Seoul (ANTARA News/AFP) - Korea Utara hari Minggu berjanji melakukan "serangan balasan militer tanpa ampun" jika terjadi penyusupan ke wilayah perairannya.

Ancaman itu disampaikan ketika AS dan Korea Selatan melakukan latihan angkatan laut besar-besaran yang dimulai di sebelah selatan perbatasan.

Janji pembalasan itu disiarkan oleh surat kabar partai komunis berkuasa Rodong Sinmun lima hari setelah Korea Utara membom sebuah pulau perbatasan Korea Selatan, yang menewaskan dua warga sipil dan dua marinir serta membakar sejumlah rumah.

Korea Utara menyatakan melepaskan tembakan pekan lalu setelah bom-bom Korea Selatan mendarat di wilayah perairannya di sekitar perbatasan sengketa Laut Kuning yang tegang.

"DPRK (Korea Utara) akan melakukan serangan balasan militer tanpa ampun atas aksi provokatif penyusupan ke wilayah perairannya di masa datang," kata kantor berita resmi mengutip surat kabar itu.

Korea Utara menolak Garis Perbatasan Utara (NLL) yang dibuat oleh pasukan PBB setelah perang 1950-1953 dan menekankan bahwa garis itu seharusnya mengarah lebih jauh ke selatan. Daerah itu dilanda bentrokan laut mematikan pada 1999, 2002 dan November lalu.

Surat kabar itu mengatakan, provokasi Korea Selatan itu merupakan bagian dari upaya untuk mempertahankan garis batas utara dengan terus membiarkan kapal perang mereka ke wilayah perairan DPRK dengan dalih menyergap kapal nelayan.

Ketegangan meningkat setelah serangan artileri Korea Utara menewaskan empat orang di pulau Yeonpyeong, melukai 15 marinir serta tiga warga sipil, dan menghancurkan 19 rumah.

Meski negara-negara besar dunia mengecam Pyongyang atas insiden mematikan itu, Beijing lagi-lagi bungkam, seperti juga ketika Korea Utara disalahkan atas penenggelaman sebuah kapal perang Korea Selatan pada Maret.

Ketegangan di Semenanjung Korea meningkat tajam sejak Korea Selatan dan AS menuduh Korea Utara mentorpedo kapal perang Seoul itu, yang menewaskan 46 orang.

Korea Utara membantah terlibat dalam tenggelamnya kapal itu dan mengancam melakukan pembalasan atas apa yang disebutnya latihan perang provokatif Korea Selatan yang dilakukan sebagai tanggapan atas insiden kapal tersebut.

Latihan itu, yang melibatkan 4.500 prajurit, 29 kapal dan 50 jet tempur, merupakan salah satu dari serangkaian latihan terencana dalam beberapa bulan ini, beberapa diantaranya dilakukan dengan AS, sekutu Seoul, dalam unjuk kekuatan terhadap Korea Utara.

Kapal perang Korea Selatan Cheonan tenggelam pada 26 Maret di dekat perbatasan Laut Kuning yang disengketakan dengan wilayah utara pada dalam kondisi misterius setelah ledakan yang dilaporkan.

Dewan Keamanan PBB mengecam penenggelaman kapal Korea Selatan itu namun tidak secara langsung menyalahkan Korea Utara, meski AS dan Korea Selatan meminta kecaman PBB terhadap negara komunis itu.

Penyelidik internasional pada 20 Mei mengumumkan hasil temuan mereka yang menunjukkan bahwa sebuah kapal selam Korea Utara menembakkan torpedo berat untuk menenggelamkan kapal perang Korea Selatan itu, dalam apa yang disebut-sebut sebagai tindakan agresi paling serius yang dilakukan Pyongyang sejak perang Korea 60 tahun lalu.

Korea Selatan mengumumkan serangkaian pembalasan yang mencakup pemangkasan perdagangan dengan negara komunis tetangganya itu.

Korea Utara membantah terlibat dalam insiden tersebut dan membalas tindakan Korea Selatan itu dengan ancaman-ancaman perang.

Seorang diplomat Korea Utara mengatakan pada 3 Juni, ketegangan di semenanjung Korea setelah tenggelamnya kapal perang Korea Selatan begitu tinggi sehingga "perang bisa meletus setiap saat".

Dalam pernyataan pada Konferensi Internasional mengenai Perlucutan Senjata, wakil utusan tetap Korea Utara untuk PBB di Jenewa, Ri Jang-Gon, menyalahkan "situasi buruk" itu pada Korea Selatan dan AS.

"Situasi semenanjung Korea saat ini begitu buruk sehingga perang bisa meletus setiap saat," katanya.

Kedua negara Korea itu tidak pernah mencapai sebuah perjanjian pedamaian sejak perang 1950-1953 dan hanya bergantung pada gencatan senjata era Perang Dingin. (M014/K004)