Jakarta (ANTARA) - Direktur Center of Information and Development Studies (Cides) Umar Juoro mengatakan Bank Indonesia membutuhkan kerangka hukum yang jelas apabila hendak mengeluarkan mata uang digital.

"Apakah nanti uang digital BI dengan UU yang ada, ini kan bagian dari mata uang, hanya digital, atau butuh payung hukum, dalam pengertian UU, yang lebih jelas," kata Umar dalam diskusi daring yang dipantau di Jakarta, Rabu.

Apabila telah memiliki payung hukum yang jelas, mata uang digital BI bisa lebih terpercaya dibandingkan mata uang digital lain yang telah beredar selama ini. Namun, pemerintah juga perlu memastikan nilai mata uang digital yang akan dikeluarkan, apakah akan sama dengan mata uang fisik atau dilakukan redenominasi.

"Tapi harus dilihat bagaimana konsekuensi hukum kalau kemudian mata uang digital berbeda nilai dengan uang fisik dengan adanya redenominasi," kata Umar.

Mata uang digital BI sebisa mungkin dapat digunakan sebagai alat pembayaran dan alat penyimpan nilai sebagaimana mata uang fisik dalam bentuk kertas dan koin. Umar menambahkan, BI juga harus memastikan stabilitas keuangan nasional terjaga saat peluncuran mata uang digital.

"Jadi ini akan berpengaruh terhadap kebijakan moneter, bisa positif, bisa negatif. Jadi yang namanya balanced, neraca BI makin membesar, sekarang saja membesar dengan burden sharing, nanti bisa makin besar dengan uang digital," imbuhnya.

Ia juga mengatakan peluncuran mata uang digital BI lebih tepat dengan sistem intermediate, di mana masyarakat bisa menyimpan uang langsung di bank sentral maupun di bank-bank komersial

"Bank (komersial) kemudian menjadi penengah antara masyarakat atau nasabah dengan bank sentral, berkaitan dengan pengawasan, hukum, dan aturan-aturan lainnya," katanya.

Baca juga: BI paparkan alasan belum keluarkan mata uang digital
Baca juga: Anggota DPR minta BI perkuat aturan sebelum buat mata uang digital
Baca juga: BI rencanakan penerbitan mata uang rupiah digital