Sanggau (ANTARA News) - Ketua DPRD Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, Andreas Nyas, menyatakan bahwa perjanjian sosial ekonomi Malaysia-Indonesia (Sosekmalindo) perlu dikaji ulang karena sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini.

"Perjanjian itu dibuat puluhan tahun lalu. Kita pikir sudah saatnya dikaji ulang dan diperbarui, disesuaikan dengan kondisi saat ini," kata Nyas di Sanggau, Minggu.

Menurut Nyas, dari pertimbangan ekonomi maupun sosial warga di perbatasan saat ini, perjanjian bilateral itu terkesan tidak begitu menguntungkan masyarakat Indonesia perbatasan, sebaliknya lebih cenderung menguntungkan Malaysia.

Salah satu contoh ketidakadilan yang dirasakan masyarakat perbatasan adalah pemberlakukan batas transaksi. Masyarakat perbatasan Indonesia hanya boleh berbelanja ke Malaysia maksimal RM 600. Sedangkan, warga Malaysia yang berbelanja ke Indonesia tidak ada batas.

"Ini kan tidak adil. Masyarakat kita kalau belanja dibatasi, sementara berapa puluh ton barang yang ada di tempat kita bisa dibeli oleh mereka di sana," katanya.

Kesenjangan tersebut, lanjutnya, menyebabkan kondisi ekonomi masyarakat perbatasan sulit berubah dan maju, apalagi perhatian pemerintah pusat masih kurang.

"Jika terus begini bagaimana masyarakat perbatasan bisa maju. Padahal PPLB (Pos Pemeriksaan Lintas Batas) berada di tempat mereka. Semestinya keberadaan PPLB dapat menguntungkan masyarakat perbatasan, bukan malah membuat mereka gigit jari," ujarnya.

Di tempat terpisah Ketua Kadin Perbatasan Thalib HS mengatakan pihaknya sudah kerap meminta pemerintah mengkaji ulang perjanjian bilateral tersebut dan meminta perubahan kuota belanja yang semula 600 RM menjadi 1500-3000 RM.
(T.ANT-170/S024/P003)