Said Iqbal singgung kekhawatiran mogok nasional dalam uji UU Ciptaker
25 Agustus 2021 14:51 WIB
Tangkapan layar saat Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyampaikan kesaksiannya secara virtual dalam sidang uji formil Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) terhadap UUD 1945 yang digelar Mahkamah Konstitusi secara virtual, Rabu (25/8/2021). ANTARA/Youtube Mahkamah Konstitusi RI/Muhammad Jasuma Fadholi
Jakarta (ANTARA) - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyinggung kekhawatiran mogok nasional buruh dan serikat pekerja apabila putusan MK terhadap uji formil UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) tidak memberikan rasa keadilan.
"Khawatir apabila sudah diputuskan bila uji formil UU Ciptaker ini tidak memberikan rasa keadilan dan kebenaran akan meluas mogok nasional jilid kedua," kata Said Iqbal saat menjadi saksi dalam sidang pengujian Undang-Undang (UU) Ciptaker terhadap UUD 1945 yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK) secara virtual, Rabu.
Bahkan, dia menyatakan bahwa kekhawatiran mogok nasional jilid kedua tersebut dapat melibatkan jutaan buruh dan gerakan sosial lainnya. Oleh karena itu, dia mengatakan bahwa kesaksian yang disampaikannya dapat menjadi bahan pertimbangan bagi para hakim konstitusi.
Dalam kesempatan tersebut, Said Iqbal menyampaikan sejumlah fakta secara umum dalam kapasitas yang dia miliki mengenai perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, hingga penetapan UU Ciptaker.
Baca juga: Selesaikan lewat "JR" atau perpu ketimbang di jalanan
Dia mengatakan bahwa sejak perencanaan hingga pengundangan, UU Ciptaker telah disiapkan untuk tidak melibatkan partisipasi publik.
Pengurus Pusat Badan Perserikatan Bangsa Bangsa atau dikenal dengan sebutan Governing Body (GB) International Labour Organization (ILO) itu menyatakan draf resmi Rancangan Undang-Undang (RUU) Ciptaker resmi tidak pernah diberikan kepada serikat buruh.
Menurut dia, ketiadaan draf tersebut membuat posisi buruh dalam partisipasi cukup membingungkan.
"Itu membingungkan posisi kami dalam menjelaskan apa yang ingin disampaikan dalam berpartisipasi publik dalam proses pembuatan UU Cipta Kerja," ujarnya.
Selain itu, dia mengatakan satuan tugas (satgas) "Omnibus Law" Ciptaker yang dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 378 Tahun 2019 dan turut membahas mengenai klaster ketenagakerjaan hanya berisi kalangan pengusaha.
Baca juga: Saksi dalam uji formil sebut tidak dilibatkan pembahasan UU Ciptaker
"Semua isinya satgas 'Omnibus Law' yang terkait kalster ketenagakerjaan adalah kalangan pengusaha, tidak ada satu pun dari kalangan buruh," ujarnya.
Said Iqbal juga mengatakan bahwa beberapa pertemuan, baik dengan pemerintah maupun DPR pada akhirnya tidak mengakomodir aspirasi dan catatan yang diberikan sebagaimana tercermin dalam UU Ciptaker yang telah berlaku saat ini.
Dalam sidang uji formil UU Ciptaker tersebut, turut hadir sebagai saksi dari pemohon yakni anggota Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit Nasional M. Sidarta yang secara garis besar juga menyampaikan sejumlah hal terkait proses pembahasan dan keterlibatan serikat pekerja dan buruh dalam regulasi tersebut.
Sidang berikutnya, dijadwalkan akan berlangsung pada hari Kamis (2/9) mendatang dengan agenda mendengarkan keterangan ahli dari presiden.
Baca juga: Serikat pekerja persoalkan klaster ketenagakerjaan UU Ciptaker ke MK
"Khawatir apabila sudah diputuskan bila uji formil UU Ciptaker ini tidak memberikan rasa keadilan dan kebenaran akan meluas mogok nasional jilid kedua," kata Said Iqbal saat menjadi saksi dalam sidang pengujian Undang-Undang (UU) Ciptaker terhadap UUD 1945 yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK) secara virtual, Rabu.
Bahkan, dia menyatakan bahwa kekhawatiran mogok nasional jilid kedua tersebut dapat melibatkan jutaan buruh dan gerakan sosial lainnya. Oleh karena itu, dia mengatakan bahwa kesaksian yang disampaikannya dapat menjadi bahan pertimbangan bagi para hakim konstitusi.
Dalam kesempatan tersebut, Said Iqbal menyampaikan sejumlah fakta secara umum dalam kapasitas yang dia miliki mengenai perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, hingga penetapan UU Ciptaker.
Baca juga: Selesaikan lewat "JR" atau perpu ketimbang di jalanan
Dia mengatakan bahwa sejak perencanaan hingga pengundangan, UU Ciptaker telah disiapkan untuk tidak melibatkan partisipasi publik.
Pengurus Pusat Badan Perserikatan Bangsa Bangsa atau dikenal dengan sebutan Governing Body (GB) International Labour Organization (ILO) itu menyatakan draf resmi Rancangan Undang-Undang (RUU) Ciptaker resmi tidak pernah diberikan kepada serikat buruh.
Menurut dia, ketiadaan draf tersebut membuat posisi buruh dalam partisipasi cukup membingungkan.
"Itu membingungkan posisi kami dalam menjelaskan apa yang ingin disampaikan dalam berpartisipasi publik dalam proses pembuatan UU Cipta Kerja," ujarnya.
Selain itu, dia mengatakan satuan tugas (satgas) "Omnibus Law" Ciptaker yang dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 378 Tahun 2019 dan turut membahas mengenai klaster ketenagakerjaan hanya berisi kalangan pengusaha.
Baca juga: Saksi dalam uji formil sebut tidak dilibatkan pembahasan UU Ciptaker
"Semua isinya satgas 'Omnibus Law' yang terkait kalster ketenagakerjaan adalah kalangan pengusaha, tidak ada satu pun dari kalangan buruh," ujarnya.
Said Iqbal juga mengatakan bahwa beberapa pertemuan, baik dengan pemerintah maupun DPR pada akhirnya tidak mengakomodir aspirasi dan catatan yang diberikan sebagaimana tercermin dalam UU Ciptaker yang telah berlaku saat ini.
Dalam sidang uji formil UU Ciptaker tersebut, turut hadir sebagai saksi dari pemohon yakni anggota Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit Nasional M. Sidarta yang secara garis besar juga menyampaikan sejumlah hal terkait proses pembahasan dan keterlibatan serikat pekerja dan buruh dalam regulasi tersebut.
Sidang berikutnya, dijadwalkan akan berlangsung pada hari Kamis (2/9) mendatang dengan agenda mendengarkan keterangan ahli dari presiden.
Baca juga: Serikat pekerja persoalkan klaster ketenagakerjaan UU Ciptaker ke MK
Pewarta: Muhammad Jasuma Fadholi
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021
Tags: