Jakarta (ANTARA) - Bangsa Indonesia dewasa ini sedang merebut kemerdekaan. Bukan merebut dan melawan penjajah, tetapi sedang melawan dan berjuang merebut kembali kemerdekaan. Merdeka dari COVID-19.

Sudah memasuki bulan ke 18, wabah COVID-19 belum juga mereda hilang bahkan ditengarai muncul varian Delta. Maka tidak ada kata lain, kecuali “perang” melawan Virus COVID-19.

Perang harus dilakukan di mana bangsa Indonesia memiliki semangat patriotik, sejarah membuktikan, Indonesia bangsa tangguh yang rakyatnya memiliki jiwa heroik dan pantang menyerah dalam menghadapi tantangan.

Ada dua contoh menggambarkan kegigihan dan spirit serta semangat dan patriotik bangsa Indonesia. Contoh pertama, peristiwa heroik patriotik para pemuda, arek – arek Surabaya menentang tentara Belanda di sekitar Hotel Yamato Surabaya (sekarang Hotel Gajah Mada).

Peristiwa heroik insiden Surabaya ini kemudian diperingati oleh bangsa Indonesia sebagai Hari Pahlawan 10 Nopember 1945. Dokumentasi peristiwa ini tersimpan dengan baik di Arsip Nasional Republik Indonesia ( ANRI).

Mereka, arek-arek Surabaya yang telah berjuang dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan baik melalui perang fisik maupun diplomasi pada umumnya memperoleh gelar sebagai Pahlawan Nasional.

Peristiwa Surabaya bergema secara nasional hingga saat ini, bahkan mendunia. Semangat dan spirit ini sebagai modal untuk melawan COVID-19 bersama sama.

Contoh kedua, mengutip dari Buku berjudul "Mangkunagoro VII dan Awal Penyiaran Indonesia" karya Hari Wiryawan tokoh penyiaran sekaligus pencetus tanggal 1 April sebagai hari penyiaran (bukan hari RRI tanggal 11 September).

Dalam bukunya menggambarkan perjuangan bangsa Indonesia melawan hegemoni budaya Barat. Intinya perlawanan budaya, bukan perlawanan senjata.

Hal ini sangat relevan dengan konteks sekarang dimana perang tanpa senjata tetapi perang secara budaya untuk menghadapi dan menyelesaikan wabah COVID-19. Bangsa Indonesia harus merubah mindset, pola pikir dan perspektif, cara pandang, yaitu membiasakan hal-hal yang tidak biasa. Jangan membiasakan hal hal yang sudah biasa, dalam konteks menghadapi COVID-19.

Harus mampu membiasakan yang sebelumnya tidak terbiasa seperti memakai masker, cuci tangan di air mengalir dengan sabun, jaga jarak, hindari kerumunan, dan di rumah saja, sepanjang tidak ada keperluan yang mendesak untuk keluar rumah.

Dalam bukunya Hari Wiryawan, ada yang menarik karena nilai, semangat dan spirit bergotong royong. Hal ini bisa dilihat bahwa pada masa revolusi zaman class ke 2, dengan Komandan Jendral Gatot Soebroto, memimipin perang gerilya di daerah Surakarta.

Hal yang menarik, dalam rombongan perang gerilya tersebut, ada pejuang yang memanggul alat pemancar. Pemancar RRI Solo semula milik SRV, Mangkunagoro VII, penguasa Mangkunegaran yang sangat bijak dan selalu mengetengahkan dengan solusi damai, di bawa ke Desa Balong Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar agar tetap bisa siaran.

Partisipasi masyarakat yang menjadi tempat basis para pejuang sungguh membanggakan. Tanpa diminta masyarakat berkontribusi dengan sukarela menyediakan logistik ala pedesaan, seperti pisan, jagung, kacang dan umbi-umbian yang direbus untuk dinikmati para pejuang.

Pemancar diletakkan di dekat kandang kambing untuk mengelabui, mengecoh Belanda. Secara pisik pemancar saat ini tersimpang rapi di Monumen Pers Surakarta, dikenal dan disebut ”Radio Kambing”.

Baca juga: Presiden berpesan semangat Budi Utomo bangkit-menang lawan COVID-19

Baca juga: Kapolri serukan persatuan lawan pandemi COVID-19

Gotong Royong, Tumbuh dan Tangguh

Kenapa contoh gerilya dengan memanggul pemancar radio ditampilkan ? Memang disamping contoh kegigihan dan patriotik arek-arek Surabaya, perlu juga mengambil contoh perang gerilya dengan pimpinan Jendral Gatot Soebroto bersama Maladi dari RRI Surakarta.

Ada nilai gotong royong, partisipasi, patriotisme, nasionalisme, semangat melawan penjajah untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Nilai-nilai tersebut sudah saatnya disegarkan kembali untuk melawan COVID-19.

Contoh betapa pentingnya pemancar radio. Pemancar radio menggambarkan alat ini sangat ampuh untuk menggalang kesatuan dan persatuan bangsa. Dalam konteks persatuan dan kesatuan bangsa menjadi modal utama melawan COVID-19. Bangsa Indonesia harus merdeka. Merdeka dari hantaman COVID-19.

Oleh karena itu dengan perkembangan jaman yang tidak mungkin dibendung, yaitu media sosial (medsos). Betapa dahsyat kekuatan medsos. Sepanjang digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat, positif dan bagi kemaslahatan umat, sungguh sangat terpuji.

Namun tidak jarang medsos justru digunakan untuk hal-hal yang negatif dan merugikan banyak orang karena isinya hoaks dan bisa memecah belah bangsa.

Berangkat dari kekuatan medsos, kita gunakan untuk menggalang pola pikir dan cara pandang yang sama secara bersama sama melawan COVID-19. Dengan demikian masyarakat bisa tetap dan tambah optimis mampu keluar dari krisis pandemi COVID-19. Syaratnya, kita semua berpartisipasi, respon positif apa yang sudah diputuskan oleh pemerintah.

Kebijakan vaksinasi sedang berjalan harus diimbangi dengan semangat untuk di vaksin. Kuncinya adalah kerjasama, gotong royong, saling bahu membahu antara pemerintah dan masyarakat.

Gotong royong adalah khas dan ciri bangsa Indonesia sejak dulu kala. Perlu dipupuk kembali. Perlu disegarkan kembali. Bahwa musuh kita sekarang ini adalah COVID-19.

Wabah COVID-19 ini harus segera musnah dari bumi Nusantara. Bagaimanapun kita harus mampu mengatasi kepenatan, kejenuhan, kelelahan, kesedihan, dan kesusahan masyarakat selama pandemi COVID-19.

Langkah konkrit untuk mengajak masyarakat tetap optimis hadapi pandemi. Kita yakin dan optimis bangsa Indonesia tangguh, mampu tumbuh dan keluar dari krisis pandemi. Indonesia tangguh, Indonesia tumbuh. Indonesia bisa.

Baca juga: Presiden sebut solidaritas sebagai modal sosial lawan COVID-19

Baca juga: Menkominfo: Kolaborasi tangguh kunci jitu lawan pandemi


*) Drs. Pudjo Rahayu Risan, M.Si adalah pengamat kebijakan publik, Fungsionaris Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI), pengajar tidak tetap STIE Semarang dan STIE BPD Jateng