perlu dilakukan penelitian kebencanaan sepanjang busur Sumatra dan kegiatan pendidikan kesiapsiagaan masyarakat menghadapi bencana gempa dan tsunami secara mandiri.
Pelatihan-pelatihan kesiapsiagaan terutama di daerah rawan tsunami (tsunami prone) seperti pelatihan evakuasi dijadikan bahan dalam menyusun standar nasional Indonesia (SNI) melalui Komisi Teknis Kebencanaan 13-08 di bawah koordinasi Bandar Standardisasi Nasional (BSN), Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan Kementerian Riset dan Teknologi.
Baca juga: Berisiko merusak, waspadai gempa kerak dangkal akibat sesar aktif
Baca juga: Rentetan gempa kerak dangkal guncang Curup Bengkulu
Baca juga: Gempa Sitaro akibat deformasi kerak bumi lempeng Laut Maluku
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021
Tags: