Jakarta (ANTARA) - Balai Pemasyarakat Kelas I Jakarta Selatan (Bapas Jakarta Selatan) mendampingi anak berhadapan dengan hukum (ABH) dalam perkara peretasan situs resmi Sekretariat Kabinet setkab.go.id untuk mencapai kesepakatan diversi.

"Diversi merupakan pengalihan penyelesaian perkara dari proses peradilan ke proses di luar peradilan pidana," kata Kepala Bapas Jakarta Selatan Ricky Dwi Biantoro, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.

Dia mengatakan pendampingan anak tersebut merupakan permintaan dari Direktorat Tindak Pidana Siber (Dit Tipidsiber) Bareskrim Polri.

"Petugas kami mendampingi anak yang berhadapan dengan hukum atas kasus peretasan situs Sekretariat Kabinet yang beralamat di setkab.go.id. Kasus ini bermula saat situs resmi Setkab tersebut tidak bisa diakses pada 30 Juli lalu dan diubah tampilannya," kata Ricky.

Ricky menjelaskan pendampingan tersebut berlangsung Jumat (27/8) di Ruang Rapat Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri. Bapas Jaksel mengirim Pembimbing Kemasyarakatan Madya Dwi Elyana Susanti melaksanakan pendampingan diversi terhadap ABH yang diketahui berasal dari Padang, Sumatera Barat.

Baca juga: Polri tangkap dua remaja Padang tersangka perentas situs Setkab

Pada proses pendampingan diversi tersebut dihadiri oleh ABH dan orang tuanya, penasehat hukum dari ABH, Asisten Deputi Humas dari Sekretariat Kabinet RI beserta tim, Pekerja sosial dari Balai Anak Handayani, Kepala Unit 2 Subdit 2 Direktorat Tindak Pindana Siber Bareskrim Polri, dan Pembimbing Kemasyarakatan dari Bapas Jaksel.

Selain itu, diversi juga dihadiri secara virtual oleh Pembimbing Kemasyarakatan Bapas Padang, serta Kepala Dinas P3AP2KB (Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan KB) Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat.

Pelaksanaan diversi ini, kata Ricky, berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Tujuan diversi adalah untuk mencapai perdamaian antara korban dan anak, menyelesaikan perkara anak di luar proses peradilan, menghindari anak dari perampasan kemerdekaan, serta menanamkan rasa tanggungjawab kepada anak.

Menurut dia, pendampingan kasus ini telah berlangsung selama dua kali, yakni pada Selasa (23/8) lalu dan Jumat (27/8) kemarin. Hasilnya telah mencapai kesepakatan diversi untuk anak berhadap hukum (ABH) perkara UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

"Alhamdulillah, kami bersyukur karena diversi telah berhasil dengan memperoleh kesepakatan yang diharapkan dapat dilakukan dengan penuh tangguh jawab dan bermanfaat untuk kepentingan terbaik bagi anak," kata Ricky.

Baca juga: Polri tangkap dua remaja Padang tersangka perentas situs Setkab

Ricky menyebutkan, kesepakatan diversi yang dihasilkan dalam pendampingan tersebut, yakni ABH membuat perjanjian tidak akan mengulangi perbuatannya lagi baik sendiri maupun secara bersama-sama (kelompok) dan siap menjadi agen perubahan.

Kesepakatan berikutnya, orang tua ABH membuat surat pernyataan atau surat perjanjian yang diketahui lurah bahwa bersedia mendidik dan mengawasi ABH lebih intensif dan siap melanjutkan pendidikan ABH yang terputus. Selanjutnya, ABH melakukan wajib lapor secara berkala ke Bapas Padang, Sumatera Barat selama tiga bulan. ABH mengikuti kegiatan bimbingan kepribadian dan kemandirian yang ada di Bapas Padang, melakukan Pelayanan masyarakat pada kantor Dinas Sosial P3AP2KB Dharmasraya, Sumatera Barat selama tiga bulan.

"Pengawasan dilakukan oleh Bapas Padang dan Dinas P3AP2KB Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat dengan membuat laporan perkembangan bimbingan dan laporan pengawasan secara berkala kepada pejabat yang bertanggungjawab dan kepada Sekretariat Kabinet RI," kata Ricky.

Sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menangkap dua pelaku perentas situs Sekab RI berinisial BS alias Zyy (18) dan MLA (17) di Sumatera Barat pada awal Agustus lalu.

Keduanya merentas situs www.setkab.go.id dengan mengubah tampilan website sehingga tidak bisa digunakan dan bertuliskan 'pwnndbyzyylutfikae'.

Baca juga: Peretasan kian marak belum gugah pembuat UU percepat bahas RUU PDP