Kemenkes: Waspadai KLB demam dengue di masa pandemi COVID-19
31 Agustus 2021 16:48 WIB
Petugas kesehatan di Kota Pekanbaru, Riau, Senin (24/5/2021) sedang melakukan pengasapan (fogging) karena penyakit demam berdarah dengue (DBD) kembali menyerang di mana sudah sebanyak 112 warga kota itu diserang DBD. (FOTO ANTARA/HO-Dinkes Pekanbaru).
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan RI mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai status kejadian luar biasa (KLB) demam dengue (DD) di sejumlah wilayah saat pandemi COVID-19.
"Ada kecenderungan meningkat kasusnya, walau secara nasional fluktuatif, biasanya mendekati Maret mulai naik. Makanya, saat ini kita sedang waspada, karena kalau KLB bisa bahaya," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan, Didik Budijanto yang dikonfirmasi ANTARA melalui sambungan telepon di Jakarta, Selasa.
Didik mengatakan endemi demam dengue saat ini terjadi hampir merata di berbagai wilayah, khususnya yang berstatus pandemi COVID-19.
Baca juga: Pakar: Gejala demam dengue dan COVID-19 berbeda pola
Berdasarkan data terakhir yang dirilis Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kemenkes RI pada 28 Juni 2021, dilaporkan lima daerah dengan lonjakan kasus tertinggi.
Kota Bekasi (Jawa Barat), menduduki peringkat pertama kasus dengue, yakni 796 kasus, Kabupaten Buleleng (Bali) menempati posisi kedua 770 kasus, di posisi ketiga Kota Kupang (Nusa Tenggara Timur) sebanyak 511 kasus, Karawang (Jawa Barat) di posisi empat sebanyak 494 kasus, dan Kota Jakarta Timur (DKI Jakarta) di posisi lima sebanyak 464 kasus.
Menurut Didik Budijanto, kasus demam dengue hingga pekan ke-25 tahun ini mencapai 19.156 kasus yang dilaporkan 405 dari total 477 kabupaten/kota di Indonesia. 160 pasien diantaranya dilaporkan meninggal dunia.
Didik mengingatkan seluruh pihak, meski konsentrasi masyarakat saat ini mengarah pada situasi COVID-19, perlu diwaspadai potensi lonjakan demam dengue yang berisiko memuncak pada September hingga Desember 2021 dan Januari hingga Maret 2022.
Ia mengatakan pemerintah telah mempersiapkan enam strategi nasional penanggulangan demam dengue di Indonesia, yakni pengendalian vektor, peningkatan kapasitas surveilans, tata kelola dan deteksi dini, peningkatan partisipasi masyarakat dan institusi yang berkesinambungan, penguatan kebijakan manajemen program kemitraan, serta pengembangan kajian, penelitian dan inovasi.
Baca juga: Cegah DBD dan demam dengue, jangan bosan bersihkan rumah
Dari enam strategi itu, kata Didik, terjadi penurunan konsentrasi pada upaya peningkatan partisipasi masyarakat dan institusi yang berkesinambungan, karena terkendala situasi COVID-19.
"Dalam sistem pemberdayaan masyarakat ini sudah cukup lama berjalan, tapi intensitasnya agak menurun seperti pemberantasan sarang nyamuk. Meskipun kita konsentrasi pada COVID-19, jangan lupa demam dengue juga cukup mengancam kalau tidak kita tanggulangi," katanya.
Didik mengatakan demam dengue dan COVID-19 sebenarnya bisa dibedakan dengan gejala yang dialami pasien. "Secara gejala memang pada awal mirip dengan COVID-19. Tapi, ada beberapa hal yang spesifik. Kalau COVID-19 menyerang di daerah pernapasan, dengue di pencernaan," katanya.
Baca juga: Pemkot Jaksel minta warga mewaspadai demam berdarah
Baca juga: Di tengah pandemi, warga Sulsel diingatkan hidup sehat cegah DBD
Perbedaan dua penyakit itu dapat dipastikan melalui tes cepat PCR atau antigen yang dilanjutkan dengan pemeriksaan laboratorium.
"Kalau demam segera diperiksa. Segera tes PCR atau antigen untuk pastikan supaya tidak terjadi infeksi atau kesalahan diagnosa antara COVID-19 atau dengue. Jangan sampai salah, harus dicek laboratorium," katanya.
"Ada kecenderungan meningkat kasusnya, walau secara nasional fluktuatif, biasanya mendekati Maret mulai naik. Makanya, saat ini kita sedang waspada, karena kalau KLB bisa bahaya," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan, Didik Budijanto yang dikonfirmasi ANTARA melalui sambungan telepon di Jakarta, Selasa.
Didik mengatakan endemi demam dengue saat ini terjadi hampir merata di berbagai wilayah, khususnya yang berstatus pandemi COVID-19.
Baca juga: Pakar: Gejala demam dengue dan COVID-19 berbeda pola
Berdasarkan data terakhir yang dirilis Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kemenkes RI pada 28 Juni 2021, dilaporkan lima daerah dengan lonjakan kasus tertinggi.
Kota Bekasi (Jawa Barat), menduduki peringkat pertama kasus dengue, yakni 796 kasus, Kabupaten Buleleng (Bali) menempati posisi kedua 770 kasus, di posisi ketiga Kota Kupang (Nusa Tenggara Timur) sebanyak 511 kasus, Karawang (Jawa Barat) di posisi empat sebanyak 494 kasus, dan Kota Jakarta Timur (DKI Jakarta) di posisi lima sebanyak 464 kasus.
Menurut Didik Budijanto, kasus demam dengue hingga pekan ke-25 tahun ini mencapai 19.156 kasus yang dilaporkan 405 dari total 477 kabupaten/kota di Indonesia. 160 pasien diantaranya dilaporkan meninggal dunia.
Didik mengingatkan seluruh pihak, meski konsentrasi masyarakat saat ini mengarah pada situasi COVID-19, perlu diwaspadai potensi lonjakan demam dengue yang berisiko memuncak pada September hingga Desember 2021 dan Januari hingga Maret 2022.
Ia mengatakan pemerintah telah mempersiapkan enam strategi nasional penanggulangan demam dengue di Indonesia, yakni pengendalian vektor, peningkatan kapasitas surveilans, tata kelola dan deteksi dini, peningkatan partisipasi masyarakat dan institusi yang berkesinambungan, penguatan kebijakan manajemen program kemitraan, serta pengembangan kajian, penelitian dan inovasi.
Baca juga: Cegah DBD dan demam dengue, jangan bosan bersihkan rumah
Dari enam strategi itu, kata Didik, terjadi penurunan konsentrasi pada upaya peningkatan partisipasi masyarakat dan institusi yang berkesinambungan, karena terkendala situasi COVID-19.
"Dalam sistem pemberdayaan masyarakat ini sudah cukup lama berjalan, tapi intensitasnya agak menurun seperti pemberantasan sarang nyamuk. Meskipun kita konsentrasi pada COVID-19, jangan lupa demam dengue juga cukup mengancam kalau tidak kita tanggulangi," katanya.
Didik mengatakan demam dengue dan COVID-19 sebenarnya bisa dibedakan dengan gejala yang dialami pasien. "Secara gejala memang pada awal mirip dengan COVID-19. Tapi, ada beberapa hal yang spesifik. Kalau COVID-19 menyerang di daerah pernapasan, dengue di pencernaan," katanya.
Baca juga: Pemkot Jaksel minta warga mewaspadai demam berdarah
Baca juga: Di tengah pandemi, warga Sulsel diingatkan hidup sehat cegah DBD
Perbedaan dua penyakit itu dapat dipastikan melalui tes cepat PCR atau antigen yang dilanjutkan dengan pemeriksaan laboratorium.
"Kalau demam segera diperiksa. Segera tes PCR atau antigen untuk pastikan supaya tidak terjadi infeksi atau kesalahan diagnosa antara COVID-19 atau dengue. Jangan sampai salah, harus dicek laboratorium," katanya.
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021
Tags: