Peggy Hartanto dan telusur di balik "DNA" rancangan busana
Oleh Rizka Khaerunnisa
26 Agustus 2021 07:19 WIB
(Dari kiri ke kanan) - Lydia Hartanto, Peggy Hartanto, dan Petty Hartanto tampil dalam pembukaan Jakarta Fashion Week (JFW) 2016 di Jakarta, Sabtu (24/10). Perhelatan mode busana terbesar se-Asia Tenggara tersebut menampilkan ratusan perancang busana dari dalam serta luar negeri dan berlangsung dari 24 hingga 30 Oktober. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/foc/15.
Jakarta (ANTARA) - Bold, chic, dan minimalist. Begitulah Peggy Hartanto mendefinisikan karakteristik desain busana perempuan yang ia rancang.
Dalam desainnya, Peggy tak meninggalkan kesan feminin sembari menonjolkan potongan dinamis nan dramatis, seolah turut merayakan keberdayaan perempuan era kontemporer yang multidimensi.
“Saya menyukai bentuk-bentuk yang ganjil, seperti kontradiksi antara dua hal yang berbeda. Saya senang bermain dengan garis, volume, dan keseimbangan. Saya mencoba tuangkan minat ini ke dalam desain saya dan mewujudkannya menjadi sesuatu yang dapat dikenakan,” kata Peggy melalui pernyataan tertulis kepada ANTARA belum lama ini.
Terang saja, jika menilik koleksi busana terakhir Spring/Summer 2021 bertajuk FORM, Peggy tampak bermain-main dengan kontras, rona cerah tetapi juga lembut. Ini diperkuat dengan teknik serta potongan kain yang rapi dan bersih, semakin menunjukkan “DNA” khas Peggy Hartanto.
Yang menarik, FORM lahir di tengah kontemplasi dalam suasana pandemi. Kondisi selama di rumah saja membangkitkan tren hobi di kalangan banyak orang, tak terkecuali dengan Peggy. Ia menemukan minat baru pada seni Ikebana dan berkebun, lantas mengolah inspirasi tersebut dan menampilkannya pada koleksi FORM dalam bentuk yang lebih segar dan berani.
“Ide datang berdasarkan ketertarikan dan rasa penasaran saya terhadap suatu topik. Satu ide atau topik ini yang akan saya eksplor lebih dalam lagi,” ujar perempuan yang mengidolakan perancang busana Phoebe Philo dan Joseph Font itu.
“Koleksi SS21 FORM idenya dimulai dari kegemaran baru saya pada awal pandemi 2020, yakni Ikebana dan berkebun,” lanjutnya.
Baca juga: Desainer Athan Siahaan ajak generasi muda cintai Tenun Nusantara
Baca juga: Kemenparekraf fasilitasi desainer Indonesia di London Design Biennale
Ikebana merupakan seni tradisional merangkai bunga dari Jepang. Berbeda dengan seni merangkai bunga khas Barat yang berfokus pada bunga dan warna, Ikebana mengutamakan penggunaan batang dan daun dalam jumlah minimal. Prinsip Ikebana tersebut bertujuan untuk memaksimalkan tinggi dan bentuk sehingga kontur elegan yang menonjolkan keindahan bunga pun dapat tercipta.
Di alam, bunga dianggap memiliki persona yang lembut. Namun dalam koleksi FORM, unsur bunga ditonjolkan dengan berani melalui serangkaian potongan yang unik. Sebagai contoh, gaun Yakueda dalam balutan warna merah muda kembang sepatu dengan kerutan di bagian pinggang, seolah mempertegas bentuk kelopak bunga yang jatuh tetapi tetap solid.
Koleksi FORM juga mengedepankan teknik halus yang meniru seluk-beluk semesta dunia flora, berupa detail scallop (tepi kain berbentuk lengkungan) pada garis leher dan lengan, lipatan yang ditempatkan secara strategis, hingga teknik ruching (kerutan) dan draping.
Kesukaan Peggy terhadap sesuatu yang kontradiksi pun sangat tampak pada busana Moribana dan Katachi. Dua busana tersebut merupakan hibrida gaya klasik yang dipadupadankan dengan potongan kain beraksen kerut dalam warna hijau neon seakan menonjolkan nuansa flora.
Kain tersebut juga tampil utuh dalam busana lain, seperti Nageire dan Kyaku. Pada Rabu (10/8), nama Peggy Hartanto sempat mengundang atensi publik Indonesia saat bintang Hollywod Beyonce mengenakan terusan Nageire di pesta ulang tahun Barack Obama pada Sabtu (7/8). Nagerie memiliki nuansa ringan serta effortless didukung oleh detail pleats yang rapat.
Busana lainnya pada koleksi FORM juga tak kalah memikat. Jika menengok jumpsuit Yokata dan blus Hana, gaya busana ini dapat dengan mudah kita temukan di berbagai suasana urban dan santai.
Sejak kecil, Peggy sudah terpapar dunia seni. Ia banyak berkecimpung di lomba-lomba yang berbau seni, mulai dari menggambar, tari tradisional, figure skating, hingga ballet. Sementara dalam dunia fesyen, Peggy mengaku banyak dipengaruhi oleh ibu dan neneknya yang kerap bersentuhan dengan mesin jahit.
“Bahkan, saya mendandani boneka saya dengan kain sisa dari mereka,” tutur Peggy.
Ketika memilih jurusan untuk berkuliah, ia ingin terus menekuni bidang kreatif. Waktu itu ia dihadapkan pada dua pilihan, antara jurusan fashion atau arsitektur. Namun pada akhirnya ia memilih jurusan fashion design di Raffles College of Design and Commerce, Australia.
“Selama berkuliah di Australia, saya berusaha menyerap sebanyak-banyaknya pengalaman karena saya sadar bahwa berkuliah di sana membutuhkan dana yang tidak sedikit,” kata perempuan yang masuk dalam daftar ‘30 under 30: The Arts’ oleh Forbes Asia pada Februari 2016 itu.
Peggy tak ingin menyianyiakan kesempatan yang perlahan terbuka itu. Ia aktif mengikuti kompetisi dan project di luar kampus. Bahkan, ia lulus dengan predikat Best Student in fashion design dan berkesempatan internship di Collette Dinnigan–salah satu desainer ternama di Australia.
“Dengan pengalaman tersebut, saya memiliki cita-cita untuk membuat label Ready-To-Wear sendiri di Indonesia,” lanjutnya.
Kesempatan untuk meluncurkan label PEGGY HARTANTO pun akhirnya datang saat ia kembali ke tanah air. Kala itu, ia diundang oleh alumni kampus untuk mewakili almamater di ajang Jakarta Fashion Week 2012.
Merek eponim PEGGY HARTANTO memang diambil dari namanya. Namun sebagai bisnis fesyen, label tersebut tak hanya dikelola Peggy seorang. Kedua saudaranya, Lydia Hartanto dan Petty Hartanto juga turut andil di dalamnya.
Koleksi PEGGY HARTANTO mulai dikenal dunia internasional sejak label ini bekerja sama dengan agensi public relationship yang berbasis di Amerika Serikat, yaitu Brooklyn PR. Selain Beyonce, sederet selebriti Hollywood lain yang pernah mengenakan busana rancangan Peggy, seperti Giuliana Rancic, Amanda Schull, Gigi Hadid, Bella Thorne, Amanda Joy Michalka, dan sebagainya.
“Ada begitu banyak momen ‘wow’ selama karier kami. Mungkin yang paling menonjol adalah saat pertama kali melihat busana kami dikenakan oleh Giuliana Rancic di televisi selama acara 'E! News’, saat dikenakan oleh Amanda Schull di Suits, Gigi Hadid, dan Beyonce,” kata Peggy ketika ditanya yang paling membanggakan saat karya dikenakan oleh siapa.
“Mereka adalah sosok yang kami kagumi selama ini. Melihat mereka mengenakan kreasi kami adalah suatu kehormatan besar,” tambahnya.
Ketika ditanya koleksi mana yang terfavorit, Peggy mengatakan bahwa setiap koleksi memiliki kesan dan ceritanya masing-masing.
“Kalau diminta untuk memilih koleksi favorit rasanya seperti memilih anak yang paling favorit, sehingga sulit bagi saya untuk memilih,” ujarnya.
Peggy mengungkapkan setiap koleksi juga merupakan cerminan tonggak sejarah dari merek PEGGY HARTANTO. Misalnya, koleksi SS12 UNSEEN yang pertama kali dibuat merupakan koleksi yang dihasilkan pada saat Peggy menggali kedalaman “DNA” PEGGY HARTANTO.
Koleksi lainnya, seperti SS15 merupakan koleksi yang pertama kali dibawa ke Paris dan PF16 merupakan koleksi pertama yang ditampilkan dalam ajang Dewi Fashion Knight–salah satu peragaan busana prestisius di Indonesia.
Dalam pembuatan sebuah koleksi, Peggy mengatakan ada berbagai tahapan yang harus ia lalui bersama tim di label fesyennya, mulai dari menggodok tema besar, mempelajari tren, merevisi dan mengeliminasi berbagai desain, hingga akhirnya terbentuklah suatu koleksi.
“Tema atau topik besar itu akan menentukan arah koleksi yang akan kami kerjakan selama 3 sampai 4 bulan ke depan. Dan dengan mempelajari tren, kami akan menentukan warna dan memilih material yang akan kami gunakan,” terang Peggy.
Saat ditanya perihal rencana project selanjutnya, ia mengatakan situasi pandemi menyebabkan aktivitasnya terhenti selama kurang lebih satu tahun. Namun, ia memastikan beberapa project baru tengah berproses.
“Kami pasti akan membagikan infonya apabila sudah pasti terealisasikan. Semoga kita bisa segera berbagi,” pungkasnya.
Baca juga: Busana disainer muda Indonesia hiasi Fenwick London
Baca juga: Aktris Hollywood kenakan busana perancang Indonesia di Golden Globe After Party
Baca juga: Kolaborasi desainer, fotografer & aktor Indonesia untuk tribut "Loki"
Dalam desainnya, Peggy tak meninggalkan kesan feminin sembari menonjolkan potongan dinamis nan dramatis, seolah turut merayakan keberdayaan perempuan era kontemporer yang multidimensi.
“Saya menyukai bentuk-bentuk yang ganjil, seperti kontradiksi antara dua hal yang berbeda. Saya senang bermain dengan garis, volume, dan keseimbangan. Saya mencoba tuangkan minat ini ke dalam desain saya dan mewujudkannya menjadi sesuatu yang dapat dikenakan,” kata Peggy melalui pernyataan tertulis kepada ANTARA belum lama ini.
Terang saja, jika menilik koleksi busana terakhir Spring/Summer 2021 bertajuk FORM, Peggy tampak bermain-main dengan kontras, rona cerah tetapi juga lembut. Ini diperkuat dengan teknik serta potongan kain yang rapi dan bersih, semakin menunjukkan “DNA” khas Peggy Hartanto.
Yang menarik, FORM lahir di tengah kontemplasi dalam suasana pandemi. Kondisi selama di rumah saja membangkitkan tren hobi di kalangan banyak orang, tak terkecuali dengan Peggy. Ia menemukan minat baru pada seni Ikebana dan berkebun, lantas mengolah inspirasi tersebut dan menampilkannya pada koleksi FORM dalam bentuk yang lebih segar dan berani.
“Ide datang berdasarkan ketertarikan dan rasa penasaran saya terhadap suatu topik. Satu ide atau topik ini yang akan saya eksplor lebih dalam lagi,” ujar perempuan yang mengidolakan perancang busana Phoebe Philo dan Joseph Font itu.
“Koleksi SS21 FORM idenya dimulai dari kegemaran baru saya pada awal pandemi 2020, yakni Ikebana dan berkebun,” lanjutnya.
Baca juga: Desainer Athan Siahaan ajak generasi muda cintai Tenun Nusantara
Baca juga: Kemenparekraf fasilitasi desainer Indonesia di London Design Biennale
Ikebana merupakan seni tradisional merangkai bunga dari Jepang. Berbeda dengan seni merangkai bunga khas Barat yang berfokus pada bunga dan warna, Ikebana mengutamakan penggunaan batang dan daun dalam jumlah minimal. Prinsip Ikebana tersebut bertujuan untuk memaksimalkan tinggi dan bentuk sehingga kontur elegan yang menonjolkan keindahan bunga pun dapat tercipta.
Di alam, bunga dianggap memiliki persona yang lembut. Namun dalam koleksi FORM, unsur bunga ditonjolkan dengan berani melalui serangkaian potongan yang unik. Sebagai contoh, gaun Yakueda dalam balutan warna merah muda kembang sepatu dengan kerutan di bagian pinggang, seolah mempertegas bentuk kelopak bunga yang jatuh tetapi tetap solid.
Koleksi FORM juga mengedepankan teknik halus yang meniru seluk-beluk semesta dunia flora, berupa detail scallop (tepi kain berbentuk lengkungan) pada garis leher dan lengan, lipatan yang ditempatkan secara strategis, hingga teknik ruching (kerutan) dan draping.
Kesukaan Peggy terhadap sesuatu yang kontradiksi pun sangat tampak pada busana Moribana dan Katachi. Dua busana tersebut merupakan hibrida gaya klasik yang dipadupadankan dengan potongan kain beraksen kerut dalam warna hijau neon seakan menonjolkan nuansa flora.
Kain tersebut juga tampil utuh dalam busana lain, seperti Nageire dan Kyaku. Pada Rabu (10/8), nama Peggy Hartanto sempat mengundang atensi publik Indonesia saat bintang Hollywod Beyonce mengenakan terusan Nageire di pesta ulang tahun Barack Obama pada Sabtu (7/8). Nagerie memiliki nuansa ringan serta effortless didukung oleh detail pleats yang rapat.
Busana lainnya pada koleksi FORM juga tak kalah memikat. Jika menengok jumpsuit Yokata dan blus Hana, gaya busana ini dapat dengan mudah kita temukan di berbagai suasana urban dan santai.
Sejak kecil, Peggy sudah terpapar dunia seni. Ia banyak berkecimpung di lomba-lomba yang berbau seni, mulai dari menggambar, tari tradisional, figure skating, hingga ballet. Sementara dalam dunia fesyen, Peggy mengaku banyak dipengaruhi oleh ibu dan neneknya yang kerap bersentuhan dengan mesin jahit.
“Bahkan, saya mendandani boneka saya dengan kain sisa dari mereka,” tutur Peggy.
Ketika memilih jurusan untuk berkuliah, ia ingin terus menekuni bidang kreatif. Waktu itu ia dihadapkan pada dua pilihan, antara jurusan fashion atau arsitektur. Namun pada akhirnya ia memilih jurusan fashion design di Raffles College of Design and Commerce, Australia.
“Selama berkuliah di Australia, saya berusaha menyerap sebanyak-banyaknya pengalaman karena saya sadar bahwa berkuliah di sana membutuhkan dana yang tidak sedikit,” kata perempuan yang masuk dalam daftar ‘30 under 30: The Arts’ oleh Forbes Asia pada Februari 2016 itu.
Peggy tak ingin menyianyiakan kesempatan yang perlahan terbuka itu. Ia aktif mengikuti kompetisi dan project di luar kampus. Bahkan, ia lulus dengan predikat Best Student in fashion design dan berkesempatan internship di Collette Dinnigan–salah satu desainer ternama di Australia.
“Dengan pengalaman tersebut, saya memiliki cita-cita untuk membuat label Ready-To-Wear sendiri di Indonesia,” lanjutnya.
Kesempatan untuk meluncurkan label PEGGY HARTANTO pun akhirnya datang saat ia kembali ke tanah air. Kala itu, ia diundang oleh alumni kampus untuk mewakili almamater di ajang Jakarta Fashion Week 2012.
Merek eponim PEGGY HARTANTO memang diambil dari namanya. Namun sebagai bisnis fesyen, label tersebut tak hanya dikelola Peggy seorang. Kedua saudaranya, Lydia Hartanto dan Petty Hartanto juga turut andil di dalamnya.
Koleksi PEGGY HARTANTO mulai dikenal dunia internasional sejak label ini bekerja sama dengan agensi public relationship yang berbasis di Amerika Serikat, yaitu Brooklyn PR. Selain Beyonce, sederet selebriti Hollywood lain yang pernah mengenakan busana rancangan Peggy, seperti Giuliana Rancic, Amanda Schull, Gigi Hadid, Bella Thorne, Amanda Joy Michalka, dan sebagainya.
“Ada begitu banyak momen ‘wow’ selama karier kami. Mungkin yang paling menonjol adalah saat pertama kali melihat busana kami dikenakan oleh Giuliana Rancic di televisi selama acara 'E! News’, saat dikenakan oleh Amanda Schull di Suits, Gigi Hadid, dan Beyonce,” kata Peggy ketika ditanya yang paling membanggakan saat karya dikenakan oleh siapa.
“Mereka adalah sosok yang kami kagumi selama ini. Melihat mereka mengenakan kreasi kami adalah suatu kehormatan besar,” tambahnya.
Ketika ditanya koleksi mana yang terfavorit, Peggy mengatakan bahwa setiap koleksi memiliki kesan dan ceritanya masing-masing.
“Kalau diminta untuk memilih koleksi favorit rasanya seperti memilih anak yang paling favorit, sehingga sulit bagi saya untuk memilih,” ujarnya.
Peggy mengungkapkan setiap koleksi juga merupakan cerminan tonggak sejarah dari merek PEGGY HARTANTO. Misalnya, koleksi SS12 UNSEEN yang pertama kali dibuat merupakan koleksi yang dihasilkan pada saat Peggy menggali kedalaman “DNA” PEGGY HARTANTO.
Koleksi lainnya, seperti SS15 merupakan koleksi yang pertama kali dibawa ke Paris dan PF16 merupakan koleksi pertama yang ditampilkan dalam ajang Dewi Fashion Knight–salah satu peragaan busana prestisius di Indonesia.
Dalam pembuatan sebuah koleksi, Peggy mengatakan ada berbagai tahapan yang harus ia lalui bersama tim di label fesyennya, mulai dari menggodok tema besar, mempelajari tren, merevisi dan mengeliminasi berbagai desain, hingga akhirnya terbentuklah suatu koleksi.
“Tema atau topik besar itu akan menentukan arah koleksi yang akan kami kerjakan selama 3 sampai 4 bulan ke depan. Dan dengan mempelajari tren, kami akan menentukan warna dan memilih material yang akan kami gunakan,” terang Peggy.
Saat ditanya perihal rencana project selanjutnya, ia mengatakan situasi pandemi menyebabkan aktivitasnya terhenti selama kurang lebih satu tahun. Namun, ia memastikan beberapa project baru tengah berproses.
“Kami pasti akan membagikan infonya apabila sudah pasti terealisasikan. Semoga kita bisa segera berbagi,” pungkasnya.
Baca juga: Busana disainer muda Indonesia hiasi Fenwick London
Baca juga: Aktris Hollywood kenakan busana perancang Indonesia di Golden Globe After Party
Baca juga: Kolaborasi desainer, fotografer & aktor Indonesia untuk tribut "Loki"
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2021
Tags: