Artikel
Keberhasilan PPKM turunkan kasus aktif
Oleh Zubi Mahrofi
29 Agustus 2021 21:45 WIB
Warga bersepeda di kawasan Bundaran HI saat pemberlakuan PPKM level 3 di Jakarta, Minggu (29/8/2021). Memasuki PPKM level 3 warga Jakarta mulai antusias beraktivitas olahraga di ruang terbuka. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/rwa.
Jakarta (ANTARA) - Tren kasus aktif COVID-19 di Indonesia semakin turun, begitu pula dengan penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berbasis level yang juga menurun.
Berdasarkan data Satgas Penanganan COVID-19, kasus COVID-19 mingguan per 22 Agustus 2021 tercatat kasus aktif mengalami penurunan menjadi 125.102 kasus, dibandingkan dengan pekan sebelumnya yang 188.323 kasus.
Penurunan pada pekan itu menandakan penurunan telah terjadi selama lima pekan berturut-turut. Tentu ini menjadi kabar baik yang perlu untuk terus dipertahankan dan semakin diperbaiki lagi ke depannya.
Adanya penurunan kasus aktif itu karena kontribusi dari 33 provinsi, artinya hanya terdapat satu provinsi yang masih mengalami kenaikan kasus aktif.
Dari 33 provinsi yang mengalami penurunan kasus aktif, Jawa tengah menjadi provinsi yang paling banyak mengalami penurunan, yaitu turun 16.921 kasus, disusul Jawa timur turun 6.410 kasus, dan Jawa Barat turun 3.996 kasus.
Sementara itu, hanya ada satu provinsi yang masih mengalami kenaikan kasus mingguan, yaitu Aceh yang naik 429 kasus, dibandingkan dengan pekan sebelumnya.
Di tingkat dunia, pada 20 Agustus 2021 untuk pertama kalinya persentase kasus aktif Indonesia tercatat lebih rendah daripada kasus aktif dunia, di mana kasus aktif Indonesia sebesar 7,3 persen, sedangkan kasus aktif dunia 8,43 persen.
Terkait dengan penyesuaian PPKM berbasis level yang berlaku sejak 24 Agustus 2021, terdapat puluhan daerah yang berhasil turun level untuk PPKM-nya.
Baca juga: Satgas catat penurunan kasus COVID-19 selama lima pekan berturut-turut
Sejumlah daerah, baik di Jawa-Bali maupun luar Jawa-Bali, berhasil turun level penerapan PPKM, baik yang turun dari level 4 menjadi level 3, maupun dari level 3 menjadi level 2.
Dengan kasus aktif yang masuk dalam tren penurunan serta penurunan level PPKM di sejumlah daerah membuktikan bahwa pandemi bisa diatasi bersama-sama.
Salah satu faktor yang mendukung upaya pemerintah keluar dari pandemi adalah peran aktif masyarakat dalam menerapkan 3M (memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan) serta meminimalisasi mobilitas.
Di samping itu, upaya melakukan pengetesan, terutama dalam kelompok prioritas seperti orang bergejala atau orang yang memiliki riwayat kontak erat dengan pasien positif juga menjadi bagian penting dalam pengendalian kasus.
Oleh karena itu, diperlukan partisipasi masyarakat untuk menjawab dengan jujur dan tidak takut diperiksa ketika mengalami gejala atau memiliki riwayat kontak erat, demi keselamatan bersama.
"Positivity rate"
Angka "positivity rate" --perbandingan jumlah hasil tes positif COVID-19 dengan jumlah pemeriksaan yang dilakukan-- di 10 wilayah provinsi masih di atas 30 persen lebih.
Satuan Tugas Penanganan COVID-19 menyebutkan 10 provinsi dengan "positivity rate" di atas 30 persen, yaitu Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Sumatera Utara, Sulawesi Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Jambi, Lampung, dan Aceh.
"Bahkan, Aceh 'positivity rate'-nya mencapai 51,55 persen, menjadi yang tertinggi di Indonesia. Hanya DKI Jakarta yang sudah berada di bawah 15 persen, yaitu 11,7 persen," papar Ketua Tim Pakar Satgas Penanganan COVID-19 Profesor Wiku Adisasmito.
Baca juga: Kapolri sebut penurunan kasus COVID-19 berkat langkah "extraordinary"
Ia meminta pemerintah daerah yang masih mencatatkan "positivity rate" tinggi serta mencatatkan kenaikan kasus, terutama Aceh, segera melakukan berbagai upaya, seperti memastikan koordinasi dengan pemerintah pusat, terutama Kementerian Kesehatan, terkait dengan sinkronisasi data dan memastikan data yang terlaporkan sesuai dengan pencatatan di daerah.
"'Positivity rate' yang tinggi dapat terjadi karena jumlah testing yang rendah, upayakan agar dapat mencapai standar WHO (Badan Kesehatan Dunia) yaitu 1 banding 1.000 populasi per minggu," katanya.
Pemerintah daerah, ia melanjutkan, juga mesti menggiatkan penegakan protokol kesehatan serta melakukan pengaturan kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat guna menekan risiko penularan COVID-19.
Transisi
Dalam masa transisi masyarakat mulai hidup berdampingan dengan COVID-19, maka sudah sepatutnya mereka mulai mempersiapkan diri.
Tugas ke depan tidaklah mudah, namun bukan tidak mungkin asalkan semua elemen masyarakat mau bekerja sama dan memupuk rasa tanggung jawab.
Bentuk tanggung jawab tersebut dapat tecermin dalam komitmen masyarakat menjalankan protokol kesehatan di setiap aspek kehidupan, termasuk dalam rumah, dalam perjalanan, atau dalam beraktivitas di luar rumah.
Sebagai upaya untuk terus menjaga kasus COVID-19 agar tetap terkendali, setiap institusi maupun pengelola fasilitas publik perlu melakukan pengawasan dan bertanggung jawab atas penerapan protokol kesehatan di tempat masing-masing.
Masyarakat perlu mengetahui bahwa protokol kesehatan adalah modal untuk tetap hidup sehat dan produktif walaupun COVID-19 masih berdampingan dengan kita.
Baca juga: PPKM vs penurunan kasus COVID-19
Sebagai bagian dari edukasi untuk masyarakat, Wiku menyampaikan, selama COVID-19 masih berevolusi, maka masyarakat juga harus ikut berevolusi.
"Artinya kita harus melanjutkan tindakan pencegahan seperti memakai masker dan menjaga jarak, dan pada saat yang sama pemerintah juga akan melakukan upaya terbaik untuk memvaksinasi sebanyak mungkin orang dan secepat mungkin," ujarnya.
Selama COVID-19 terus beredar dan bermutasi secara global, maka kita akan melihat lonjakan infeksi secara berkala.
"Tetapi, jika virus ini berperilaku seperti virus serupa lainnya, lonjakan ini akan mengecil seiring dengan waktu karena sebagian besar populasi akan memiliki kekebalan, baik melalui vaksinasi atau infeksi sebelumnya dan setiap kali ada gelombang baru," kata Wiku.
Di samping itu, pemerintah akan membangun kemitraan dengan berbagai asosiasi dan perkumpulan dalam menyusun peta jalan untuk hidup berdampingan dengan COVID-19.
"Nantinya pemerintah akan membangun kemitraan dengan berbagai asosiasi dan perkumpulan untuk mengembangkan protokol kesehatan yang lebih rinci sesuai dengan karakteristik di lapangan," ujar dia.
Dengan begitu, ia mengharapkan, dapat mengantisipasi celah-celah tertentu sehingga kedisiplinan protokol kesehatan dapat dilaksanakan secara lebih sempurna dengan pengawasan yang lebih ketat.
Perjuangan bersama melawan pandemi COVID-19 dalam 1,5 tahun terakhir bukanlah waktu yang singkat, karena ada 118.883 pejuang bangsa telah gugur, di antaranya kolega, kerabat, saudara, dan orang-orang yang kita kasihi, termasuk tenaga kesehatan sebagai pahlawan di garda terdepan melawan pandemi.
Maka dari itu, jangan sia-siakan perjuangan para pejuang bangsa yang telah gugur.
Kita buktikan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang tangguh, tidak kalah dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Baca juga: Satgas: Kasus positif perpekan kembali alami penurunan
Baca juga: Kecuali Malang Raya-Bali, Luhut klaim penurunan kasus COVID-19
Baca juga: Jubir: Penurunan kasus COVID-19 Indonesia belum capai rekomendasi WHO
Berdasarkan data Satgas Penanganan COVID-19, kasus COVID-19 mingguan per 22 Agustus 2021 tercatat kasus aktif mengalami penurunan menjadi 125.102 kasus, dibandingkan dengan pekan sebelumnya yang 188.323 kasus.
Penurunan pada pekan itu menandakan penurunan telah terjadi selama lima pekan berturut-turut. Tentu ini menjadi kabar baik yang perlu untuk terus dipertahankan dan semakin diperbaiki lagi ke depannya.
Adanya penurunan kasus aktif itu karena kontribusi dari 33 provinsi, artinya hanya terdapat satu provinsi yang masih mengalami kenaikan kasus aktif.
Dari 33 provinsi yang mengalami penurunan kasus aktif, Jawa tengah menjadi provinsi yang paling banyak mengalami penurunan, yaitu turun 16.921 kasus, disusul Jawa timur turun 6.410 kasus, dan Jawa Barat turun 3.996 kasus.
Sementara itu, hanya ada satu provinsi yang masih mengalami kenaikan kasus mingguan, yaitu Aceh yang naik 429 kasus, dibandingkan dengan pekan sebelumnya.
Di tingkat dunia, pada 20 Agustus 2021 untuk pertama kalinya persentase kasus aktif Indonesia tercatat lebih rendah daripada kasus aktif dunia, di mana kasus aktif Indonesia sebesar 7,3 persen, sedangkan kasus aktif dunia 8,43 persen.
Terkait dengan penyesuaian PPKM berbasis level yang berlaku sejak 24 Agustus 2021, terdapat puluhan daerah yang berhasil turun level untuk PPKM-nya.
Baca juga: Satgas catat penurunan kasus COVID-19 selama lima pekan berturut-turut
Sejumlah daerah, baik di Jawa-Bali maupun luar Jawa-Bali, berhasil turun level penerapan PPKM, baik yang turun dari level 4 menjadi level 3, maupun dari level 3 menjadi level 2.
Dengan kasus aktif yang masuk dalam tren penurunan serta penurunan level PPKM di sejumlah daerah membuktikan bahwa pandemi bisa diatasi bersama-sama.
Salah satu faktor yang mendukung upaya pemerintah keluar dari pandemi adalah peran aktif masyarakat dalam menerapkan 3M (memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan) serta meminimalisasi mobilitas.
Di samping itu, upaya melakukan pengetesan, terutama dalam kelompok prioritas seperti orang bergejala atau orang yang memiliki riwayat kontak erat dengan pasien positif juga menjadi bagian penting dalam pengendalian kasus.
Oleh karena itu, diperlukan partisipasi masyarakat untuk menjawab dengan jujur dan tidak takut diperiksa ketika mengalami gejala atau memiliki riwayat kontak erat, demi keselamatan bersama.
"Positivity rate"
Angka "positivity rate" --perbandingan jumlah hasil tes positif COVID-19 dengan jumlah pemeriksaan yang dilakukan-- di 10 wilayah provinsi masih di atas 30 persen lebih.
Satuan Tugas Penanganan COVID-19 menyebutkan 10 provinsi dengan "positivity rate" di atas 30 persen, yaitu Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Sumatera Utara, Sulawesi Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Jambi, Lampung, dan Aceh.
"Bahkan, Aceh 'positivity rate'-nya mencapai 51,55 persen, menjadi yang tertinggi di Indonesia. Hanya DKI Jakarta yang sudah berada di bawah 15 persen, yaitu 11,7 persen," papar Ketua Tim Pakar Satgas Penanganan COVID-19 Profesor Wiku Adisasmito.
Baca juga: Kapolri sebut penurunan kasus COVID-19 berkat langkah "extraordinary"
Ia meminta pemerintah daerah yang masih mencatatkan "positivity rate" tinggi serta mencatatkan kenaikan kasus, terutama Aceh, segera melakukan berbagai upaya, seperti memastikan koordinasi dengan pemerintah pusat, terutama Kementerian Kesehatan, terkait dengan sinkronisasi data dan memastikan data yang terlaporkan sesuai dengan pencatatan di daerah.
"'Positivity rate' yang tinggi dapat terjadi karena jumlah testing yang rendah, upayakan agar dapat mencapai standar WHO (Badan Kesehatan Dunia) yaitu 1 banding 1.000 populasi per minggu," katanya.
Pemerintah daerah, ia melanjutkan, juga mesti menggiatkan penegakan protokol kesehatan serta melakukan pengaturan kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat guna menekan risiko penularan COVID-19.
Transisi
Dalam masa transisi masyarakat mulai hidup berdampingan dengan COVID-19, maka sudah sepatutnya mereka mulai mempersiapkan diri.
Tugas ke depan tidaklah mudah, namun bukan tidak mungkin asalkan semua elemen masyarakat mau bekerja sama dan memupuk rasa tanggung jawab.
Bentuk tanggung jawab tersebut dapat tecermin dalam komitmen masyarakat menjalankan protokol kesehatan di setiap aspek kehidupan, termasuk dalam rumah, dalam perjalanan, atau dalam beraktivitas di luar rumah.
Sebagai upaya untuk terus menjaga kasus COVID-19 agar tetap terkendali, setiap institusi maupun pengelola fasilitas publik perlu melakukan pengawasan dan bertanggung jawab atas penerapan protokol kesehatan di tempat masing-masing.
Masyarakat perlu mengetahui bahwa protokol kesehatan adalah modal untuk tetap hidup sehat dan produktif walaupun COVID-19 masih berdampingan dengan kita.
Baca juga: PPKM vs penurunan kasus COVID-19
Sebagai bagian dari edukasi untuk masyarakat, Wiku menyampaikan, selama COVID-19 masih berevolusi, maka masyarakat juga harus ikut berevolusi.
"Artinya kita harus melanjutkan tindakan pencegahan seperti memakai masker dan menjaga jarak, dan pada saat yang sama pemerintah juga akan melakukan upaya terbaik untuk memvaksinasi sebanyak mungkin orang dan secepat mungkin," ujarnya.
Selama COVID-19 terus beredar dan bermutasi secara global, maka kita akan melihat lonjakan infeksi secara berkala.
"Tetapi, jika virus ini berperilaku seperti virus serupa lainnya, lonjakan ini akan mengecil seiring dengan waktu karena sebagian besar populasi akan memiliki kekebalan, baik melalui vaksinasi atau infeksi sebelumnya dan setiap kali ada gelombang baru," kata Wiku.
Di samping itu, pemerintah akan membangun kemitraan dengan berbagai asosiasi dan perkumpulan dalam menyusun peta jalan untuk hidup berdampingan dengan COVID-19.
"Nantinya pemerintah akan membangun kemitraan dengan berbagai asosiasi dan perkumpulan untuk mengembangkan protokol kesehatan yang lebih rinci sesuai dengan karakteristik di lapangan," ujar dia.
Dengan begitu, ia mengharapkan, dapat mengantisipasi celah-celah tertentu sehingga kedisiplinan protokol kesehatan dapat dilaksanakan secara lebih sempurna dengan pengawasan yang lebih ketat.
Perjuangan bersama melawan pandemi COVID-19 dalam 1,5 tahun terakhir bukanlah waktu yang singkat, karena ada 118.883 pejuang bangsa telah gugur, di antaranya kolega, kerabat, saudara, dan orang-orang yang kita kasihi, termasuk tenaga kesehatan sebagai pahlawan di garda terdepan melawan pandemi.
Maka dari itu, jangan sia-siakan perjuangan para pejuang bangsa yang telah gugur.
Kita buktikan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang tangguh, tidak kalah dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Baca juga: Satgas: Kasus positif perpekan kembali alami penurunan
Baca juga: Kecuali Malang Raya-Bali, Luhut klaim penurunan kasus COVID-19
Baca juga: Jubir: Penurunan kasus COVID-19 Indonesia belum capai rekomendasi WHO
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2021
Tags: