Jakarta (ANTARA) - “Jadi tidak bisa, dok?” Karin bertanya pada dokternya untuk memastikan sekali lagi dan dijawab dengan kata “tidak bisa.”

Dengan menahan perasaan kecewa, sedih, campur aduk, Karin keluar dari ruangan dokter.. Pikirannya menerawang dan ingin protes pada keputusan dokter tadi.

Apa yang dialami Karin, sebenarnya bermula dari hal sederhana dan terjadi pada Mei 2019. Karin yang selama ini berobat dengan BPJS, setiap tiga bulan sekali memperpanjang rujukan ke puskesmas. Karin, merupakan seorang penyandang autoimun Systemic Lupus Erythematosus (SLE) atau lupus. Selama ini melakukan rawat jalan di salah satu rumah sakit di Jakarta Pusat. Sementara fasilitas kesehatan (faskes) pertama di Puskesmas Simpur, Kota Bandar Lampung, Lampung.

Maka setiap tiga bulan, Karin wajib mudik ke Kota Bandar Lampung untuk memperpanjang rujukan. Alurnya dari Puskesmas Simpur lalu ke rumah sakit tipe C di Bandar Lampung dan baru dirujuk ke rumah sakit tempatnya biasa berobat. Selama ini, tidak ada masalah dengan rujukan.

Akan tetapi menjadi berbeda, saat Karin mudik untuk urusan memperpanjang rujukan ke faskes pertama dan membaca berita bahwa rumah sakit tempatnya berobat, sedang diputus sementara kerja samanya dengan BPJS Kesehatan, karena perpanjangan akreditasi. Dari hasil bertanya, ia mendapatkan informasi proses perpanjangan akreditasi paling cepat satu bulan.

Lama juga batinnya, sementara setiap bulan wajib kontrol ke dokter untuk memantau kondisinya. Ia pun memutuskan untuk pindah rujukan untuk sementara waktu, hingga proses akreditasi selesai. Karin pun meminta dirujuk ke rumah sakit kedua yang berada di kawasan Jakarta Pusat. Pertimbangannya karena di rumah sakit tujuannya tersebut juga ada hematolog (internis ahli darah).

Tapi saat mengetahui perpindahan faskes itu, dokternya di rumah sakit pertama tidak memperbolehkan pindah, mengingat autoimun terapinya harus berdasarkan riwayat medis. Dokternya pun menyarankan Karin untuk meminta rujuk kembali ke rumah sakit pertama.

Baca juga: Ini manfaat Mobile JKN di tengah PPKM Darurat

Berbekal informasi dari bagian informasi rumah sakit pertama yang mengatakan bisa dirujuk kembali, sedangkan di RS kedua bisa, bila Karin ditangani oleh internis umum di RS mereka maka bisa dirujuk kembali ke rumah sakit pertama. Karin mengikuti anjuran bagian pendaftaran.

Ternyata saat bertemu dokternya dan menceritakan kondisi, sang dokter mengatakan tidak bisa dirujuk balik ke rumah sakit pertama. Menurut dokter itu, untuk dirujuk ke sana maka memerlukan rujuk balik ke rumah sakit tipe C di Bandar Lampung baru kemudian bisa dirujuk ke rumah sakit pertama.

Mendengar hal itu, Karin terkejut karena saat itu baru balik dari Bandar Lampung untuk mengurus rujukan, dan kini disuruh mudik lagi? Saat itu kakinya yang pincang karena kasus AVN (Avascular Necrosis) sehingga menyulitkan untuk berjalan. Namun dokter rumah sakit kedua tetap mengatakan tidak bisa ke rumah sakit pertama.

Teringat pada kantor BPJS yang berada di Jalan Matraman, Jakarta Timur. Maka ke situlah Karin mencari jawaban. Petugas keamanan kantor BPJS segera menghampiri guna membantu Karin berjalan. Saat itu, ia berjalan pincang dan dibantu tongkat namun terutama dia menanyakan maksud kedatangan saya ke sini. Petugas keamanan itu menanyakan apa dia punya ponsel android?

Untungnya, dia punya ponsel android meskipun baterai hp bermasalah sering drop. Lalu ia meminta Karin untuk mengunduh aplikasi Mobile JKN. Setelah mengunduh, petugas itu membantu Karin mengisikan data-data. Karin takjub ternyata jika ingin pindah faskes, hanya mengganti faskes lama dengan faskes baru yang kita pilih. Faskes baru akan tersimpan secara online pada sistem BPJS. Ternyata prosedurnya mudah sekali. Namun untuk aktivasi di faskes yang baru, baru dapat digunakan pada bulan berikutnya.

Baca juga: BPJS Kesehatan fasilitasi peserta cek risiko penyakit secara digital
Baca juga: Fitur konsultasi dokter dekatkan peserta JKN-KIS dengan dokter

Bulan berikutnya, Karin benar-benar bisa menggunakan BPJS di faskes yang baru. Berpindahnya faskes, maka kartu BPJS-nya juga diganti dengan yang baru. Pada kartu yang baru, akan dicetak nama atau lokasi faskes baru yang kita pilih tadi melalui JKN Mobile.

“Proses digitalisasi yang dilakukan oleh pihak BPJS ini sungguh terobosan bermakna. Saya yang dari daerah, berobat di Jakarta, setelah pindah faskes dengan dibantu aplikasi JKN Mobile, tak perlu lagi bolak-balik ke Lampung-Jakarta dan sebaliknya. Karena cukup membuat surat rujuk berobat di faskes Kota Jakarta saja. Waktu, tenaga, dan dana jadi bisa dihemat dan lebih efektif. Mengingat juga kondisi saya saat itu yang susah berjalan. Aplikasi JKN juga membantu kita melacak riwayat kunjungan ke RS, faskes, dan status pembayaran BPJS. Sungguh saya terbantu dengan digitalisasi BPJS berupa aplikasi Mobile JKN ini,” kata Karin.

Tangkapan layar Direktur Utama BPJS Kesehatan, Prof Ali Ghufron Mukti, dalam sebuah webinar. (FOTO ANTARA/Indriani)

Permudah skrining
​​​​​​​

Direktur Utama BPJS Kesehatan, Prof Ali Ghufron Mukti, mengatakan tantangan yang dihadapi oleh BPJS Kesehatan dan Program JKN-KIS adalah cakupan kepesertaan yang mencapai 222,84 juta jiwa atau 82 persen dari jumlah penduduk.

“Dengan jumlah peserta dan segmen peserta yang bervariasi, kebutuhan pelanggan tentunya terus meningkat, yang membutuhkan upaya-upaya inovatif untuk mencapainya. Di BPJS Kesehatan sendiri, pengelolaan inovasi berbasis pada akselerasi budaya inovasi,” kata Ghufron seperti dikutip dari laman bpjs-kesehatan.go.id.

Dengan adanya pandemi COVID-19, BPJS Kesehatan melakukan sejumlah inovasi dalam pelayanan. Inovasi yang diusung BPJS Kesehatan, mulai dalam hal pelayanan administrasi kepesertaan tanpa tatap muka melalui BPJS Kesehatan Care Center 1 500 400, Mobile JKN, Chat Assistant JKN (CHIKA), Voice Interactive JKN (VIKA) dan Pelayanan Administrasi melalui Whatsapp (PANDAWA).

Selain itu, BPJS Kesehatan memanfaatkan telekonsultasi dalam melakukan kontak dengan faskes tingkat pertama melalui aplikasi Mobile JKN dan Mobile JKN Faskes. Selain itu juga dilakukan skrining peserta JKN-KIS melalui aplikasi Mobile JKN. Masyaraka dapat melakukan skrining COVID-19 hanya melalui aplikasi. Data skrining itu digunakan sebagai sumber data peserta JKN-KIS yang memiliki kondisi komorbid dan disampaikan ke pemerintah.
​​​​​​
Baca juga: Akses JKN-KIS dipermudah fitur konsultasi dokter daring "mobile JKN"
Baca juga: Mobile JKN mudahkan ibu rumah tangga akses layanan kesehatan
Baca juga: Faskes berikan layanan online melalui Aplikasi Mobile JKN