Jakarta (ANTARA) - Kementerian Sosial mengupayakan sinergi antarkementerian dan pemerintah daerah (pemda) guna menangani penyandang disabilitas mental yang saat ini memerlukan penanganan.

"Tentunya bagaimana menguatkan sinkronisasi dan koordinasi antara Kementerian Kesehatan, pemerintah pusat serta pemerintah daerah yang saling bersinergi dalam penanganan penyandang disabilitas mental," kata Direktur Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Kemensos Eva Rahmi Kasim dalam diskusi publik daring "Penyandang Disabilitas Mental di Panti-Panti Sosial Berhak Merdeka," yang dipantau di Jakarta, Jumat.

Hal tersebut, katanya, dilakukan agar penyandang disabilitas mendapatkan penanganan yang layak dan menjujung tinggi hak asasi manusia di panti-panti sosial.

Ia mengatakan kondisi di panti sosial yang menampung para disabilitas mental saat ini sangat kompleks, tidak hanya soal pemberian fasilitas psikiatri, namun juga kondisi sosial ekonomi dan kesiapan fasilitas lainnya terhadap penerimaan penyandang disabilitas. Hal tersebut memicu kondisi yang memrihatinkan dalam peningkatan kualitas hidup penyandang disabilitas.

Kemensos berupaya untuk meminimalisasi buruknya kondisi di panti-panti sosial hingga menghilangkan kondisi memrihatinkan tersebut.

Upaya yang dilakukan di antaranya memenuhi kelembagaan panti-panti, terutama yang dikelola oleh masyarakat melalui sistem akreditasi panti, meningkatkan kapasitas penyelenggara panti, dan sosialisasi standar panti.

Diakuinya bahwa terjadinya kelebihan kapasitas panti penyandang disabilitas tidak lain karena stigma masyarakat. Kemudian pada sisi lain, fasilitas yang tersedia juga sangat minim.

Ditambah lagi, kemampuan para petugas untuk menangani atau melayani mengatasi persoalan itu sangat minim baik dari sisi kesehatan maupun dari sisi kesejahteraan.

"Banyak para penyandang disabilitas mental di Kementerian Sosial adalah kiriman dari berbagai pemerintah daerah sekitar yang tidak dikenal identitasnya. Mereka tidak diketahui berasal dari mana, sehingga yang dikatakan ada penghuni yang lebih dari dua tahun bahkan sampai 10 tahun," katanya.

Oleh karena itu, Kemensos juga berupaya bersinergi dengan Kementerian Dalam Negeri untuk mendatangkan petugas Dukcapil yang akan melakukan perekaman data kependudukan, atau menelisik apakah yang sedang tinggal di dalam Balai Kemensos sudah pernah direkam identitas kependudukannya.

Ia mengatakan di tahun ini pihaknya telah mereunifikasi 200 penyandang disabilitas mental di seluruh Indonesia dengan keluarganya.

Namun di sisi lain, ia mewanti-wanti akan peningkatan orang yang mengalami gangguan kejiwaan atau penyandang disabilitas mental yang diakibatkan situasi pandemi COVID-19.

"Apalagi sekarang dalam situasi pandemi semakin banyak orang depresi. Oleh karena itu menjadi pembelajaran bagi kami Bagaimana sistem layanan berbasis komunitas berbasiskan residensial sebagai pilihan terakhir," demikian Eva Rahmi Kasim.


Baca juga: PJS nilai perlunya perlindungan penghuni panti disabilitas mental

Baca juga: Ombudsman sebut panti penyandang disabilitas mental perlu standar baku

Baca juga: Perhimpunan Jiwa Sehat: Perbaiki panti sosial tak layak huni