DPR Minta Garuda Beri Sanksi Operator Lalai
25 November 2010 20:33 WIB
Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar saat rapat dengar pendapat dengan Komisi V DPR di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (25/11). Komisi V menggelar RDP dengan Direksi Garuda dan Merpati terkait jadwal penerbangan yang kacau belakangan ini. (ANTARA/ Reno esnir)
Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah anggota Komisi V DPR meminta kepada manajemen PT Garuda Indonesia untuk memberi sanksi tegas kepada operator pada sistem operasi baru BUMN Penerbangan itu.
"Jika hasil investigasi menunjukkan ada unsur `human error` (kelalaian manusia) pada operatornya, maka Garuda harus beri sanksi tegas," Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Muhidin M. Sahid, kepada pers usai Rapat Dengar Pendapat dengan jajaran direksi PT Garuda Indonesia, di Jakarta, Kamis.
Dia mengakui, sebenarnya kecewa dengan Garuda sebab bagaimana mungkin bisa terjadi kekeliruan sistem teknologi informasi (TI) yang baru itu.
Oleh karena itu, tegasnya, jika hasil dari tim investigasi tersebut telah keluar, maka pihak Garuda diwajibkan untuk menyebarkan informasi tersebut kepada pemerintah.
"Hal ini sebagai tindak tanggung jawab Garuda kepada pemerintah akibat kekacauan sistem baru itu. Selain itu, juga harus disampaikan ke publik secara terbuka," katanya.
Bukan Sabotase
Direktur Teknologi Informasi dan Strategis Garuda Indonesia, Elisa Lumbantoruan, pada kesempatan yang sama menyatakan, sudah melakukan penelitian lebih lanjut mengenai penyebab ambruknya jaringan sistem "Integrated Operational Control System (IOCS)".
"Sebelumnya, sempat sampaikan kabel copot. Kami bilang itu sebagai sebab karena memang yang paling mudah dikenali secara visual. Tapi ternyata ambruknya sistem disebabkan oleh adanya aplikasi atau pengguna sistem," kata Elisa.
Aplikasi ini secara langsung mengirimkan data secara masif ke perangkat kontrol komunikasi sehingga membuat sistem bermasalah.
"Sementara di saat bersamaan, operator tidak disiplin dalam proses memasukkan data terakhir mengenai pergerakan awak kabin, pesawat, dan jadwal penerbangan ke dalam sistem," katanya.
Elisa juga mengungkapkan, operator hanya memasukkan data terbaru itu ke sistem baru.
Padahal, seharusnya data krusial itu dimasukkan ke dalam sistem lama maupun ke IOCS.
Namun demikian, ia membantah adanya unsur kesengajaan atau sabotase dalam hal tersebut.
"Jadi, bukan sistem barunya yang bermasalah. Kesalahan utama kami adalah tidak disiplin melakukan `cut over` karena input data hanya ke satu sistem," katanya.
Oleh karena itu, tegasnya, pihaknya melihat ada kemungkinan unsur kelalaian. Kami tidak pernah katakan ini sabotase, orang yang mengembangkan itu," katanya.(*)
(T.E008/M012/R009)
"Jika hasil investigasi menunjukkan ada unsur `human error` (kelalaian manusia) pada operatornya, maka Garuda harus beri sanksi tegas," Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Muhidin M. Sahid, kepada pers usai Rapat Dengar Pendapat dengan jajaran direksi PT Garuda Indonesia, di Jakarta, Kamis.
Dia mengakui, sebenarnya kecewa dengan Garuda sebab bagaimana mungkin bisa terjadi kekeliruan sistem teknologi informasi (TI) yang baru itu.
Oleh karena itu, tegasnya, jika hasil dari tim investigasi tersebut telah keluar, maka pihak Garuda diwajibkan untuk menyebarkan informasi tersebut kepada pemerintah.
"Hal ini sebagai tindak tanggung jawab Garuda kepada pemerintah akibat kekacauan sistem baru itu. Selain itu, juga harus disampaikan ke publik secara terbuka," katanya.
Bukan Sabotase
Direktur Teknologi Informasi dan Strategis Garuda Indonesia, Elisa Lumbantoruan, pada kesempatan yang sama menyatakan, sudah melakukan penelitian lebih lanjut mengenai penyebab ambruknya jaringan sistem "Integrated Operational Control System (IOCS)".
"Sebelumnya, sempat sampaikan kabel copot. Kami bilang itu sebagai sebab karena memang yang paling mudah dikenali secara visual. Tapi ternyata ambruknya sistem disebabkan oleh adanya aplikasi atau pengguna sistem," kata Elisa.
Aplikasi ini secara langsung mengirimkan data secara masif ke perangkat kontrol komunikasi sehingga membuat sistem bermasalah.
"Sementara di saat bersamaan, operator tidak disiplin dalam proses memasukkan data terakhir mengenai pergerakan awak kabin, pesawat, dan jadwal penerbangan ke dalam sistem," katanya.
Elisa juga mengungkapkan, operator hanya memasukkan data terbaru itu ke sistem baru.
Padahal, seharusnya data krusial itu dimasukkan ke dalam sistem lama maupun ke IOCS.
Namun demikian, ia membantah adanya unsur kesengajaan atau sabotase dalam hal tersebut.
"Jadi, bukan sistem barunya yang bermasalah. Kesalahan utama kami adalah tidak disiplin melakukan `cut over` karena input data hanya ke satu sistem," katanya.
Oleh karena itu, tegasnya, pihaknya melihat ada kemungkinan unsur kelalaian. Kami tidak pernah katakan ini sabotase, orang yang mengembangkan itu," katanya.(*)
(T.E008/M012/R009)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010
Tags: